Dalam ajaran ketiga agama samawi (yang besumber dari pewahyuan dari
Tuhan) terdapat suatu kesamaan bahwa kehidupan manusia dimulai oleh Adam
dan Hawa, sepasang manusia yang dulunya hidup di sorga, namun karena
bujuk rayu Iblis, telah melanggar larangan Allah, akhirnya dihukum,
dilemparkan ke dunia, menjalani kehidupan penuh keringat, susah payah,
perjuangan, beranak pinak, saling bermusuhan dan membunuh, sampai
sekarang.
Juga terdapat suatu kesamaan, bahwa kemudian Allah selalu mengiringi
sejarah kehidupan manusia dengan petunjuk-petunjuk-Nya agar manusia
punya panduan, mana cara menjalani hidup yang benar menurut Allah, mana
cara yang salah. Disini kemudian terjadi ‘persimpangan jalan’. Fakta
yang ada sekarang, ketiga agama samawi itu punya konsep yang berbeda
tentang tata-cara menjalani hidup, bahkan juga konsep yang berbeda
tentang eksistensi Allah. Padahal secara logika, kalau ketiganya
sama-sama punya nenek moyang yang satu, maka ajaran yang diturunkan dari
nenek moyang tersebut seharusnya sama, terutama ajaran tentang
bagaimana gambaran Tuhan. Disini hanya ada 2 kemungkinan, hanya ada SATU
ajaran yang benar, yang sama sejak manusia pertama ada, atau
ketiga-tiganya salah semua, artinya baik Islam, Kristen maupun Yahudi
nyasar semua, tidak sama lagi dengan apa yang dituntun Allah sejak dulu.
Tulisan ini akan mencoba mengungkapkan apa nama ajaran Allah yang
dimulai sejak manusia pertama tersebut, dan kemudian dilanjutkan kepada
kaum-kaum berikutnya, sampai dalam bentuk yang ada sekarang, tentunya
dalam perspektif Al-Qur’an.
Adalah tidak mungkin ketika Allah memberikan sekumpulan petunjuk-Nya
kepada manusia, mulai dari manusia pertama dan memberikan ‘judul’
terhadap petunjuk itu dengan sebuah nama, lalu disaat selanjutnya, Allah
juga memberikan ajaran lain yang berbeda, lalu juga memberi ‘judul’
yang lain terhadap ajaran tersebut. Al-Qur’an mengistilahkan kata agama
dengan ‘diin’ sesuatu yang menggambarkan hubungan antara dua pihak,
dimana yang satu mempunyai posisi lebih tinggi dari yang lain. Ada juga
istilah lain untuk kata agama ini, yaitu ‘millat’ yang berarti
membacakan kepada orang lain. Ar-Raghib al-Asfahani mendefinisikan kata
diin adalah menggambarkan keseluruhan suatu agama termasuk rinciannya,
sedangkan millat menggambarkan keseluruhan suatu agama tidak dalam
rinciannya, Diin bisa diartikan suatu sistem kepercayaan yang sudah
terstruktur, milllat artinya suatu ajaran. Menurut Al-Qur’an, dari dulu
hanya ada satu nama agama yang benar-benar berasal dari Allah, yaitu
Islam.
19. Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam. (Ali Imran)
innadiina = sesungguhnya agama, indallaahi = disisi Allah, al-Islaam = Islam
Dalam ayat ini kata Islam dikemukakan dengan ‘al-Islaam’ berupa kata benda yang mengartikan sebuah nama.
84. Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang
diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il,
Ishaq, Ya’qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa,
‘Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan
seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan
diri.”
85. Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi. (Ali Imran)
waman = dan barang siapa, yabtagi = mencari, gaira = selain, al-islaami = Islam, diinan = agama.
Dari kedua ayat tersebut disimpulkan bahwa petunjuk-petunjuk Allah
mulai dari manusia pertama, dijuluki oleh Allah dengan ‘al-Islam’. Yang
merupakan ‘diin = agama’, dan adanya ketegasan bahwa dari dulunya apa
yang diajarkan oleh Allah melalui para nabi dan rasul adalah sama, dalam
konteks gambaran eksistensi Allah dan penyembahan kepada-Nya. Pemeluk
agama Islam tersebut dinamakan ‘Muslim’
78.(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu..(Al Hajj)
millata = agama, abiikum = bapakmu, Ibraahiima = Ibrahim, huwa = Dia,
sammaakumu = menampakkan kamu, al-muslimiina = orang-orang muslim.
Kata ‘al-muslimiina’ juga merupakan kata benda, yang berarti : orang
yang memeluk agama Islam, dan ini sudah dinamai Allah bagai pemeluk
Islam sejak dahulunya. Dari uraian ayat-ayat Al-Qur’an diatas,
sebenarnya kita mendapat gambaran yang jelas, bahwa dilihat dari sisi
‘penamaan’, yaitu diin atau millah, al-Islam, dan al-Muslimiin, serta
pernyataan Allah bahwa yang diakuinya sebagai agama yang Dia turunkan
dari dulunya, adalah Islam.
Nabi Ibrahim adalah ‘al-Muslimiin’, anak keturunannya juga, Ismail,
Ishak, Ya’kub, Musa, ‘Isa, adalah ‘al-Muslimuun’ pemeluk Islam. Semua
nabi dan Rasul itu termasuk dalam keluarga para Rasul, yang ditugaskan
Allah untuk menyampaikan ajaran-Nya, tentang eksistensinya, yang sama
dari dulunya, dan ajaran Islam tidak membeda-bedakan antara satu nabi
dengan nabi yang lain :
136. Katakanlah (hai orang-orang mu’min): “Kami beriman kepada Allah
dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada
Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan
kepada Musa dan ‘Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari
Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan
kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (Al Baqarah)
Jadi ketika Nabi Ibrahim, dan Nabi Ya’kub berwasiat kepada anak keturunannya :
132. Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya,
demikian pula Ya’qub : “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah
memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk
agama Islam”. (Al Baqarah)
Kalimat ‘Allah telah memilih agama ini’, menarik sekali karena wasiat
Nabi Ibrahim memakai kata ‘diin’ untuk menyatakan ‘agama’, bukan
millat, sedangkan dalam surat al-Hajj 78, Al-Qur’an memakai kata
‘millat’ dalam kalimat ‘agama orangtuamu Ibrahim’. Bisa ditafsirkan
bahwa ketika mewasiatkan anak keturunannya, nabi Ibrahim sudah
mengetahui bahwa adanya suatu ‘sistem kepercayaan’ yang diridhoi Allah,
dan millatnya punya intisari yang sama dengan sistem kepercayaan
tersebut. Untuk menghubungkan millat (ajaran) Ibrahim dengan Islam
sebagai suatu sistem kepercayaan, maka diakhir ayat tersebut dikatakan :
“kecuali dalam memeluk agama Islam”. Al-Qur’an memakai kata
‘muslimuuna’ untuk kata yang diartikan ‘agama Islam’, kata muslimuuna
adalah kata sifat diartikan = orang yang tunduk/berserah diri.
Lalu muncul pertanyaan, bagaimana mungkin Ibrahim, Ismail, Ishak,
Musa, ‘Isa, dikatakan memeluk agama Islam, padahal mereka sudah ada
sebelum nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam diturunkan. Para nabi dan
Rasul tersebut juga tidak melaksanakan shalat 5 waktu, puasa Ramadhan,
haji, dll seperti ritual yang dilakukan oleh umat Muhammad SAW, bahkan
tidak mengucapkan shahadat ‘Ashadu Allailaaha illa Alllah, wa’ashadu
anna Muhammad Rasulullah’, yang merupakan ‘proklamasi’ seseorang memeluk
agama Islam.
Yang pasti semua nabi dan Rasul tersebut mengucapkan ‘Tidak ada Tuhan
selain Allah’, anda bisa menemukan banyak ayatnya dalam Al-Qur’an,
suatu pernyataan bahwa dari dahulunya eksistensi Allah tidaklah
berganti, dan penyembahan terhadap-Nya juga tidak berubah. Namun untuk
setiap umat, Allah menetapkan SYARI’AT yang berbeda-beda, syari’at
disini bisa diartikan : tata-cara penyembahan, aturan-aturan menjalani
kehidupan, mana yang boleh mana yang tidak, dll :
67. Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari’at tertentu yang
mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam
urusan (syari’at) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya
kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. (Al Hajj)
Itulah makanya untuk kaum Yahudi dan Nasrani, disyari’atkan
mengkuduskan hari Sabbath, untuk umat Islam tidak, atau sebaliknya untuk
umat Islam disyari’atkan shalat 5 waktu, puasa Ramadhan, dll, untuk
umat sebelumnya tidak. Ada juga syari’at umat Muhammad yang terkait
dengan syari’at nabi terdahulu :
13. Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan
apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan ‘Isa yaitu:
Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat
berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (Asy
Syuura)https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Maka kata-kata ‘Wa ashadu anna Muhammad Rasulullah’, artinya
sipengucap sumpah ini menyatakan dirinya adalah penganut agama Islam dan
menjalankan syari’at yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW, sedangkan nabi
dan rasul sebelumnya, beserta pengikut-pengikutnya adalah penganut
Islam yang menjalankan syari’at sesuai ajaran masing-masing. Namun
semuanya dinyatakan sebagai penganut agama Islam, satu-satunya agama
yang diakui Allah, dan disebut sebagai Muslim.
Yang jadi pertanyaan sampai sekarang, apakah ketika nabi Musa
menyampaikan Taurat, dan nabi ‘Isa Almasih menyampaikan Injil,
menerangkan apa nama agama yang mereka bawa..??, apakah ada pernyataan
nabi Musa misalnya yang menyatakan : “Inilah ajaranku, yaitu AGAMA
YAHUDI..”, atau nabi ‘Isa Almasih menyatakan :”Inilah ajaran AGAMA
KRISTEN..” Al-Qur’an sering menyinggung kata : Yahudi dan Nasrani, namun
itu merujuk kepada nama suatu kelompok atau kaum, bukan nama agama,
lalu apa nama agama yang dibawa oleh nabi Musa dan nabi ‘Isa Almasih
tersebut..???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar