HUKUM MENYETUBUHI ISTERI YANG SEDANG HAIDH
Oleh
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh ditanya : Tntang hukum
persetubuhan yang dilakukan seorang pria terhadap isterinya yang sedang
dalam keadaan haidh?
Jawaban
Persetubuhan yang dilakukan seorang pria terhadap isterinya yang sedang
haidh adalah haram berdasarkan Kitabullah dan Sunnah RasulNya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman.
“Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, ‘Haidh
itu adalah suatu kotoran’. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri
dari wanita di waktu haidh” [Al-Baqarah : 222]
Maksud ayat ini adalah larangan untuk menyetubuhi wanita yang sedang
haidh. Al-Mahidl artinya adalah tempat keluarnya darah haidh yaitu faraj
(kemaluan), dan jika seorang pria berani menyetubuhi isterinya yang
sedang haidh itu maka hendaknya pria itu bertaubat dan tidak mengulangi
perbuatan itu lagi, kemudian pria itu dikenakan kaffarah (denda)
sebanyak satu dinar atau setengah dinar berdasarkan hadits marfu Ibnu
Abbas tentang pria yang menyetubuhi isterinya yang sedang mendapatkan
haidh, ia berkata :
“Hendaknya ia bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar”,.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan
An-Nasa’i. Yang dimaksud dengan satu dianr adalah satu mitsqol emas (
satu dinar atau satu mistqol emas adalah 4 ¼ gram), dan jika ia tidak
mendapatkannya maka sebagai penggantinya adalah seukuran harga perak.
Wallahu A’lam.
[Fatawa wa Rasa’il Syaikh Muhamad bin Ibrahim 2/98]
SEORANG PRIA MENYETUBUHI ISTERINYA SETELAH HAIDH DAN NIFAS SEBELUM BERSUCI (MANDI WAJIB)
Oleh
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta ditanya : Seorang pria menyetubuhi
isterinya yang telah habis masa haidhnya atau masa nifasnya sebelum
isterinya itu mandi wajib, hal itu ia lakukan karena tidak
mengetahuinya, apakah pria itu dikenakan kaffarah (denda)? Dan berapa
banyak dendanya itu? Lalu jika wanita itu hamil karena persetubuhan itu,
apakah anak hasil persersetubuhan itu disebut dengan anak haram?
Jawaban
Menyetubuhi wanita haidh pada kemaluannya adalah haram berdasarkan firman Allah.
“Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, ‘Haidh
itu adalah suatu kotoran’. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri
dari wanita di waktu haidh, dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci” [Al-Baqarah : 222]
Barangsiapa yang melakukan hal itu maka hendaklah ia memohon ampunan
kepada Allah serta bertaubat kepadaNya, kemudian hendaknya ia bersedekah
setengah dinar sebagai denda atas apa yang telah ia lakukan,
sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Ahmad dan para penyusun
kitab-kitab Sunan dengan sanad yang baik dari Ibnu Abbas Radhiyallahu
‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada pria
yang menyetubuhi isterinya yang sedang haid.
“Artinya : bersedekahlah engkau dengan satu dinar atau setengah dinar”
Berapapun yang anda keluarkan sebagai denda di antara dua pilihan itu
dibolehkan, ukuran satu dinar adalah empat pertujuh kebutuhan per kapita
Saudi. Jika kebutuhan per kapita Saudi adalah tujuh puluh real, maka
kaffarah itu sebanyak dua puluh real atau empat puluh real yang anda
sedekahkan kepada fakir miskin.
Dan tidak boleh bagi seorang pria menyetubuhi isterinya setelah habis
masa haidh sebelum sang isteri bersuci (mandi wajib) berdasarkan firman
Allah.
“Artinya : Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu” [Al-Baqarah : 222]
Ayat ini menerangkan bahwa Allah tidak mengizinkan seorang pria
menyetubuhi isterinya yang sedang haidh sebelum berhenti haidhnya dan
sebelum bersuci (mandi haidh), dan bagi pria yang menyetubuhi isterinya
sebelum mandi maka pria itu telah berbuat dosa serta dikenakan denda,
kemudian jika persetubuhan itu menyebabkan kehamilan maka anak yang
dilahirkan bukanlah anak haram melainkana anakyang sah secara syar’i.
[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta 5/398]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami’ah lil Mar’atil Muslimah, Edisi
Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan,
Penerjemah Zaenal Abidin Syamsudin Lc, Penerbit Darul Haq]
Jumat, 16 November 2012
Kategori Wanita : Thaharah Isteri Tidak Bersuci Dengan Baik, Hukum Bersuci Setelah Bercumbu, Tempat Tidur Yang Ternoda
Suami melaksanakan tugas-tugas agamanya dan takut kepada Allah, tetapi
dia diuji dengan seorang isteri yang seringkali tidak bersuci dengan
baik dari janabah, yang saya ketahui bahwa wanita ini menjadikan
pancuran air mengguyur tubuhnya, dan air tersebut tidak mengenai
kepalanya. Apakah dia berdosa setiap kali menyetubuhinya setelah mandi
dengan cara yang telah saya sebutkan tadi?
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Jawaban
Suami tersebut wajib menasihati isterinya dan menjelaskan kepadanya tentang cara mandi janabah. Yaitu harus mengguyurkan air di atas kepalanya, meskipun dalam keadaan terikat; berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari hadits Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha, bahwasanya ia menuturkan: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memintal rambut kepalaku, apakah aku harus menguraikannya untuk mandi janabah?" Beliau menjawab:
"Cukuplah engkau mengguyurkan (air) di atas kepalamu sebanyak tiga kali guyuran, kemudian guyurkan air pada seluruh tubuhmu, maka engkau menjadi bersih." [1]
PERTANYAAN TENTANG HUKUM BERSUCI SETELAH BERCUMBU
Tatkala suami isteri bercumbu, mencium, atau menyentuh dengan syahwat, lalu dia melihat di celana dalamnya ada cairan yang berasal dari farjinya setelah kemaluannya ereksi kemudian melunak. Lalu ditanyakan tentang pengaruh-pengaruh yang disebabkan oleh hal itu berupa bersuci, serta sah dan tidaknya puasa?
Jawaban
Penanya tidak menyebutkan dalam pertanyaannya bahwa ia merasa sperma keluar karena mencumbui isterinya. Ia hanyalah menyebutkan bahwa dia melihat cairan di celana dalam-nya. Tampaknya, wallaahu a’lam, bahwa apa yang dilihatnya adalah madzi, [2] bukan mani. Madzi adalah najis yang mengharuskan untuk menyuci kemaluan, dan tidak membatalkan puasa menurut pendapat yang shahih dari pendapat-pendapat para ulama. Ia juga tidak wajib mandi karenanya. Adapun jika yang keluar adalah mani, maka ia wajib mandi dan membatalkan puasa. Mani adalah suci, hanya saja ia kotor dan disyari’atkan mencuci bagian pakaian atau celana yang terkena mani. Orang yang berpuasa disyari’atkan menjaga puasanya dengan meninggalkan segala hal yang akan membangkitkan syahwatnya, seperti bercumbu dan sejenisnya. [3]
PERTANYAAN TENTANG TEMPAT TIDUR YANG TERNODA
Jika seorang pria mencampuri isterinya, lalu pakaian dan tempat tidur ternoda oleh bekas persetubuhan, maka apa hukum mengenai hal itu, dan apakah seseorang wajib untuk mandi setiap selesai berampur?
Jawaban
Pertama, dia wajib mencuci apa yang mengenai pakaian dan tempat tidur bekas persetubuhan; karena di dalamnya terdapat kotoran vagina dan cairannya yang bercampur dengan mani.
Kedua, jika penis laki-laki telah masuk ke dalam vagina pe-rempuan, maka ia wajib mandi, walaupun tidak keluar mani. Dibolehkan mandi hanya sekali setelah menyetubuhi dua kali atau lebih kepada seorang isteri atau lebih; berdasarkam hadits shahih dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggilir para isterinya dengan sekali mandi. [4]
PERTANYAAN TENTANG KELUARNYA MANI TANPA PERSETUBUHAN
Jika cairan keluar dari wanita tanpa persetubuhan atau mimpi, apakah ia wajib mandi? Apakah wanita sama dengan laki-laki dalam hal pembagian cairan yang keluar dari kemaluannya, seperti mani, madzi dan wadi? Ataukah cairannya tersebut mengharuskan mandi, jika keluar, bagaimana pun keadaannya?
Jawaban
Jika mani keluar dari wanita dengan kenikmatan, maka ia wajib mandi, walaupun keluarnya mani tersebut darinya tanpa persetubuhan dan mimpi. Jika madzi keluar darinya, maka ia wajib mencuci kemaluannya. Jika wadi keluar darinya, maka hukumnya seperti hukum air kencing dan ia wajib mencucinya. Pembagian cairan wanita sebagaimana yang berlaku pada laki-laki. Ia harus berwudhu’, jika hendak melakukan sesuatu yang meng-haruskan bersuci, seperti shalat dan sejenisnya, wa billaahit taufiiq. [5]
PERTANYAAN APAKAH MENYENTUH WANITA MEMBATALKAN WUDHU?
Syaikh ‘Utsaimin menjawab: Yang benar bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu’ secara mutlak, kecuali jika keluar sesuatu darinya (mani). Dalil atas hal itu adalah hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau mencium salah seorang isterinya dan pergi untuk menunaikan shalat tanpa berwudhu’. Karena pada dasarnya tidak ada yang membatalkan sehingga ada dalil yang secara tegas membatalkannya. Dan oleh karena orang itu telah menyempurnakan bersucinya sesuai dengan dalil syar’i, maka tidak dapat dianggap batal kecuali dengan dalil syar’i.
Jika dikatakan: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah berfirman dalam Kitab-Nya:
‘Atau menyentuh wanita.’” [Al-Maa-idah : 6]
Jawaban
Yang dimaksud dengan bersentuhan dalam ayat ini adalah jima’ (persetubuhan), sebagaimana diriwayatkan secara shahih dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma. Kemudian, di sana terdapat dalil lainnya berupa pembagian ayat ini, yaitu pembagian bersuci menjadi ashliyyah (asli) dan badaliyyah (pengganti), juga pembagian bersuci menjadi kubra (besar) dan shughra (kecil), serta pembagian sebab-sebab bersuci, baik yang kubra maupun shughra.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerja-kan shalat, maka basuhlah wajah dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki… ” [Al-Maa-idah: 6]
Ini adalah bersuci dengan air, yaitu (thaharah) ashliyyah shughra.
Kemudian Dia berfirman.
"Dan jika kamu junub, maka bersuci (mandi)lah." [Al-Maa-idah: 6]
Ini adalah bersuci dengan air, yaitu (thaharah) ashliyyah kubra.
Kemudian, Dia pun berfirman.
"Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah.” [An-Nisaa’: 43]
Firman Allah, “Maka bertayammumlah,” ini adalah (thaharah) badal (pengganti).
Sedangkan firman-Nya,“Atau menyentuh perempuan,” merupakan penjelasan mengenai sebab (thaharah) kubra. Seandainya kita memahaminya sebagai sentuhan dengan tangan, niscaya dalam ayat ini Allah telah menyebutkan dua sebab untuk bersuci shughra dan mendiamkan tentang sebab bersuci yang kubra. Padahal Dia berfirman, "Dan jika kamu junub, maka bersuci (mandi)lah," ini jelas menyelisihi balaghah (keindahan bahasa) al-Qur-an. Atas dasar hal itu, maka ayat ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah, “Atau kamu menyentuh perempuan,” (adalah) kamu menyetubuhi wanita, sehingga ayat ini mencakup dua hal yang menyebabkan bersuci: sebab besar dan sebab kecil. Thaharah yang kecil ada di empat anggota tubuh, sedangkan yang besar ada pada seluruh tubuh. Thaharah seluruh tubuh yang digantikan dengan tayammum cukup diwakili oleh dua anggota tubuh saja (wajah dan tangan), karena dalam tayammum ini adalah sama saja, baik thaharah kecil maupun besar.
Atas dasar ini, maka pendapat yang kuat bahwa sekedar menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu’ secara mutlak, baik dengan syahwat maupun tidak . Kecuali bila keluar sesuatu darinya, maka ia wajib mandi jika yang keluar tersebut adalah mani. Ia pun wajib mencuci kemaluan dan buah dzakarnya disertai dengan wudhu’ jika yang keluar adalah madzi. [6]
[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]
____https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,______
Foote Note
[1]. HR. Muslim (no. 330) kitab al-Haidh, at-Tirmidzi (no. 106) kitab ath-Thahaarah, an-Nasa-i (no. 242) kitab ath-Thahaarah, Abu Dawud (no. 251) kitab ath-Thahaarah wa Sunanuhaa, Ibnu Majah (no. 603) kitab ath-Thahaarah, Ahmad (no. 25938), ad-Darimi (no. 1157) kitab ath-Thahaarah.
[2]. Madzi adalah cairan bening kental yang biasanya keluar dari kemaluan laki-laki pada saat mencumbu isterinya sebelum mencampurinya
[3]. Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa'.
[4]. HR. Muslim (no. 309) kitab al-Haidh, Ibnu Majah (no. 478) kitab al-Haidh, at-Tirmidzi (no. 140) kitab ath-Thahaarah. Lihat Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa'.
[5]. Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Ifta’ (V/297).
[6]. Dinisbatkan oleh penulis kitab Fataawaa al-‘Ulamaa' fii ‘Isyratin Nisaa', (hal. 36) kepada kitab Majmuu’ Fataawaa wa Rasaa-il Syaikh Ibni ‘Utsaimin.
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Jawaban
Suami tersebut wajib menasihati isterinya dan menjelaskan kepadanya tentang cara mandi janabah. Yaitu harus mengguyurkan air di atas kepalanya, meskipun dalam keadaan terikat; berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari hadits Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha, bahwasanya ia menuturkan: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memintal rambut kepalaku, apakah aku harus menguraikannya untuk mandi janabah?" Beliau menjawab:
"Cukuplah engkau mengguyurkan (air) di atas kepalamu sebanyak tiga kali guyuran, kemudian guyurkan air pada seluruh tubuhmu, maka engkau menjadi bersih." [1]
PERTANYAAN TENTANG HUKUM BERSUCI SETELAH BERCUMBU
Tatkala suami isteri bercumbu, mencium, atau menyentuh dengan syahwat, lalu dia melihat di celana dalamnya ada cairan yang berasal dari farjinya setelah kemaluannya ereksi kemudian melunak. Lalu ditanyakan tentang pengaruh-pengaruh yang disebabkan oleh hal itu berupa bersuci, serta sah dan tidaknya puasa?
Jawaban
Penanya tidak menyebutkan dalam pertanyaannya bahwa ia merasa sperma keluar karena mencumbui isterinya. Ia hanyalah menyebutkan bahwa dia melihat cairan di celana dalam-nya. Tampaknya, wallaahu a’lam, bahwa apa yang dilihatnya adalah madzi, [2] bukan mani. Madzi adalah najis yang mengharuskan untuk menyuci kemaluan, dan tidak membatalkan puasa menurut pendapat yang shahih dari pendapat-pendapat para ulama. Ia juga tidak wajib mandi karenanya. Adapun jika yang keluar adalah mani, maka ia wajib mandi dan membatalkan puasa. Mani adalah suci, hanya saja ia kotor dan disyari’atkan mencuci bagian pakaian atau celana yang terkena mani. Orang yang berpuasa disyari’atkan menjaga puasanya dengan meninggalkan segala hal yang akan membangkitkan syahwatnya, seperti bercumbu dan sejenisnya. [3]
PERTANYAAN TENTANG TEMPAT TIDUR YANG TERNODA
Jika seorang pria mencampuri isterinya, lalu pakaian dan tempat tidur ternoda oleh bekas persetubuhan, maka apa hukum mengenai hal itu, dan apakah seseorang wajib untuk mandi setiap selesai berampur?
Jawaban
Pertama, dia wajib mencuci apa yang mengenai pakaian dan tempat tidur bekas persetubuhan; karena di dalamnya terdapat kotoran vagina dan cairannya yang bercampur dengan mani.
Kedua, jika penis laki-laki telah masuk ke dalam vagina pe-rempuan, maka ia wajib mandi, walaupun tidak keluar mani. Dibolehkan mandi hanya sekali setelah menyetubuhi dua kali atau lebih kepada seorang isteri atau lebih; berdasarkam hadits shahih dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggilir para isterinya dengan sekali mandi. [4]
PERTANYAAN TENTANG KELUARNYA MANI TANPA PERSETUBUHAN
Jika cairan keluar dari wanita tanpa persetubuhan atau mimpi, apakah ia wajib mandi? Apakah wanita sama dengan laki-laki dalam hal pembagian cairan yang keluar dari kemaluannya, seperti mani, madzi dan wadi? Ataukah cairannya tersebut mengharuskan mandi, jika keluar, bagaimana pun keadaannya?
Jawaban
Jika mani keluar dari wanita dengan kenikmatan, maka ia wajib mandi, walaupun keluarnya mani tersebut darinya tanpa persetubuhan dan mimpi. Jika madzi keluar darinya, maka ia wajib mencuci kemaluannya. Jika wadi keluar darinya, maka hukumnya seperti hukum air kencing dan ia wajib mencucinya. Pembagian cairan wanita sebagaimana yang berlaku pada laki-laki. Ia harus berwudhu’, jika hendak melakukan sesuatu yang meng-haruskan bersuci, seperti shalat dan sejenisnya, wa billaahit taufiiq. [5]
PERTANYAAN APAKAH MENYENTUH WANITA MEMBATALKAN WUDHU?
Syaikh ‘Utsaimin menjawab: Yang benar bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu’ secara mutlak, kecuali jika keluar sesuatu darinya (mani). Dalil atas hal itu adalah hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau mencium salah seorang isterinya dan pergi untuk menunaikan shalat tanpa berwudhu’. Karena pada dasarnya tidak ada yang membatalkan sehingga ada dalil yang secara tegas membatalkannya. Dan oleh karena orang itu telah menyempurnakan bersucinya sesuai dengan dalil syar’i, maka tidak dapat dianggap batal kecuali dengan dalil syar’i.
Jika dikatakan: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah berfirman dalam Kitab-Nya:
‘Atau menyentuh wanita.’” [Al-Maa-idah : 6]
Jawaban
Yang dimaksud dengan bersentuhan dalam ayat ini adalah jima’ (persetubuhan), sebagaimana diriwayatkan secara shahih dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma. Kemudian, di sana terdapat dalil lainnya berupa pembagian ayat ini, yaitu pembagian bersuci menjadi ashliyyah (asli) dan badaliyyah (pengganti), juga pembagian bersuci menjadi kubra (besar) dan shughra (kecil), serta pembagian sebab-sebab bersuci, baik yang kubra maupun shughra.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerja-kan shalat, maka basuhlah wajah dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki… ” [Al-Maa-idah: 6]
Ini adalah bersuci dengan air, yaitu (thaharah) ashliyyah shughra.
Kemudian Dia berfirman.
"Dan jika kamu junub, maka bersuci (mandi)lah." [Al-Maa-idah: 6]
Ini adalah bersuci dengan air, yaitu (thaharah) ashliyyah kubra.
Kemudian, Dia pun berfirman.
"Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah.” [An-Nisaa’: 43]
Firman Allah, “Maka bertayammumlah,” ini adalah (thaharah) badal (pengganti).
Sedangkan firman-Nya,“Atau menyentuh perempuan,” merupakan penjelasan mengenai sebab (thaharah) kubra. Seandainya kita memahaminya sebagai sentuhan dengan tangan, niscaya dalam ayat ini Allah telah menyebutkan dua sebab untuk bersuci shughra dan mendiamkan tentang sebab bersuci yang kubra. Padahal Dia berfirman, "Dan jika kamu junub, maka bersuci (mandi)lah," ini jelas menyelisihi balaghah (keindahan bahasa) al-Qur-an. Atas dasar hal itu, maka ayat ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah, “Atau kamu menyentuh perempuan,” (adalah) kamu menyetubuhi wanita, sehingga ayat ini mencakup dua hal yang menyebabkan bersuci: sebab besar dan sebab kecil. Thaharah yang kecil ada di empat anggota tubuh, sedangkan yang besar ada pada seluruh tubuh. Thaharah seluruh tubuh yang digantikan dengan tayammum cukup diwakili oleh dua anggota tubuh saja (wajah dan tangan), karena dalam tayammum ini adalah sama saja, baik thaharah kecil maupun besar.
Atas dasar ini, maka pendapat yang kuat bahwa sekedar menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu’ secara mutlak, baik dengan syahwat maupun tidak . Kecuali bila keluar sesuatu darinya, maka ia wajib mandi jika yang keluar tersebut adalah mani. Ia pun wajib mencuci kemaluan dan buah dzakarnya disertai dengan wudhu’ jika yang keluar adalah madzi. [6]
[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]
____https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,______
Foote Note
[1]. HR. Muslim (no. 330) kitab al-Haidh, at-Tirmidzi (no. 106) kitab ath-Thahaarah, an-Nasa-i (no. 242) kitab ath-Thahaarah, Abu Dawud (no. 251) kitab ath-Thahaarah wa Sunanuhaa, Ibnu Majah (no. 603) kitab ath-Thahaarah, Ahmad (no. 25938), ad-Darimi (no. 1157) kitab ath-Thahaarah.
[2]. Madzi adalah cairan bening kental yang biasanya keluar dari kemaluan laki-laki pada saat mencumbu isterinya sebelum mencampurinya
[3]. Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa'.
[4]. HR. Muslim (no. 309) kitab al-Haidh, Ibnu Majah (no. 478) kitab al-Haidh, at-Tirmidzi (no. 140) kitab ath-Thahaarah. Lihat Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa'.
[5]. Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Ifta’ (V/297).
[6]. Dinisbatkan oleh penulis kitab Fataawaa al-‘Ulamaa' fii ‘Isyratin Nisaa', (hal. 36) kepada kitab Majmuu’ Fataawaa wa Rasaa-il Syaikh Ibni ‘Utsaimin.
Kategori Wanita : Thaharah Suami Isteri Wajib Mandi Setelah Jima Walaupun Tidak Orgasme, Mencampuri Isteri Setelah Melahirkan
Apakah suami isteri wajib mandi setelah jima’, walaupun tidak mengalami orgasme?
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag
Jawaban
Ya, keduanya wajib mandi, baik mengalami orgasme maupun tidak, berdasarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Jika seseorang duduk di antara empat anggota tubuh wanita (menindihnya) kemudian menggaulinya, maka ia wajib mandi."
Dalam lafazh Muslim.
"Walaupun tidak mengalami orgasme (keluar mani)." [1]
Ini menegaskan tentang wajibnya mandi, walaupun tidak mengalami orgasme. Hal ini tidak diketahui oleh banyak manusia. Oleh karena itu mereka wajib menyadari akan hal itu. [2]
PERTANYAAN APAKAH ISTERI WAJIB MANDI?
Apakah isteri saya wajib mandi janabah pada saat dimasuki ketika bersetubuh, tetapi tanpa orgasme dalam rahim. Apakah dia wajib mandi ketika sperma masuk dalam rahimnya, ataukah dia cukup mencuci tubuhnya dan anggota tubuhnya saja?
Jawaban
Ya, dia wajib mandi jika dimasuki walaupun sedikit; berdasarkan hadits:
"Jika seseorang duduk di antara empat anggota tubuh wanita (menindihnya) kemudian menggaulinya, maka ia wajib mandi, meskipun tidak mengalami orgasme."
Dan hadits.
"Jika dua kemaluan telah bertemu, maka wajib mandi." [3]
Demikian pula dia wajib mandi seandainya sperma masuk ke dalam rahim, karena dimasuki dan mengalami orgasme pada umumnya. Tetapi cukup dengan berwudhu’ jika hanya sekedar bersentuhan tanpa memasukinya. [4]
PERTANYAAN TENTANG HUKUM MANDI BAGI SUAMI ISTERI
Seseorang duduk di antara empat enggota tubuh isterinya dan dua kemaluan bersentuhan tanpa memasuki, kemudian orgasme di luar kemaluan, apakah keduanya wajib mandi?
Jawaban
Laki-laki wajib mandi karena telah orgasme. Adapun wanita tidak wajib mandi. Karena syarat wajibnya mandi ialah memasuki. Seperti diketahui bahwa letak khitan ialah pucuk penis hingga sekitar pergelangan penis. Jika memang demikian, maka tidak bisa menyentuh tempat khitan wanita kecuali setelah pucuk penis memasukinya. Karena itu, kita mensyaratkan tentang wajibnya mandi karena persetubuhan bila pucuk kemaluan telah masuk. Disinyalir pada sebagian lafazh (redaksi) hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash:
"Jika dua khitan (atau kemaluan) telah bertemu dan pucuk penis telah masuk, maka wajib mandi." [5]
Pertanyaan : Tentang Hukum Keluarnya Air Kencing Bersama Sisa-Sisa Mani
Seseorang mencampuri isterinya kemudian mandi. Setelah itu, keluar sisa-sisa mani bersama air kencing; apakah dia harus mandi lagi?
Jawaban
Orang yang telah mandi janabah kemudian mani keluar darinya setelah mandi, maka dia sudah cukup dengan mandinya tersebut dan ia tidak wajib mandi lagi. Ia hanya wajib beristinja dan berwudhu’, wa billaahit taufiiq. [6]
PERTANYAAN TENTANG HUKUM MANDI DARI JANABAH
Seorang teman memberitahukanku bahwa jika seorang muslim menyetubuhi isterinya, maka dia harus buang air kecil sebelum mandi. Jika tidak, maka ia masih tetap junub. Karena cairan mani dalam kemaluan tidak bisa dihilangkan kecuali oleh air kencing, sebagaimana yang dia katakan. Lalu apa pendapatmu yang mulia?
Jawaban
Bahkan mandinya telah sah, meskipun tidak buang air kecil. Jika dia buang air kecil setelah itu dan mani keluar sedikit dengan sendirinya atau bersama air kencing tanpa syahwat, maka ia tidak wajib mandi untuk kedua kalinya, tapi cukup beristinja dan berwudhu’, wa billaahit taufiiq.
PERTANYAAN TENTANG MENCAMPURI ISTERI SETELAH MELAHIRKAN
Jika wanita yang hamil melahirkan dan (setelahnya) tidak mengeluarkan darah, apakah suaminya halal untuk menyetubuhinya, dan apakah dia harus shalat dan berpuasa ataukah tidak?
Jawaban
Jika wanita yang hamil melahirkan dan (setelahnya) tidak mengeluarkan darah, maka dia wajib mandi, shalat dan berpuasa, serta suami boleh menyetubuhinya setelah dia mandi. Karena pada umumnya, dalam melahirkan itu darah akan keluar walaupun sedikit, bersama bayi yang dilahirkan atau sesudahnya. [7]
PERTANYAAN TENTANG MENCAMPURI ISTERI BEBERAPA WAKTU SETELAH MELAHIRKAN
Apakah laki-laki boleh menyetubuhi isterinya selang 30 hari atau 25 hari setelah melahirkan, ataukah tidak kecuali setelah 40 hari? Karena saya mendengar sebagian orang mengatakan bahwa itu tergantung kemampuan isteri. Sebagian lainnya mengatakan: “Harus sempurna 40 hari.” Saya tidak tahu mana yang paling benar. Oleh karena itu, beritahukanlah kepadaku, semoga Allah mem-balasmu dengan sebaik-baik balasan.
Jawaban
Tidak boleh seorang pria menyetubuhi isterinya setelah melahirkan pada hari-hari nifasnya hingga sempurna 40 hari sejak tanggal kelahiran. Kecuali bila darah nifas berhenti se-belum 40 hari, maka ia boleh menyetubuhinya pada waktu darahnya telah terhenti dan setelah mandi. Jika darah keluar kembali sebelum 40 hari, maka haram menyetubuhinya pada waktu tersebut. Dan ia harus meninggalkan puasa dan shalat hingga sempurna 40 hari atau terhentinya darah, wa billaahit taufiiq. [8]
PERTANYAAN TENTANG MENGGAULI WANITA YANG KANDUNGANNYA KEGUGURAN
Di tengah-tengah kami ada seorang wanita yang keguguran kandungan tanpa sebab; apakah suami meneruskan bercampur ber-samanya secara langsung ataukah berhenti selama 40 hari?
Jawaban
Jika janin telah terbentuk, yaitu tampak anggota tubuhnya berupa tangan, kaki, atau kepala, maka ia haram me-nyetubuhinya selagi darah keluar hingga 40 hari, dan ia boleh me-nyetubuhinya pada saat darah berhenti selama masa-masa 40 hari tersebut setelah mandi. Adapun jika tidak tampak anggota tubuhnya dalam janinnya, maka ia boleh menyetubuhinya walaupun ketika darah tersebut turun, karena tidak dianggap sebagai darah nifas, tetapi darah kotor. Ia tetap mengerjakan shalat dan berpuasa serta suaminya halal menyetubuhinya. Ia harus berwudhu’ pada tiap-tiap shalat. [9]
[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]
_____https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag_____
Foote Note
[1]. HR. Al-Bukhari (no. 291) kitab al-Ghusl, Muslim (no. 348) kitab al-Haidh, an-Nasa-i (no. 191) kitab ath-Thahaarah, Abu Dawud (no. 216) kitab ath-Thahaarah, Ibnu Majah (no. 610) kitab ath-Thahaarah wa Sunanuhaa, Ahmad (no. 9733) ad-Darimi (no. 761) kitab ath-Thahaarah.
[2]. Dinisbatkan oleh penulis buku Fataawaa al-‘Ulamaa’ fii ‘Isratin Nisaa’ (hal. 36) kepada Majmuu’ Rasaa-il, karya Syaikh al-‘Utsaimin.
[3]. HR. Muslim (no. 349) kitab al-Haidh, at-Tirmidzi (no. 108) kitab ath-Thahaarah, Ibnu Majah (no. 608) kitab ath-Thahaarah wa Sunanuhaa, Ahmad (no. 3686), Malik (no. 104) kitab ath-Thahaarah.
[4]. Dinisbatkan oleh penulis kitab Fataawaa al-‘Ulamaa' fii ‘Isyratin Nisaa' (hal. 37), kepada Fataawaa al-Mar-ah.
[5]. Dinisbatkan oleh penulis kitab Fataawaa al-‘Ulamaa' fii ‘Isyratin Nisaa' (hal. 38), kepada Majmuu’ Fataawaa wa Rasaa-il karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin.
[6]. Dinisbatkan oleh penulis buku Fataawaa al-‘Ulamaa' fii ‘Isyratin Nisaa' (hal. 40), kepada Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa'.
[7]. Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa', yang dinukil dari Fataawaa al-‘Ulamaa' fii ‘Isyratin Nisaa' (hal. 41).
[8]. Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa' yang dinukil dari Fataawaa al-‘Ulamaa fii ‘Isyratin Nisaa' (hal. 43).
[9]. Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa' yang dinukil dari Fataawaa al-‘Ulamaa’ fii ‘Isyratin Nisaa' (hal. 44).
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag
Jawaban
Ya, keduanya wajib mandi, baik mengalami orgasme maupun tidak, berdasarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Jika seseorang duduk di antara empat anggota tubuh wanita (menindihnya) kemudian menggaulinya, maka ia wajib mandi."
Dalam lafazh Muslim.
"Walaupun tidak mengalami orgasme (keluar mani)." [1]
Ini menegaskan tentang wajibnya mandi, walaupun tidak mengalami orgasme. Hal ini tidak diketahui oleh banyak manusia. Oleh karena itu mereka wajib menyadari akan hal itu. [2]
PERTANYAAN APAKAH ISTERI WAJIB MANDI?
Apakah isteri saya wajib mandi janabah pada saat dimasuki ketika bersetubuh, tetapi tanpa orgasme dalam rahim. Apakah dia wajib mandi ketika sperma masuk dalam rahimnya, ataukah dia cukup mencuci tubuhnya dan anggota tubuhnya saja?
Jawaban
Ya, dia wajib mandi jika dimasuki walaupun sedikit; berdasarkan hadits:
"Jika seseorang duduk di antara empat anggota tubuh wanita (menindihnya) kemudian menggaulinya, maka ia wajib mandi, meskipun tidak mengalami orgasme."
Dan hadits.
"Jika dua kemaluan telah bertemu, maka wajib mandi." [3]
Demikian pula dia wajib mandi seandainya sperma masuk ke dalam rahim, karena dimasuki dan mengalami orgasme pada umumnya. Tetapi cukup dengan berwudhu’ jika hanya sekedar bersentuhan tanpa memasukinya. [4]
PERTANYAAN TENTANG HUKUM MANDI BAGI SUAMI ISTERI
Seseorang duduk di antara empat enggota tubuh isterinya dan dua kemaluan bersentuhan tanpa memasuki, kemudian orgasme di luar kemaluan, apakah keduanya wajib mandi?
Jawaban
Laki-laki wajib mandi karena telah orgasme. Adapun wanita tidak wajib mandi. Karena syarat wajibnya mandi ialah memasuki. Seperti diketahui bahwa letak khitan ialah pucuk penis hingga sekitar pergelangan penis. Jika memang demikian, maka tidak bisa menyentuh tempat khitan wanita kecuali setelah pucuk penis memasukinya. Karena itu, kita mensyaratkan tentang wajibnya mandi karena persetubuhan bila pucuk kemaluan telah masuk. Disinyalir pada sebagian lafazh (redaksi) hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash:
"Jika dua khitan (atau kemaluan) telah bertemu dan pucuk penis telah masuk, maka wajib mandi." [5]
Pertanyaan : Tentang Hukum Keluarnya Air Kencing Bersama Sisa-Sisa Mani
Seseorang mencampuri isterinya kemudian mandi. Setelah itu, keluar sisa-sisa mani bersama air kencing; apakah dia harus mandi lagi?
Jawaban
Orang yang telah mandi janabah kemudian mani keluar darinya setelah mandi, maka dia sudah cukup dengan mandinya tersebut dan ia tidak wajib mandi lagi. Ia hanya wajib beristinja dan berwudhu’, wa billaahit taufiiq. [6]
PERTANYAAN TENTANG HUKUM MANDI DARI JANABAH
Seorang teman memberitahukanku bahwa jika seorang muslim menyetubuhi isterinya, maka dia harus buang air kecil sebelum mandi. Jika tidak, maka ia masih tetap junub. Karena cairan mani dalam kemaluan tidak bisa dihilangkan kecuali oleh air kencing, sebagaimana yang dia katakan. Lalu apa pendapatmu yang mulia?
Jawaban
Bahkan mandinya telah sah, meskipun tidak buang air kecil. Jika dia buang air kecil setelah itu dan mani keluar sedikit dengan sendirinya atau bersama air kencing tanpa syahwat, maka ia tidak wajib mandi untuk kedua kalinya, tapi cukup beristinja dan berwudhu’, wa billaahit taufiiq.
PERTANYAAN TENTANG MENCAMPURI ISTERI SETELAH MELAHIRKAN
Jika wanita yang hamil melahirkan dan (setelahnya) tidak mengeluarkan darah, apakah suaminya halal untuk menyetubuhinya, dan apakah dia harus shalat dan berpuasa ataukah tidak?
Jawaban
Jika wanita yang hamil melahirkan dan (setelahnya) tidak mengeluarkan darah, maka dia wajib mandi, shalat dan berpuasa, serta suami boleh menyetubuhinya setelah dia mandi. Karena pada umumnya, dalam melahirkan itu darah akan keluar walaupun sedikit, bersama bayi yang dilahirkan atau sesudahnya. [7]
PERTANYAAN TENTANG MENCAMPURI ISTERI BEBERAPA WAKTU SETELAH MELAHIRKAN
Apakah laki-laki boleh menyetubuhi isterinya selang 30 hari atau 25 hari setelah melahirkan, ataukah tidak kecuali setelah 40 hari? Karena saya mendengar sebagian orang mengatakan bahwa itu tergantung kemampuan isteri. Sebagian lainnya mengatakan: “Harus sempurna 40 hari.” Saya tidak tahu mana yang paling benar. Oleh karena itu, beritahukanlah kepadaku, semoga Allah mem-balasmu dengan sebaik-baik balasan.
Jawaban
Tidak boleh seorang pria menyetubuhi isterinya setelah melahirkan pada hari-hari nifasnya hingga sempurna 40 hari sejak tanggal kelahiran. Kecuali bila darah nifas berhenti se-belum 40 hari, maka ia boleh menyetubuhinya pada waktu darahnya telah terhenti dan setelah mandi. Jika darah keluar kembali sebelum 40 hari, maka haram menyetubuhinya pada waktu tersebut. Dan ia harus meninggalkan puasa dan shalat hingga sempurna 40 hari atau terhentinya darah, wa billaahit taufiiq. [8]
PERTANYAAN TENTANG MENGGAULI WANITA YANG KANDUNGANNYA KEGUGURAN
Di tengah-tengah kami ada seorang wanita yang keguguran kandungan tanpa sebab; apakah suami meneruskan bercampur ber-samanya secara langsung ataukah berhenti selama 40 hari?
Jawaban
Jika janin telah terbentuk, yaitu tampak anggota tubuhnya berupa tangan, kaki, atau kepala, maka ia haram me-nyetubuhinya selagi darah keluar hingga 40 hari, dan ia boleh me-nyetubuhinya pada saat darah berhenti selama masa-masa 40 hari tersebut setelah mandi. Adapun jika tidak tampak anggota tubuhnya dalam janinnya, maka ia boleh menyetubuhinya walaupun ketika darah tersebut turun, karena tidak dianggap sebagai darah nifas, tetapi darah kotor. Ia tetap mengerjakan shalat dan berpuasa serta suaminya halal menyetubuhinya. Ia harus berwudhu’ pada tiap-tiap shalat. [9]
[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]
_____https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag_____
Foote Note
[1]. HR. Al-Bukhari (no. 291) kitab al-Ghusl, Muslim (no. 348) kitab al-Haidh, an-Nasa-i (no. 191) kitab ath-Thahaarah, Abu Dawud (no. 216) kitab ath-Thahaarah, Ibnu Majah (no. 610) kitab ath-Thahaarah wa Sunanuhaa, Ahmad (no. 9733) ad-Darimi (no. 761) kitab ath-Thahaarah.
[2]. Dinisbatkan oleh penulis buku Fataawaa al-‘Ulamaa’ fii ‘Isratin Nisaa’ (hal. 36) kepada Majmuu’ Rasaa-il, karya Syaikh al-‘Utsaimin.
[3]. HR. Muslim (no. 349) kitab al-Haidh, at-Tirmidzi (no. 108) kitab ath-Thahaarah, Ibnu Majah (no. 608) kitab ath-Thahaarah wa Sunanuhaa, Ahmad (no. 3686), Malik (no. 104) kitab ath-Thahaarah.
[4]. Dinisbatkan oleh penulis kitab Fataawaa al-‘Ulamaa' fii ‘Isyratin Nisaa' (hal. 37), kepada Fataawaa al-Mar-ah.
[5]. Dinisbatkan oleh penulis kitab Fataawaa al-‘Ulamaa' fii ‘Isyratin Nisaa' (hal. 38), kepada Majmuu’ Fataawaa wa Rasaa-il karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin.
[6]. Dinisbatkan oleh penulis buku Fataawaa al-‘Ulamaa' fii ‘Isyratin Nisaa' (hal. 40), kepada Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa'.
[7]. Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa', yang dinukil dari Fataawaa al-‘Ulamaa' fii ‘Isyratin Nisaa' (hal. 41).
[8]. Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa' yang dinukil dari Fataawaa al-‘Ulamaa fii ‘Isyratin Nisaa' (hal. 43).
[9]. Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa' yang dinukil dari Fataawaa al-‘Ulamaa’ fii ‘Isyratin Nisaa' (hal. 44).
Kategori Wanita : Thaharah Mandinya Seorang Perempuan Yang Menyanggul Rambutnya
MANDINYA SEORANG PEREMPUAN YANG MENYANGGUL RAMBUTNYA
Pertanyaan.
Bagaimana menurut pendapat ulama mengenai wanita setelah masa haidh atau nifas kemudian mandi besar tanpa membuka sanggul atau kepang rambutnya?
Ini berdasarkan hadits: Telah berkata Ummu Salamah kepada Nabi: "Saya ini seorang perempuan yang menyanggul rambut. Lantaran itu, apakah saya harus membuka sanggul itu bagi mandi haidh atau janabat?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak usah, tetapi cukuplah engkau menyiram kepalamu tiga kali, engkau sudah bersih". [HR Muslim]
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Jawab:
Hadits yang ditanyakan berbunyi:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ قَالَ: لاَ إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ
"Dari Ummu Salamah, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: Aku berkata: "Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya aku seorang wanita yang sangat baik mengepang rambutku. Lalu apakah aku melepasnya untuk mandi janabah?" Beliau menjawab: "Tidak usah, cukuplah bagimu menuangkan air ke kepalamu tiga kali caukan, kemudian basahilah tubuhnya dengan air, maka engkau telah bersuci". [HR Muslim]
Memang Imam Muslim menyampaikan perbedaan riwayat dalam hal ini. Beliau katakan:
وَفِي حَدِيثِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ فَأَنْقُضُهُ لِلْحَيْضَةِ وَالْجَنَابَةِ
"Dalam hadits Abdur-Razaq, berbunyi: "Apakah aku lepas karena haidh dan junub?"
Tentang hadits ini, Imam Muslim menjelaskan, di dalam sanadnya terdapat Ayyub bin Musa yang diambil riwayatnya oleh Sufyan bin 'Uyainah, Ruh bin al Qasim dan Sufyan ats-Tsauri. Sufyan bin 'Uyainah dan Ruh bin al Qasim meriwayatkan darinya, tanpa tambahan kata (الْحَيْضَةَ).
Sedangkan Sufyan ats-Tsauri diriwayatkan darinya oleh Abdur-Razaq dan Yazid bin Zurai'. Yazid sendiri meriwayatkan hadits ini dari ats-Tsauri, juga tanpa tambahan kata tersebut. Sehingga Abdur-Razaq menyelisihi Yazid dan para perawi tsiqah lainnya yang tidak meriwayatkan tambahan ini. Karena itu, Ibnul Qayyim menghukumi tambahan kata ini syadz (lemah karena menyelisihi yang lebih shahih). Demikian juga Syaikh Mushthofa al 'Adawi di dalam Jami' AhkamuNisaa' (1/109).
Hadits Ummu Salamah ini jelas menunjukkan tidak wajib melepas ikatan rambut atau kepang rambut atau sanggul ketika seorang wanita mandi dari janabat. Demikianlah yang diamalkan dipahami oleh para ulama.
Imam at-Tirmidzi mengatakan: "Demikian inilah yang diamalkan dipahami oleh para ulama. Yaitu bila seorang wanita mandi dari janabat, lalu tidak melepas kepang rambutnya, maka mandinya sah setelah menyiram air ke atas kepalanya".[1]
Ibnul Qayyim berkata: "Hadits Ummu Salamah ini menunjukkan, bahwa wanita tidak wajib melepas kepang rambutnya untuk mandi janabat. Dan ini telah disepakati para ulama, kecuali yang dikisahkan dari 'Abdullah bin 'Amru dan Ibrahim an-Nakha'i. Bahwasanya keduanya mengatakan, wanita harus melepasnya. Namun (demikian), tidak diketahui adanya kesepakatan di antara keduanya. 'Aisyah sendiri mengingkari pendapat 'Abdullah dan berkata: 'Aneh sekali Ibnu 'Amru ini. (Dia) memerintahkan wanita bila mandi untuk melepas kepang rambutnya. Sekaligus saja ia perintahkan para wanita untuk mencukur gundul kepala mereka. Aku, dulu, pernah mandi bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari satu bejana. Aku menyiramkan air ke kepalaku tidak lebih dari tiga kali'." [HR Muslim][2]
Ibnu Hazm mengatakan: "Wanita tidak wajib menyela-nyela rambut ubun-ubunnya atau (melepas) kepangnya pada mandi janabat saja".[3]
Asy-Syaukani mengatakan: "Hadits ini menunjukkan, tidak wajibnya wanita melepas kepang rambutnya".[4]
Ash-Shan'ani mengatakan: "Hadits ini sebagai dalil yang menunjukan, tidak wajibnya bagi wanita melepas kepang rambutnya pada waktu mandi dari janabat dan haidh".
Kesimpulannya :Para ulama hampir sepakat, tidak wajibnya wanita melepas kepang rambutnya pada waktu mandi janabat, selama air bisa sampai ke dasar kepala. Dan yang masih menjadi perbedaan pendapat, yaitu dalam masalah mandi setelah selesai haidh. Yang rajih adalah tidak wajib, sebagaimana pendapat madzhab Syafi'i dan Syaikh Mush-thafa al 'Adawi di dalam Jami' Ahkamun-Nisaa'. Wallahu a'lam.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun X/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo-Puwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183, Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Sunan at-Tirnidzi (1/176).
[2]. Lihat pernyataan beliau ini dalam catatan kaki di kitab 'Aunul Ma'bud (1/292).
[3]. Al Muhalla (2/37).
[4]. Nailul-Authar (1/250).
Pertanyaan.
Bagaimana menurut pendapat ulama mengenai wanita setelah masa haidh atau nifas kemudian mandi besar tanpa membuka sanggul atau kepang rambutnya?
Ini berdasarkan hadits: Telah berkata Ummu Salamah kepada Nabi: "Saya ini seorang perempuan yang menyanggul rambut. Lantaran itu, apakah saya harus membuka sanggul itu bagi mandi haidh atau janabat?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak usah, tetapi cukuplah engkau menyiram kepalamu tiga kali, engkau sudah bersih". [HR Muslim]
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Jawab:
Hadits yang ditanyakan berbunyi:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ قَالَ: لاَ إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ
"Dari Ummu Salamah, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: Aku berkata: "Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya aku seorang wanita yang sangat baik mengepang rambutku. Lalu apakah aku melepasnya untuk mandi janabah?" Beliau menjawab: "Tidak usah, cukuplah bagimu menuangkan air ke kepalamu tiga kali caukan, kemudian basahilah tubuhnya dengan air, maka engkau telah bersuci". [HR Muslim]
Memang Imam Muslim menyampaikan perbedaan riwayat dalam hal ini. Beliau katakan:
وَفِي حَدِيثِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ فَأَنْقُضُهُ لِلْحَيْضَةِ وَالْجَنَابَةِ
"Dalam hadits Abdur-Razaq, berbunyi: "Apakah aku lepas karena haidh dan junub?"
Tentang hadits ini, Imam Muslim menjelaskan, di dalam sanadnya terdapat Ayyub bin Musa yang diambil riwayatnya oleh Sufyan bin 'Uyainah, Ruh bin al Qasim dan Sufyan ats-Tsauri. Sufyan bin 'Uyainah dan Ruh bin al Qasim meriwayatkan darinya, tanpa tambahan kata (الْحَيْضَةَ).
Sedangkan Sufyan ats-Tsauri diriwayatkan darinya oleh Abdur-Razaq dan Yazid bin Zurai'. Yazid sendiri meriwayatkan hadits ini dari ats-Tsauri, juga tanpa tambahan kata tersebut. Sehingga Abdur-Razaq menyelisihi Yazid dan para perawi tsiqah lainnya yang tidak meriwayatkan tambahan ini. Karena itu, Ibnul Qayyim menghukumi tambahan kata ini syadz (lemah karena menyelisihi yang lebih shahih). Demikian juga Syaikh Mushthofa al 'Adawi di dalam Jami' AhkamuNisaa' (1/109).
Hadits Ummu Salamah ini jelas menunjukkan tidak wajib melepas ikatan rambut atau kepang rambut atau sanggul ketika seorang wanita mandi dari janabat. Demikianlah yang diamalkan dipahami oleh para ulama.
Imam at-Tirmidzi mengatakan: "Demikian inilah yang diamalkan dipahami oleh para ulama. Yaitu bila seorang wanita mandi dari janabat, lalu tidak melepas kepang rambutnya, maka mandinya sah setelah menyiram air ke atas kepalanya".[1]
Ibnul Qayyim berkata: "Hadits Ummu Salamah ini menunjukkan, bahwa wanita tidak wajib melepas kepang rambutnya untuk mandi janabat. Dan ini telah disepakati para ulama, kecuali yang dikisahkan dari 'Abdullah bin 'Amru dan Ibrahim an-Nakha'i. Bahwasanya keduanya mengatakan, wanita harus melepasnya. Namun (demikian), tidak diketahui adanya kesepakatan di antara keduanya. 'Aisyah sendiri mengingkari pendapat 'Abdullah dan berkata: 'Aneh sekali Ibnu 'Amru ini. (Dia) memerintahkan wanita bila mandi untuk melepas kepang rambutnya. Sekaligus saja ia perintahkan para wanita untuk mencukur gundul kepala mereka. Aku, dulu, pernah mandi bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari satu bejana. Aku menyiramkan air ke kepalaku tidak lebih dari tiga kali'." [HR Muslim][2]
Ibnu Hazm mengatakan: "Wanita tidak wajib menyela-nyela rambut ubun-ubunnya atau (melepas) kepangnya pada mandi janabat saja".[3]
Asy-Syaukani mengatakan: "Hadits ini menunjukkan, tidak wajibnya wanita melepas kepang rambutnya".[4]
Ash-Shan'ani mengatakan: "Hadits ini sebagai dalil yang menunjukan, tidak wajibnya bagi wanita melepas kepang rambutnya pada waktu mandi dari janabat dan haidh".
Kesimpulannya :Para ulama hampir sepakat, tidak wajibnya wanita melepas kepang rambutnya pada waktu mandi janabat, selama air bisa sampai ke dasar kepala. Dan yang masih menjadi perbedaan pendapat, yaitu dalam masalah mandi setelah selesai haidh. Yang rajih adalah tidak wajib, sebagaimana pendapat madzhab Syafi'i dan Syaikh Mush-thafa al 'Adawi di dalam Jami' Ahkamun-Nisaa'. Wallahu a'lam.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun X/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo-Puwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183, Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Sunan at-Tirnidzi (1/176).
[2]. Lihat pernyataan beliau ini dalam catatan kaki di kitab 'Aunul Ma'bud (1/292).
[3]. Al Muhalla (2/37).
[4]. Nailul-Authar (1/250).
Kategori Wanita : Wasiat Keutamaan Sabar Menghadapi Cobaan
عَنْ أُمِّ العَلاَءِ قَالَتْ : عَادَنِيْ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا مَرِيْضَةً، فَقَالَ : اَبْشِرِىْ يَا أُمِّ
العَلاَءِ، فَإِنِّ مَرَضَ المُسْلِمِ يُذْ هِِبُ اللَّهُ بِهِ خَطَايَاهُ
كَمَا تُذْ هِبُ النَّارُ خَببَثَ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ
"Dari Ummu Al-Ala', dia berkata :"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjenguk-ku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau berkata. 'Gembirakanlah wahai Ummu Al-Ala'. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak". [1]
Wahai Ukhti Mukminah !
Sudah barang tentu engkau akan menghadapi cobaan di dalam kehidupan dunia ini. Boleh jadi cobaan itu menimpa langsung pada dirimu atau suamimu atau anakmu ataupun anggota keluarga yang lain. Tetapi justru disitulah akan tampak kadar imanmu. Allah menurunkan cobaan kepadamu, agar Dia bisa menguji imanmu, apakah engkau akan sabar ataukah engkau akan marah-marah, dan adakah engkau ridha terhadap takdir Allah ?
Wasiat yang ada dihadapanmu ini disampaikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala menasihati Ummu Al-Ala' Radhiyallahu anha, seraya menjelaskan kepadanya bahwa orang mukmin itu diuji Rabb-nya agar Dia bisa menghapus kesalahan dan dosa-dosanya.
Selagi engkau memperhatikan kandungan Kitab Allah, tentu engkau akan mendapatkan bahwa yang bisa mengambil manfaat dari ayat-ayat dan mengambil nasihat darinya adalah orang-orang yang sabar, sebagaimana firman Allah.
وَمِنْ آيَاتِهِ الْجَوَارِ فِي الْبَحْرِ كَالْأَعْلَامِ إِن يَشَأْ يُسْكِنِ الرِّيحَ فَيَظْلَلْنَ رَوَاكِدَ عَلَىٰ ظَهْرِهِ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
"Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut seperti gunung-gunung. Jikalau Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan) -Nya bagi setiap orang yang bersabar dan banyak bersyukur". [Asy-Syura : 32-33]
Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memuji orang-orang yang sabar dan menyanjung mereka. Firman-Nya.
وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
"Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa". [Al-Baqarah : 177]
Engkau juga akan tahu bahwa orang yang sabar adalah orang-orang yang dicintai Allah, sebagaimana firman-Nya.
وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
"Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar". [Ali Imran : 146]
Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya dan melipat gandakannya tanpa terhitung. Firman-Nya.
وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan". [An-Nahl : 96]
نَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas". [Az-Zumar : 10]
Bahkan engkau akan mengetahui bahwa keberuntungan pada hari kiamat dan keselamatan dari neraka akan mejadi milik orang-orang yang sabar. Firman Allah.
وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ سَلَامٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
"Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan) :'Salamun 'alaikum bima shabartum'. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu" [Ar-Ra'd : 23-24]
Benar. Semua ini merupakan balasan bagi orang-orang yang sabar dalam menghadapi cobaan. Lalu kenapa tidak ? Sedangkan orang mukmin selalu dalam keadaan yang baik ?.
Dari Shuhaib Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Apabila mendapat kelapangan, maka dia bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa kesempitan, maka dia bersabar, dan itu kebaikan baginya". [2]
Engkau harus tahu bahwa Allah mengujimu menurut bobot iman yang engkau miliki. Apabila bobot imanmu berat, Allah akan memberikan cobaan yang lebih keras. Apabila ada kelemahan dalam agamamu, maka cobaan yang diberikan kepadamu juga lebih ringan. Perhatikalah riwayat ini.
"Dari Sa'id bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu, dia berkata. 'Aku pernah bertanya : Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling keras cobaannya ?. Beliau menjawab. Para nabi, kemudian orang pilihan dan orang pilihan lagi. Maka seseorang akan diuji menurut agamanya. Apabila agamanya merupakan (agama) yang kuat, maka cobaannya juga berat. Dan, apabila di dalam agamanya ada kelemahan, maka dia akan diuji menurut agamanya. Tidaklah cobaan menyusahkan seorang hamba sehingga ia meninggalkannya berjalan di atas bumi dan tidak ada satu kesalahan pun pada dirinya".[3]
"Dari Abu Sa'id Al-Khudry Radhiyallahu anhu, dia berkata. 'Aku memasuki tempat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau sedang demam. Lalu kuletakkan tanganku di badan beliau. Maka aku merasakan panas ditanganku di atas selimut. Lalu aku berkata.'Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini pada dirimi'. Beliau berkata :'Begitulah kami (para nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami'. Aku bertanya.'Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya ?. Beliau menjawab. 'Para nabi. Aku bertanya. 'Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi?. Beliau menjawab.'Kemudian orang-orang shalih. Apabila salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, sampai-sampai salah seorang diantara mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan) mantel yang dia himpun. Dan, apabila salah seorang diantara mereka sungguh merasa senang karena cobaan, sebagaimana salah seorang diantara kamu yang senang karena kemewahan". [4]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata. "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu kesalahanpun". [5]
Selagi engkau bertanya :"Mengapa orang mukmin tidak menjadi terbebas karena keutamaannya di sisi Rabb.?".
Dapat kami jawab :"Sebab Rabb kita hendak membersihkan orang Mukmin dari segala maksiat dan dosa-dosanya. Kebaikan-kebaikannya tidak akan tercipta kecuali dengan cara ini. Maka Dia mengujinya sehingga dapat membersihkannya. Inilah yang diterangkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap Ummul 'Ala dan Abdullah bin Mas'ud. Abdullah bin Mas'ud pernah berkata."Aku memasuki tempat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau sedang demam, lalu aku berkata.'Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sungguh menderita demam yang sangat keras'.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata."Benar. Sesungguhnya aku demam layaknya dua orang diantara kamu yang sedang demam".
Abdullah bin Mas'ud berkata."Dengan begitu berarti ada dua pahala bagi engkau ?"
Beliau menjawab. "Benar". Kemudian beliau berkata."Tidaklah seorang muslim menderita sakit karena suatu penyakit dan juga lainnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan penyakit itu, sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-daunnya". [6]
Dari Abi Sa'id Al-Khudry dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma, keduanya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Tidaklah seorang Mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih hingga kekhawatiran yang mengusiknya, melainkan Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya". [7]
Sabar menghadapi sakit, menguasai diri karena kekhawatiran dan emosi, menahan lidahnya agar tidak mengeluh, merupakan bekal bagi orang mukmin dalam perjalanan hidupnya di dunia. Maka dari itu sabar termasuk dari sebagian iman, sama seperti kedudukan kepala bagi badan. Tidak ada iman bagi orang yang tidak sabar, sebagaimana badan yang tidak ada artinya tanpa kepala. Maka Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata. "Kehidupan yang paling baik ialah apabila kita mengetahuinya dengan berbekal kesabaran". Maka andaikata engkau mengetahui tentang pahala dan berbagai cobaan yang telah dijanjikan Allah bagimu, tentu engkau bisa bersabar dalam menghadapi sakit. Perhatikanlah riwayat berikut ini.
"Dari Atha' bin Abu Rabbah, dia berkata. "Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku. 'Maukah kutunjukkan kepadamu seorang wanita penghuni sorga .?. Aku menjawab. 'Ya'. Dia (Ibnu Abbas) berkata. "Wanita berkulit hitam itu pernah mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seraya berkata.'Sesungguhnya aku sakit ayan dan (auratku) terbuka. Maka berdoalah bagi diriku. Beliau berkata.'Apabila engkau menghendaki, maka engkau bisa bersabar dan bagimu adalah sorga. Dan, apabila engkau menghendaki bisa berdo'a sendiri kepada Allah hingga Dia memberimu afiat'. Lalu wanita itu berkata. 'Aku akan bersabar. Wanita itu berkata lagi. 'Sesungguhnya (auratku) terbuka. Maka berdo'alah kepada Allah bagi diriku agar (auratku) tidak terbuka'. Maka beliau pun berdoa bagi wanita tersebut". [8]
Perhatikanlah, ternyata wanita itu memilih untuk bersabar menghadapi penyakitnya dan dia pun masuk sorga. Begitulah yang mestinya engka ketahui, bahwa sabar menghadapi cobaan dunia akan mewariskan sorga. Diantara jenis kesabaran menghadapi cobaan ialah kesabaran wanita muslimah karena diuji kebutaan oleh Rabb-nya. Disini pahalanya jauh lebih besar.
Dari Anas bin Malik, dia berkata."Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Sesungguhnya Allah berfirman.'Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kebutaan) pada kedua matanya lalu dia bersabar, maka Aku akan mengganti kedua matanya itu dengan sorga" [9]
Maka engkau harus mampu menahan diri tatkala sakit dan menyembunyikan cobaan yang menimpamu. Al-Fudhail bin Iyadh pernah mendengar seseorang mengadukan cobaan yang menimpanya. Maka dia berkata kepadanya."Bagaimana mungkin engkau mengadukan yang merahmatimu kepada orang yang tidak memberikan rahmat kepadamu .?"
Sebagian orang Salaf yang shalih berkata :"Barangsiapa yang mengadukan musibah yang menimpanya, seakan-akan dia mengadukan Rabb-nya".
Yang dimaksud mengadukan di sini bukan membeberkan penyakit kepada dokter yang mengobatinya. Tetapi pengaduan itu merupakan gambaran penyesalan dan penderitaan karena mendapat cobaan dari Allah, yang dilontarkan kepada orang yang tidak mampu mengobati, seperti kepada teman atau tetangga.
Orang-orang Salaf yang shalih dari umat kita pernah berkata. "Empat hal termasuk simpanan sorga, yaitu menyembunyikan musibah, menyembunyikan merahasiakan) shadaqah, menyembunyikan kelebihan dan menyembunyikan sakit".
Ukhti Muslimah !
Selanjutnya perhatikan perkataan Ibnu Abdi Rabbah Al-Andalusy : "Asy-Syaibany pernah berkata.'Temanku pernah memberitahukan kepadaku seraya berkata.'Syuraih mendengar tatkala aku mengeluhkan kesedihanku kepada seorang teman. Maka dia memegang tanganku seraya berkata.'Wahai anak saudaraku, janganlah engkau mengeluh kepada selain Allah. Karena orang yang engkau keluhi itu tidak lepas dari kedudukannya sebagai teman atau lawan.
Kalau dia seorang teman, berarti engkau berduka dan tidak bisa memberimu manfaat. Kalau dia seorang lawan, maka dia akan bergembira karena deritamu. Lihatlah salah satu mataku ini,'sambil menunjuk ke arah matanya', demi Allah, dengan mata ini aku tidak pernah bisa melihat seorangpun, tidak pula teman sejak lima tahun yang lalu. Namun aku tidak pernah memberitahukannya kepada seseorang hingga detik ini. Tidakkah engkau mendengar perkataan seorang hamba yang shalih (Yusuf) :"Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku". Maka jadikanlah Allah sebagai tempatmu mengadu tatkala ada musibah yang menimpamu. Sesungguhnya Dia adalah penanggung jawab yang paling mulia dan yang paling dekat untuk dimintai do'a". [Al-Aqdud-Farid, 2/282]
Abud-Darda' Radhiyallahu anhu berkata. "Apabila Allah telah menetapkan suatu taqdir,maka yang paling dicintai-Nya adalah meridhai taqdir-Nya". [Az-Zuhd, Ibnul Mubarak, hal. 125]
Perbaharuilah imanmu dengan lafazh La ilaha illallah dan carilah pahala di sisi Allah karena cobaan yang menimpamu. Janganlah sekali-kali engkau katakan :"Andaikan saja hal ini tidak terjadi", tatkala menghadapi taqdir Allah. Sesungguhnya tidak ada taufik kecuali dari sisi Allah.
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
____https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag, ___
Footnote
[1]. Isnadnya Shahih, ditakhrij Abu Daud, hadits nomor 3092
[2]. Ditakhrij Muslim, 8/125 dalam Az-Zuhud
[3]. Isnadnya shahih,ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 1509, Ibnu Majah, hadits nomor 4023, Ad-Darimy 2/320, Ahmad 1/172
[4]. Ditakhrij Ibnu Majah, hadits nomor 4024, Al-Hakim 4/307, di shahihkan Adz-Dzahaby
[5] Isnadnya Hasan, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 2510. Dia menyatakan, ini hadits hasan shahih, Ahmad 2/287, Al-Hakim 1/346, dishahihkan Adz-Dzahaby
[6]. Ditakhrij Al-Bukhari, 7/149. Muslim 16/127
[7]. Ditakhrij Al-Bukhari 7/148-149, Muslim 16/130
[8]. Ditakhrij Al-Bukhari 7/150. Muslim 16/131]
[9]. Ditakhrij Al-Bukhari 7/151 dalamAth-Thibb. Menurut Al-Hafidz di dalam Al-Fath, yang dimaksud habibatain adalah dua hal yang dicintai. Sebab itu kedua mata merupakan anggota badan manusia yang paling dicintai. Sebab dengan tidak adanya kedua mata, penglihatannya menjadi hilang, sehingga dia tidak dapat melihat kebaikan sehingga membuatnya senang. dan tidak dapat melihat keburukan sehingga dia bisa menghindarinya
"Dari Ummu Al-Ala', dia berkata :"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjenguk-ku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau berkata. 'Gembirakanlah wahai Ummu Al-Ala'. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak". [1]
Wahai Ukhti Mukminah !
Sudah barang tentu engkau akan menghadapi cobaan di dalam kehidupan dunia ini. Boleh jadi cobaan itu menimpa langsung pada dirimu atau suamimu atau anakmu ataupun anggota keluarga yang lain. Tetapi justru disitulah akan tampak kadar imanmu. Allah menurunkan cobaan kepadamu, agar Dia bisa menguji imanmu, apakah engkau akan sabar ataukah engkau akan marah-marah, dan adakah engkau ridha terhadap takdir Allah ?
Wasiat yang ada dihadapanmu ini disampaikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala menasihati Ummu Al-Ala' Radhiyallahu anha, seraya menjelaskan kepadanya bahwa orang mukmin itu diuji Rabb-nya agar Dia bisa menghapus kesalahan dan dosa-dosanya.
Selagi engkau memperhatikan kandungan Kitab Allah, tentu engkau akan mendapatkan bahwa yang bisa mengambil manfaat dari ayat-ayat dan mengambil nasihat darinya adalah orang-orang yang sabar, sebagaimana firman Allah.
وَمِنْ آيَاتِهِ الْجَوَارِ فِي الْبَحْرِ كَالْأَعْلَامِ إِن يَشَأْ يُسْكِنِ الرِّيحَ فَيَظْلَلْنَ رَوَاكِدَ عَلَىٰ ظَهْرِهِ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
"Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut seperti gunung-gunung. Jikalau Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan) -Nya bagi setiap orang yang bersabar dan banyak bersyukur". [Asy-Syura : 32-33]
Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memuji orang-orang yang sabar dan menyanjung mereka. Firman-Nya.
وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
"Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa". [Al-Baqarah : 177]
Engkau juga akan tahu bahwa orang yang sabar adalah orang-orang yang dicintai Allah, sebagaimana firman-Nya.
وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
"Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar". [Ali Imran : 146]
Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya dan melipat gandakannya tanpa terhitung. Firman-Nya.
وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan". [An-Nahl : 96]
نَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas". [Az-Zumar : 10]
Bahkan engkau akan mengetahui bahwa keberuntungan pada hari kiamat dan keselamatan dari neraka akan mejadi milik orang-orang yang sabar. Firman Allah.
وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ سَلَامٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
"Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan) :'Salamun 'alaikum bima shabartum'. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu" [Ar-Ra'd : 23-24]
Benar. Semua ini merupakan balasan bagi orang-orang yang sabar dalam menghadapi cobaan. Lalu kenapa tidak ? Sedangkan orang mukmin selalu dalam keadaan yang baik ?.
Dari Shuhaib Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Apabila mendapat kelapangan, maka dia bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa kesempitan, maka dia bersabar, dan itu kebaikan baginya". [2]
Engkau harus tahu bahwa Allah mengujimu menurut bobot iman yang engkau miliki. Apabila bobot imanmu berat, Allah akan memberikan cobaan yang lebih keras. Apabila ada kelemahan dalam agamamu, maka cobaan yang diberikan kepadamu juga lebih ringan. Perhatikalah riwayat ini.
"Dari Sa'id bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu, dia berkata. 'Aku pernah bertanya : Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling keras cobaannya ?. Beliau menjawab. Para nabi, kemudian orang pilihan dan orang pilihan lagi. Maka seseorang akan diuji menurut agamanya. Apabila agamanya merupakan (agama) yang kuat, maka cobaannya juga berat. Dan, apabila di dalam agamanya ada kelemahan, maka dia akan diuji menurut agamanya. Tidaklah cobaan menyusahkan seorang hamba sehingga ia meninggalkannya berjalan di atas bumi dan tidak ada satu kesalahan pun pada dirinya".[3]
"Dari Abu Sa'id Al-Khudry Radhiyallahu anhu, dia berkata. 'Aku memasuki tempat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau sedang demam. Lalu kuletakkan tanganku di badan beliau. Maka aku merasakan panas ditanganku di atas selimut. Lalu aku berkata.'Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini pada dirimi'. Beliau berkata :'Begitulah kami (para nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami'. Aku bertanya.'Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya ?. Beliau menjawab. 'Para nabi. Aku bertanya. 'Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi?. Beliau menjawab.'Kemudian orang-orang shalih. Apabila salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, sampai-sampai salah seorang diantara mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan) mantel yang dia himpun. Dan, apabila salah seorang diantara mereka sungguh merasa senang karena cobaan, sebagaimana salah seorang diantara kamu yang senang karena kemewahan". [4]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata. "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu kesalahanpun". [5]
Selagi engkau bertanya :"Mengapa orang mukmin tidak menjadi terbebas karena keutamaannya di sisi Rabb.?".
Dapat kami jawab :"Sebab Rabb kita hendak membersihkan orang Mukmin dari segala maksiat dan dosa-dosanya. Kebaikan-kebaikannya tidak akan tercipta kecuali dengan cara ini. Maka Dia mengujinya sehingga dapat membersihkannya. Inilah yang diterangkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap Ummul 'Ala dan Abdullah bin Mas'ud. Abdullah bin Mas'ud pernah berkata."Aku memasuki tempat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau sedang demam, lalu aku berkata.'Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sungguh menderita demam yang sangat keras'.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata."Benar. Sesungguhnya aku demam layaknya dua orang diantara kamu yang sedang demam".
Abdullah bin Mas'ud berkata."Dengan begitu berarti ada dua pahala bagi engkau ?"
Beliau menjawab. "Benar". Kemudian beliau berkata."Tidaklah seorang muslim menderita sakit karena suatu penyakit dan juga lainnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan penyakit itu, sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-daunnya". [6]
Dari Abi Sa'id Al-Khudry dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma, keduanya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Tidaklah seorang Mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih hingga kekhawatiran yang mengusiknya, melainkan Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya". [7]
Sabar menghadapi sakit, menguasai diri karena kekhawatiran dan emosi, menahan lidahnya agar tidak mengeluh, merupakan bekal bagi orang mukmin dalam perjalanan hidupnya di dunia. Maka dari itu sabar termasuk dari sebagian iman, sama seperti kedudukan kepala bagi badan. Tidak ada iman bagi orang yang tidak sabar, sebagaimana badan yang tidak ada artinya tanpa kepala. Maka Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata. "Kehidupan yang paling baik ialah apabila kita mengetahuinya dengan berbekal kesabaran". Maka andaikata engkau mengetahui tentang pahala dan berbagai cobaan yang telah dijanjikan Allah bagimu, tentu engkau bisa bersabar dalam menghadapi sakit. Perhatikanlah riwayat berikut ini.
"Dari Atha' bin Abu Rabbah, dia berkata. "Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku. 'Maukah kutunjukkan kepadamu seorang wanita penghuni sorga .?. Aku menjawab. 'Ya'. Dia (Ibnu Abbas) berkata. "Wanita berkulit hitam itu pernah mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seraya berkata.'Sesungguhnya aku sakit ayan dan (auratku) terbuka. Maka berdoalah bagi diriku. Beliau berkata.'Apabila engkau menghendaki, maka engkau bisa bersabar dan bagimu adalah sorga. Dan, apabila engkau menghendaki bisa berdo'a sendiri kepada Allah hingga Dia memberimu afiat'. Lalu wanita itu berkata. 'Aku akan bersabar. Wanita itu berkata lagi. 'Sesungguhnya (auratku) terbuka. Maka berdo'alah kepada Allah bagi diriku agar (auratku) tidak terbuka'. Maka beliau pun berdoa bagi wanita tersebut". [8]
Perhatikanlah, ternyata wanita itu memilih untuk bersabar menghadapi penyakitnya dan dia pun masuk sorga. Begitulah yang mestinya engka ketahui, bahwa sabar menghadapi cobaan dunia akan mewariskan sorga. Diantara jenis kesabaran menghadapi cobaan ialah kesabaran wanita muslimah karena diuji kebutaan oleh Rabb-nya. Disini pahalanya jauh lebih besar.
Dari Anas bin Malik, dia berkata."Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Sesungguhnya Allah berfirman.'Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kebutaan) pada kedua matanya lalu dia bersabar, maka Aku akan mengganti kedua matanya itu dengan sorga" [9]
Maka engkau harus mampu menahan diri tatkala sakit dan menyembunyikan cobaan yang menimpamu. Al-Fudhail bin Iyadh pernah mendengar seseorang mengadukan cobaan yang menimpanya. Maka dia berkata kepadanya."Bagaimana mungkin engkau mengadukan yang merahmatimu kepada orang yang tidak memberikan rahmat kepadamu .?"
Sebagian orang Salaf yang shalih berkata :"Barangsiapa yang mengadukan musibah yang menimpanya, seakan-akan dia mengadukan Rabb-nya".
Yang dimaksud mengadukan di sini bukan membeberkan penyakit kepada dokter yang mengobatinya. Tetapi pengaduan itu merupakan gambaran penyesalan dan penderitaan karena mendapat cobaan dari Allah, yang dilontarkan kepada orang yang tidak mampu mengobati, seperti kepada teman atau tetangga.
Orang-orang Salaf yang shalih dari umat kita pernah berkata. "Empat hal termasuk simpanan sorga, yaitu menyembunyikan musibah, menyembunyikan merahasiakan) shadaqah, menyembunyikan kelebihan dan menyembunyikan sakit".
Ukhti Muslimah !
Selanjutnya perhatikan perkataan Ibnu Abdi Rabbah Al-Andalusy : "Asy-Syaibany pernah berkata.'Temanku pernah memberitahukan kepadaku seraya berkata.'Syuraih mendengar tatkala aku mengeluhkan kesedihanku kepada seorang teman. Maka dia memegang tanganku seraya berkata.'Wahai anak saudaraku, janganlah engkau mengeluh kepada selain Allah. Karena orang yang engkau keluhi itu tidak lepas dari kedudukannya sebagai teman atau lawan.
Kalau dia seorang teman, berarti engkau berduka dan tidak bisa memberimu manfaat. Kalau dia seorang lawan, maka dia akan bergembira karena deritamu. Lihatlah salah satu mataku ini,'sambil menunjuk ke arah matanya', demi Allah, dengan mata ini aku tidak pernah bisa melihat seorangpun, tidak pula teman sejak lima tahun yang lalu. Namun aku tidak pernah memberitahukannya kepada seseorang hingga detik ini. Tidakkah engkau mendengar perkataan seorang hamba yang shalih (Yusuf) :"Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku". Maka jadikanlah Allah sebagai tempatmu mengadu tatkala ada musibah yang menimpamu. Sesungguhnya Dia adalah penanggung jawab yang paling mulia dan yang paling dekat untuk dimintai do'a". [Al-Aqdud-Farid, 2/282]
Abud-Darda' Radhiyallahu anhu berkata. "Apabila Allah telah menetapkan suatu taqdir,maka yang paling dicintai-Nya adalah meridhai taqdir-Nya". [Az-Zuhd, Ibnul Mubarak, hal. 125]
Perbaharuilah imanmu dengan lafazh La ilaha illallah dan carilah pahala di sisi Allah karena cobaan yang menimpamu. Janganlah sekali-kali engkau katakan :"Andaikan saja hal ini tidak terjadi", tatkala menghadapi taqdir Allah. Sesungguhnya tidak ada taufik kecuali dari sisi Allah.
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
____https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag, ___
Footnote
[1]. Isnadnya Shahih, ditakhrij Abu Daud, hadits nomor 3092
[2]. Ditakhrij Muslim, 8/125 dalam Az-Zuhud
[3]. Isnadnya shahih,ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 1509, Ibnu Majah, hadits nomor 4023, Ad-Darimy 2/320, Ahmad 1/172
[4]. Ditakhrij Ibnu Majah, hadits nomor 4024, Al-Hakim 4/307, di shahihkan Adz-Dzahaby
[5] Isnadnya Hasan, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 2510. Dia menyatakan, ini hadits hasan shahih, Ahmad 2/287, Al-Hakim 1/346, dishahihkan Adz-Dzahaby
[6]. Ditakhrij Al-Bukhari, 7/149. Muslim 16/127
[7]. Ditakhrij Al-Bukhari 7/148-149, Muslim 16/130
[8]. Ditakhrij Al-Bukhari 7/150. Muslim 16/131]
[9]. Ditakhrij Al-Bukhari 7/151 dalamAth-Thibb. Menurut Al-Hafidz di dalam Al-Fath, yang dimaksud habibatain adalah dua hal yang dicintai. Sebab itu kedua mata merupakan anggota badan manusia yang paling dicintai. Sebab dengan tidak adanya kedua mata, penglihatannya menjadi hilang, sehingga dia tidak dapat melihat kebaikan sehingga membuatnya senang. dan tidak dapat melihat keburukan sehingga dia bisa menghindarinya
Kategori Wanita : Wasiat Wasiat Sebelum Tidur
قَالَ عَلِيٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهَا السَّلاَمُ
شَكَتْ مَاتَلْقَى مِنْ أَثَرِالرَّحَى فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْيٌ، فَاْنَطَلَقَتْ فَلَمْ تَجِدْهُ، فَوَجَدَتْ
عَائِشَةَ، فَأَخْبَرَتْهَا، فَلَمَّا جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ عَائِشَةُ بِمَجِِئِ فَاطِمَةَ فَجَاءَ
النَّبِىُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْنَا، وَقَدْ اَخَذْنَا
مَضَا جِعَنَا، فَذَ هَبْتُ لاِقُوْمَ، فَقَالَ : عَلَى مَكَا نِكُمَا،
فَقَعَدَ بَيْنَنَا، حَتَّى وَجَدْتُ بُرْدَ قَدَمَيْهِ عَلَى صَدْرِى،
وَقَالَ : أَلاَ أُعَلِّمُكُمَا خَيْرًا مِمَّا سَأَلْتُمَانِى؟! إِذَا
أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا، تُكَبِّرَا أَرْبَعًا وَ ثَلاَثِيْنَ،
وَتُسَبِّحَاثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ، وَتَحْمَدَا ثَلاَثَةً وَثَلاَثِيْنَ،
فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ.
"Ali berkata, Fathimah mengeluhkan bekas alat penggiling yang dialaminya. Lalu pada saat itu ada seorang tawanan yang mendatangai Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka Fathimah bertolak, namun tidak bertemu dengan beliau. Dia mendapatkan Aisyah. Lalu dia mengabarkan kepadanya. Tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba, Aisyah mengabarkan kedatangan Fathimah kepada beliau. Lalu beliau mendatangi kami, yang kala itu kami hendak berangkat tidur. Lalu aku siap berdiri, namun beliau berkata. 'Tetaplah di tempatmu'. Lalu beliau duduk di tengah kami, sehingga aku bisa merasakan dinginnya kedua telapak kaki beliau di dadaku. Beliau berkata. 'Ketahuilah, akan kuajarkan kepadamu sesuatu yang lebih baik dari pada apa yang engkau minta kepadaku. Apabila engkau hendak tidur, maka bertakbirlah tiga puluh empat kali, bertasbihlah tiga puluh tiga kali, dan bertahmidlah tiga puluh tiga kali, maka itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu". [1]
Wahai Ukhti Muslimah !
Inilah wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bagi putrinya yang suci, Fathimah, seorang pemuka para wanita penghuni sorga. Maka marilah kita mempelajari apa yang bermanfa'at bagi kehidupan dunia dan akhirat kita dari wasiat ini.
Fathimah merasa capai karena banyaknya pekerjaan yang harus ditanganinya, berupa pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, terutama pengaruh alat penggiling. Maka dia pun pergi menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta seorang pembantu, yakni seorang wanita yang bisa membantunya.
Tatkala Fathimah memasuki rumah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dia tidak mendapatkan beliau. Dia hanya mendapatkan Aisyah, Ummul Mukminin. Lalu Fathimah menyebutkan keperluannya kepada Aisyah. Tatkala beliau tiba, Aisyah mengabarkan urusan Fathimah.
Beliau mempertimbangkan permintaan Fathimah. Dan, memang beliau mempunyai beberapa orang tawanan perang, ada pula dari kaum wanitanya. Tetapi tawanan-tawanan ini akan dijual, dan hasilnya akan disalurkan kepada orang-orang Muslim yang fakir, yang tidak mempunyai tempat tinggal dan makanan kecuali dari apa yang diberikan Rasulullah. Lalu beliau pergi ke rumah Ali, suami Fathimah, yang saat itu keduanya siap hendak tidur. Beliau masuk rumah Ali dan Fathimah setelah meminta ijin dari keduanya. Tatkala beliau masuk, keduanya bermaksud hendak berdiri, namun beliau berkata. "Tetaplah engkau di tempatmu". "Telah dikabarkan kepadaku bahwa engkau datang untuk meminta. Lalu apakah keperluanmu?".
Fathimah menjawab."Ada kabar yang kudengar bahwa beberapa pembantu telah datang kepada engkau. Maka aku ingin agar engkau memberiku seorang pembantu untuk membantuku membuat roti dan adonannya. Karena hal ini sangat berat bagiku".
Beliau berkata. "mengapa engkau tidak datang meminta yang lebih engkau sukai atau lebih baik dari hal itu ?". Kemudian beliau memberi isyarat kepada keduanya, bahwa jika keduanya hendak tidur, hendaklah bertasbih kepada Allah, bertakbir dan bertahmid dengan bilangan tertentu yang disebutkan kepada keduanya. Lalu akhirnya beliau berkata. "Itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu".
Ali tidak melupakan wasiat ini, hingga setelah istrinya meninggal. Hal ini dikatakan Ibnu Abi Laila. "Ali berkata, 'Semenjak aku mendengar dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, aku tidak pernah meninggalkan wasiat itu".
Ada yang bertanya. "Tidak pula pada malam perang Shiffin ?".
Ali menjawab. "Tidak pula pada malam perang Shiffin". [2]
Boleh jadi engkau bertanya-tanya apa hubungan antara pembantu yang diminta Fathimah dan dzikir ?
Hubungan keduanya sangat jelas bagi orang yang memiliki hati atau pikiran yang benar-benar sadar. Sebab dzikir bisa memberikan kekuatan kepada orang yang melakukannya. Bahkan kadang-kadang dia bisa melakukan sesuatu yang tidak pernah dibayangkan. Di antara manfaat dzikir adalah.
1. Menghilangkan duka dan kekhawatiran dari hati.
2. Mendatangkan kegembiraan dan keceriaan bagi hati.
3. Memberikan rasa nyaman dan kehormatan.
4. Membersihkan hati dari karat, yaitu berupa lalai dan hawa nafsu.
Boleh jadi engkau juga bertanya-tanya, ada dzikir-dzikir lain yang bisa dibaca sebelum tidur selain ini. Lalu mana yang lebih utama .? Pertanyaan ini dijawab oleh Al-Qady Iyadh : "Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beberapa dzikir sebelum berangkat tidur, yang bisa dipilih menurut kondisi, situasi dan orang yang mengucapkannya. Dalam semua dzikir itu terdapat keutamaan".
Secara umum wasiat ini mempunyai faidah yang agung dan banyak manfaat serta kebaikannya. Inilah yang disebutkan oleh sebagian ulama :
Pertama : Menurut Ibnu Baththal, di dalam hadits ini terkandung hujjah bagi keutamaan kemiskinan daripada kekayaan. Andaikata kekayaan lebih utama daripada kemiskinan, tentu beliau akan memberikan pembantu kepada Ali dan Fathimah. Dzikir yang diajarkan beliau dan tidak memberikan pembantu kepada keduanya, bisa diketahui bahwa beliau memilihkan yang lebih utama di sisi Allah bagi keduanya.
Pendapat ini disanggah oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar. Menurutnya, hal ini bisa berlaku jika beliau mempunyai lebihan pembantu. Sementara sudah disebutkan dalam pengabaran di atas bahwa beliau merasa perlu untuk menjual para tawanan itu untuk menafkahi orang-orang miskin. Maka menurut Iyadh, tidak ada sisi pembuktian dengan hadits ini bahwa orang miskin lebih utama daripada orang kaya.
Ada perbedaan pendapat mengenai makna kebaikan dalam pengabaran ini. Iyadh berkata. "Menurut zhahirnya, beliau hendak mengajarkan bahwa amal akhirat lebih utama daripada urusan dunia, seperti apapun keadaannya. Beliau membatasi pada hal itu, karena tidak memungkinkan bagi beliau untuk memberikan pembantu. Kemudian beliau mengajarkan dzikir itu, yang bisa mendatangkan pahala yang lebih utama daripada apa yang diminta keduanya".
Menurut Al-Qurthuby, beliau mengajarkan dzikir kepada keduanya, agar ia menjadi pengganti dari do'a tatkala keduanya dikejar kebutuhan, atau karena itulah yang lebih beliau sukai bagi putrinya, sebagaimana hal itu lebih beliau sukai bagi dirinya, sehingga kesulitannya bisa tertanggulangi dengan kesabaran, dan yang lebih penting lagi, karena berharap mendapat pahala.
Kedua : Disini dapat disimpulkan tentang upaya mendahulukan pencari ilmu daripada yang lain terhadap hak seperlima harta rampasan perang.
Ketiga : Hendaklah seseorang menanggung sendiri beban keluarganya dan lebih mementingkan akhirat daripada dunia kalau memang dia memiliki kemampuan untuk itu.
Keempat : Di dalam hadits ini terkandung pujian yang nyata bagi Ali dan Fathimah.
Kelima : Seperti itu pula gambaran kehidupan orang-orang salaf yang shalih, mayoritas para nabi dan walinya.
Keenam : Disini terkandung pelajaran sikap lemah lembut dan mengasihi anak putri dan menantu, tanpa harus merepotkan keduanya dan membiarkan keduanya pada posisi berbaring seperti semula. Bahkan beliau menyusupkan kakinya yang mulia di antara keduanya, lalu beliau mengajarkan dzikir, sebagai ganti dari pembantu yang diminta.
Ketujuh : Orang yang banyak dzikir sebelum berangkat tidur, tidak akan merasa letih. Sebab Fathimah mengeluh letih karena bekerja. Lalu beliau mengajarkan dzikir itu. Begitulah yang disimpulkan Ibnu Taimiyah. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata. "Pendapat ini perlu diteliti lagi. Dzikir tidak menghilangkan letih. Tetapi hal ini bisa ditakwil bahwa orang yang banyak berdzikir, tidak akan merasa mendapat madharat karena kerjanya yang banyak dan tidak merasa sulit, meskipun rasa letih itu tetap ada".
Begitulah wahai Ukhti Muslimah, wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang disampaikan kepada salah seorang pemimpin penghuni sorga, Fathimah, yaitu berupa kesabaran yang baik. Perhatikanlah bagaimana seorang putri Nabi dan istri seorang shahabat yang mulia, harus menggiling, membuat adonan roti dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangganya. Maka mengapa engkau tidak menirunya ?
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
_____https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag, __
Footnote
[1]. Hadits Shahih, ditakhrij Al-Bukhari 4/102, Muslim 17/45, Abu Dawud hadits nomor 5062, At-Tirmidzi hadits nomor 3469, Ahmad 1/96, Al-Baihaqy 7/293
[2]. Ditakhrij Muslim 17/46. Yang dimaksud perang Shiffin di sini adalah perang antara pihak Ali dan Mu'awiyah di Shiffin, suatu daerah antara Irak dan Syam. Kedua belah pihak berada di sana beberapa bulan
"Ali berkata, Fathimah mengeluhkan bekas alat penggiling yang dialaminya. Lalu pada saat itu ada seorang tawanan yang mendatangai Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka Fathimah bertolak, namun tidak bertemu dengan beliau. Dia mendapatkan Aisyah. Lalu dia mengabarkan kepadanya. Tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba, Aisyah mengabarkan kedatangan Fathimah kepada beliau. Lalu beliau mendatangi kami, yang kala itu kami hendak berangkat tidur. Lalu aku siap berdiri, namun beliau berkata. 'Tetaplah di tempatmu'. Lalu beliau duduk di tengah kami, sehingga aku bisa merasakan dinginnya kedua telapak kaki beliau di dadaku. Beliau berkata. 'Ketahuilah, akan kuajarkan kepadamu sesuatu yang lebih baik dari pada apa yang engkau minta kepadaku. Apabila engkau hendak tidur, maka bertakbirlah tiga puluh empat kali, bertasbihlah tiga puluh tiga kali, dan bertahmidlah tiga puluh tiga kali, maka itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu". [1]
Wahai Ukhti Muslimah !
Inilah wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bagi putrinya yang suci, Fathimah, seorang pemuka para wanita penghuni sorga. Maka marilah kita mempelajari apa yang bermanfa'at bagi kehidupan dunia dan akhirat kita dari wasiat ini.
Fathimah merasa capai karena banyaknya pekerjaan yang harus ditanganinya, berupa pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, terutama pengaruh alat penggiling. Maka dia pun pergi menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta seorang pembantu, yakni seorang wanita yang bisa membantunya.
Tatkala Fathimah memasuki rumah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dia tidak mendapatkan beliau. Dia hanya mendapatkan Aisyah, Ummul Mukminin. Lalu Fathimah menyebutkan keperluannya kepada Aisyah. Tatkala beliau tiba, Aisyah mengabarkan urusan Fathimah.
Beliau mempertimbangkan permintaan Fathimah. Dan, memang beliau mempunyai beberapa orang tawanan perang, ada pula dari kaum wanitanya. Tetapi tawanan-tawanan ini akan dijual, dan hasilnya akan disalurkan kepada orang-orang Muslim yang fakir, yang tidak mempunyai tempat tinggal dan makanan kecuali dari apa yang diberikan Rasulullah. Lalu beliau pergi ke rumah Ali, suami Fathimah, yang saat itu keduanya siap hendak tidur. Beliau masuk rumah Ali dan Fathimah setelah meminta ijin dari keduanya. Tatkala beliau masuk, keduanya bermaksud hendak berdiri, namun beliau berkata. "Tetaplah engkau di tempatmu". "Telah dikabarkan kepadaku bahwa engkau datang untuk meminta. Lalu apakah keperluanmu?".
Fathimah menjawab."Ada kabar yang kudengar bahwa beberapa pembantu telah datang kepada engkau. Maka aku ingin agar engkau memberiku seorang pembantu untuk membantuku membuat roti dan adonannya. Karena hal ini sangat berat bagiku".
Beliau berkata. "mengapa engkau tidak datang meminta yang lebih engkau sukai atau lebih baik dari hal itu ?". Kemudian beliau memberi isyarat kepada keduanya, bahwa jika keduanya hendak tidur, hendaklah bertasbih kepada Allah, bertakbir dan bertahmid dengan bilangan tertentu yang disebutkan kepada keduanya. Lalu akhirnya beliau berkata. "Itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu".
Ali tidak melupakan wasiat ini, hingga setelah istrinya meninggal. Hal ini dikatakan Ibnu Abi Laila. "Ali berkata, 'Semenjak aku mendengar dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, aku tidak pernah meninggalkan wasiat itu".
Ada yang bertanya. "Tidak pula pada malam perang Shiffin ?".
Ali menjawab. "Tidak pula pada malam perang Shiffin". [2]
Boleh jadi engkau bertanya-tanya apa hubungan antara pembantu yang diminta Fathimah dan dzikir ?
Hubungan keduanya sangat jelas bagi orang yang memiliki hati atau pikiran yang benar-benar sadar. Sebab dzikir bisa memberikan kekuatan kepada orang yang melakukannya. Bahkan kadang-kadang dia bisa melakukan sesuatu yang tidak pernah dibayangkan. Di antara manfaat dzikir adalah.
1. Menghilangkan duka dan kekhawatiran dari hati.
2. Mendatangkan kegembiraan dan keceriaan bagi hati.
3. Memberikan rasa nyaman dan kehormatan.
4. Membersihkan hati dari karat, yaitu berupa lalai dan hawa nafsu.
Boleh jadi engkau juga bertanya-tanya, ada dzikir-dzikir lain yang bisa dibaca sebelum tidur selain ini. Lalu mana yang lebih utama .? Pertanyaan ini dijawab oleh Al-Qady Iyadh : "Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beberapa dzikir sebelum berangkat tidur, yang bisa dipilih menurut kondisi, situasi dan orang yang mengucapkannya. Dalam semua dzikir itu terdapat keutamaan".
Secara umum wasiat ini mempunyai faidah yang agung dan banyak manfaat serta kebaikannya. Inilah yang disebutkan oleh sebagian ulama :
Pertama : Menurut Ibnu Baththal, di dalam hadits ini terkandung hujjah bagi keutamaan kemiskinan daripada kekayaan. Andaikata kekayaan lebih utama daripada kemiskinan, tentu beliau akan memberikan pembantu kepada Ali dan Fathimah. Dzikir yang diajarkan beliau dan tidak memberikan pembantu kepada keduanya, bisa diketahui bahwa beliau memilihkan yang lebih utama di sisi Allah bagi keduanya.
Pendapat ini disanggah oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar. Menurutnya, hal ini bisa berlaku jika beliau mempunyai lebihan pembantu. Sementara sudah disebutkan dalam pengabaran di atas bahwa beliau merasa perlu untuk menjual para tawanan itu untuk menafkahi orang-orang miskin. Maka menurut Iyadh, tidak ada sisi pembuktian dengan hadits ini bahwa orang miskin lebih utama daripada orang kaya.
Ada perbedaan pendapat mengenai makna kebaikan dalam pengabaran ini. Iyadh berkata. "Menurut zhahirnya, beliau hendak mengajarkan bahwa amal akhirat lebih utama daripada urusan dunia, seperti apapun keadaannya. Beliau membatasi pada hal itu, karena tidak memungkinkan bagi beliau untuk memberikan pembantu. Kemudian beliau mengajarkan dzikir itu, yang bisa mendatangkan pahala yang lebih utama daripada apa yang diminta keduanya".
Menurut Al-Qurthuby, beliau mengajarkan dzikir kepada keduanya, agar ia menjadi pengganti dari do'a tatkala keduanya dikejar kebutuhan, atau karena itulah yang lebih beliau sukai bagi putrinya, sebagaimana hal itu lebih beliau sukai bagi dirinya, sehingga kesulitannya bisa tertanggulangi dengan kesabaran, dan yang lebih penting lagi, karena berharap mendapat pahala.
Kedua : Disini dapat disimpulkan tentang upaya mendahulukan pencari ilmu daripada yang lain terhadap hak seperlima harta rampasan perang.
Ketiga : Hendaklah seseorang menanggung sendiri beban keluarganya dan lebih mementingkan akhirat daripada dunia kalau memang dia memiliki kemampuan untuk itu.
Keempat : Di dalam hadits ini terkandung pujian yang nyata bagi Ali dan Fathimah.
Kelima : Seperti itu pula gambaran kehidupan orang-orang salaf yang shalih, mayoritas para nabi dan walinya.
Keenam : Disini terkandung pelajaran sikap lemah lembut dan mengasihi anak putri dan menantu, tanpa harus merepotkan keduanya dan membiarkan keduanya pada posisi berbaring seperti semula. Bahkan beliau menyusupkan kakinya yang mulia di antara keduanya, lalu beliau mengajarkan dzikir, sebagai ganti dari pembantu yang diminta.
Ketujuh : Orang yang banyak dzikir sebelum berangkat tidur, tidak akan merasa letih. Sebab Fathimah mengeluh letih karena bekerja. Lalu beliau mengajarkan dzikir itu. Begitulah yang disimpulkan Ibnu Taimiyah. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata. "Pendapat ini perlu diteliti lagi. Dzikir tidak menghilangkan letih. Tetapi hal ini bisa ditakwil bahwa orang yang banyak berdzikir, tidak akan merasa mendapat madharat karena kerjanya yang banyak dan tidak merasa sulit, meskipun rasa letih itu tetap ada".
Begitulah wahai Ukhti Muslimah, wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang disampaikan kepada salah seorang pemimpin penghuni sorga, Fathimah, yaitu berupa kesabaran yang baik. Perhatikanlah bagaimana seorang putri Nabi dan istri seorang shahabat yang mulia, harus menggiling, membuat adonan roti dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangganya. Maka mengapa engkau tidak menirunya ?
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
_____https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag, __
Footnote
[1]. Hadits Shahih, ditakhrij Al-Bukhari 4/102, Muslim 17/45, Abu Dawud hadits nomor 5062, At-Tirmidzi hadits nomor 3469, Ahmad 1/96, Al-Baihaqy 7/293
[2]. Ditakhrij Muslim 17/46. Yang dimaksud perang Shiffin di sini adalah perang antara pihak Ali dan Mu'awiyah di Shiffin, suatu daerah antara Irak dan Syam. Kedua belah pihak berada di sana beberapa bulan
Kategori Wanita : Wasiat Jangan Meratap Tangis Karena Musibah
نْ أَبِى مَالِكٍ الأَشْعَرِى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِىَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ : النِّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ
قَبْلَ مَوْ تِهَا، تُقَامُ يَوْمَ القِيَا مَةِ، وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ
مِنْ قَطِرَانِ، وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ
“Dari Abu Malik Al-Asy’ary Radahiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, Apabila wanita yang meratap tangis tidak bertaubat sebelum dia meninggal, maka dia akan dibangkitkan pada hari kiamat, dan ditubuhnya dikenakah jubah yang penuh ‘ter dan zirah’ yang penuh penyakit kudis” [1]
Wahai Ukhi Muslimah!
An-Nihayah adalah suara melolong dengan menyebut-nyebut orang yang sudah meninggal dan kebaikan-kebaikannya. Ada pula yang berpendapat bahwa maknanya ialah ratap tangis dengan menyebut-nyebut kebaikan orang yang meninggal.
Perbuatan ini termasuk perbuatan wanita-wanita jahiliyah. Apabila ada wanita muslimah yang melakukannya, berarti dia membuka dirinya untuk adzab Allah dan kemarahanNya. Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaiat para wanita, beliau mensyaratkan kepada mereka agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan ini, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Athiyyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membai’at kami, lalu membacakan kepada kami ayat : “Dan janganlah mereka menyekutukan sesuatu pun dengan Allah”, dan melarang kami dari nihayah. [2]
Wanita muslimah harus menghindari perbuatan wanita-wanita jahiliyah ini. Bahkan para sahabat wanita telah berjanji kepada beliau untuk meninggalkannya. Maka hendaknya engkau mawas diri terhadap adzab yang pedih bagi wanita yang meratap tangis, lalu dia mati dan belum bertaubat.
Sirbal artinya baju, gamis atau jubah, Qathiran maksudnya cairan hitam yang berbau busuk, yang cepat muncul karena panas yang teramat sangat dari daging atau tulang yang terbakar. Jarab artinya penyakit yang biasa menjangkiti kulit dan bisa meninggalkan noda-noda hitam. Ini merupakan gambaran siksa yang pedih dan adzab yang keras. Laki-laki yang kuat sekalipun tidak akan kuat menanggungnya. Lalu bagaimana menurut pendapatmu jika terjadi pada wanita yang lemah ?
Maka dari itu beliau mencegah perbuatan ini dan mewasiatkan agar wanita yang melakukannya segera bertaubat dengan bersungguh-sungguh, agar dosa yang lalu bisa terhapus. Wanita muslimah harus menjauhi perbuatan yang tercela ini dan tindakan-tindakan lain yang serupa, seperti mengikat rambut dan merobek-robek pakaian karena kematian salah seorang kerabat atau teman. Selanjutnya simaklah hadits berikut yang diriwayatkan Abu Burdah, dari bapaknya Abu Musa Al-Ay’ary, dia berkata.
“Abu Musa sedang sakit keras, hingga pingsan. Saat itu dia berada di bilik seorang wanita dari keluarganya. Lalu ada salah seorang wanita dari keluarganya yang berteriak-teriak. Namun Abu Musa tidak mampu mencegahnya sedikit pun. Tatkala semakin menjadi-jadi, maka dia berkata, ‘Aku berlepas diri dari apa yang Rasulullah berlepas diri darinya. Sesungguhnya Rasulullah berlepas diri dari wanita yang berteriak-teriak, yang mencukur rambut dan merobek-robek pakaian (karena kematian seseorang) [3]
Dalam hadits ini terdapat perintah yang keras agar menghindari hal-hal ini, yaitu berteriak dengan ratapan, sambil menyebut-nyebut kebaikan orang yang sudah meninggal, mencukur atau mengikat rambut, merobek-robek pakaian atau tindakan-tindakan lain yang biasa dilakukan para wanita jahiliyah.
Ungkapan perkataan Abu Musa bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri dari hal-hal ini, menunjukkan kesunggguhan pengharamannya, karena hal itu bisa menghilangkan kesempurnaan iman dan keridhaan terhadap qadha Allah serta qadarnya.
Imam Adz-Dzahaby berkata : Siksa dan laknat yang ditujukan kepada wanita yang meratap semacam ini, karena dia menyuruh kepada keguncangan dan mencegah dari kesabaran. Padahal Allah dan RasulNya menyuruh agar bersabar, mengcari keridhaan Allah, tidak guncang dan tidak marah. FirmanNya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ وَلَا تَقُولُوا لِمَن يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan, berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan : ‘Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un” [Al-Baqarah : 153-156]
Firman Allah : ‘Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu’, maksudnya Kami akan memperlakukan kamu sebagai orang yang mendapat cobaan. Sebab Allah sudah mengetahui bagaimana kesudahannya. Sebenarnya Allah tidak perlu menurunkan cobaan untuk mengetahui kesudahannya. Tetapi Dia ingin memperlakukan mereka sebagai orang yang mendapat cobaan. Siapa saja yang sabar akan mendapat pahala dari kesabarannya, dan siapa yang tidak sabar, dia tidak berhak mendapatkannya. Menurut Ibnu Abbas, ketakutan disini artinya kerugian, tidak mempunyai harta dan kerusakan hak milik. Kekurangan jiwa disini maksudnya karena kematian, terbunuh, sakit atau karena tua. Kekurangan buah-buahan maksudnya kekurangan hal-hal yang dibutuhkan, dan buah-buahan tidak panen seperti biasanya.
Rentetan ayat ini ditutup dengan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar, untuk menunjukkan bahwa siapa yang sabar menghadapi musibah, maka dia berada dalam janji pahala dari Allah. Maka firmanNya: ‘Berikanlah kabar gembira’, disusul dengan firmanNya : ‘Yang apabila ditimpa musibah’, dan tidak dikatakan : ‘Apabila mereka ditimpa kebaikan’. Inna lillahi maksudnya kami adalah hamba-hamba Allah, Dia bisa berbuat apa pun yang dikehendakiNya terhadap diri kita.
Begitulah uraian mengenai wasiat Nabawi ini. Oleh karena itu perbauilah imanmu jika menghadapi masalah seperti ini. Dan, apabila ada seseorang yang melakukannya, maka jelaskan hal-hal yang diharamkan.
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
__https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,_____
Footnote
[1]. Hadits shahih, ditakhrij Muslim 6/235, Ahmad 5/334, dari hadits Abu Malik, Ibnu Majah, hadits nomor 1582 dari hadits Ibnu Abbas.
[2]. Hadits shahih ditakhrij Al-Bukhary 6/187, Muslim 6/238, Abu Daud hadits nomor 3127
[3]. Hadits shahih ditakhrij Al-Bukhary 2/103, Muslim 2/110
“Dari Abu Malik Al-Asy’ary Radahiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, Apabila wanita yang meratap tangis tidak bertaubat sebelum dia meninggal, maka dia akan dibangkitkan pada hari kiamat, dan ditubuhnya dikenakah jubah yang penuh ‘ter dan zirah’ yang penuh penyakit kudis” [1]
Wahai Ukhi Muslimah!
An-Nihayah adalah suara melolong dengan menyebut-nyebut orang yang sudah meninggal dan kebaikan-kebaikannya. Ada pula yang berpendapat bahwa maknanya ialah ratap tangis dengan menyebut-nyebut kebaikan orang yang meninggal.
Perbuatan ini termasuk perbuatan wanita-wanita jahiliyah. Apabila ada wanita muslimah yang melakukannya, berarti dia membuka dirinya untuk adzab Allah dan kemarahanNya. Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaiat para wanita, beliau mensyaratkan kepada mereka agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan ini, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Athiyyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membai’at kami, lalu membacakan kepada kami ayat : “Dan janganlah mereka menyekutukan sesuatu pun dengan Allah”, dan melarang kami dari nihayah. [2]
Wanita muslimah harus menghindari perbuatan wanita-wanita jahiliyah ini. Bahkan para sahabat wanita telah berjanji kepada beliau untuk meninggalkannya. Maka hendaknya engkau mawas diri terhadap adzab yang pedih bagi wanita yang meratap tangis, lalu dia mati dan belum bertaubat.
Sirbal artinya baju, gamis atau jubah, Qathiran maksudnya cairan hitam yang berbau busuk, yang cepat muncul karena panas yang teramat sangat dari daging atau tulang yang terbakar. Jarab artinya penyakit yang biasa menjangkiti kulit dan bisa meninggalkan noda-noda hitam. Ini merupakan gambaran siksa yang pedih dan adzab yang keras. Laki-laki yang kuat sekalipun tidak akan kuat menanggungnya. Lalu bagaimana menurut pendapatmu jika terjadi pada wanita yang lemah ?
Maka dari itu beliau mencegah perbuatan ini dan mewasiatkan agar wanita yang melakukannya segera bertaubat dengan bersungguh-sungguh, agar dosa yang lalu bisa terhapus. Wanita muslimah harus menjauhi perbuatan yang tercela ini dan tindakan-tindakan lain yang serupa, seperti mengikat rambut dan merobek-robek pakaian karena kematian salah seorang kerabat atau teman. Selanjutnya simaklah hadits berikut yang diriwayatkan Abu Burdah, dari bapaknya Abu Musa Al-Ay’ary, dia berkata.
“Abu Musa sedang sakit keras, hingga pingsan. Saat itu dia berada di bilik seorang wanita dari keluarganya. Lalu ada salah seorang wanita dari keluarganya yang berteriak-teriak. Namun Abu Musa tidak mampu mencegahnya sedikit pun. Tatkala semakin menjadi-jadi, maka dia berkata, ‘Aku berlepas diri dari apa yang Rasulullah berlepas diri darinya. Sesungguhnya Rasulullah berlepas diri dari wanita yang berteriak-teriak, yang mencukur rambut dan merobek-robek pakaian (karena kematian seseorang) [3]
Dalam hadits ini terdapat perintah yang keras agar menghindari hal-hal ini, yaitu berteriak dengan ratapan, sambil menyebut-nyebut kebaikan orang yang sudah meninggal, mencukur atau mengikat rambut, merobek-robek pakaian atau tindakan-tindakan lain yang biasa dilakukan para wanita jahiliyah.
Ungkapan perkataan Abu Musa bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri dari hal-hal ini, menunjukkan kesunggguhan pengharamannya, karena hal itu bisa menghilangkan kesempurnaan iman dan keridhaan terhadap qadha Allah serta qadarnya.
Imam Adz-Dzahaby berkata : Siksa dan laknat yang ditujukan kepada wanita yang meratap semacam ini, karena dia menyuruh kepada keguncangan dan mencegah dari kesabaran. Padahal Allah dan RasulNya menyuruh agar bersabar, mengcari keridhaan Allah, tidak guncang dan tidak marah. FirmanNya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ وَلَا تَقُولُوا لِمَن يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan, berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan : ‘Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un” [Al-Baqarah : 153-156]
Firman Allah : ‘Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu’, maksudnya Kami akan memperlakukan kamu sebagai orang yang mendapat cobaan. Sebab Allah sudah mengetahui bagaimana kesudahannya. Sebenarnya Allah tidak perlu menurunkan cobaan untuk mengetahui kesudahannya. Tetapi Dia ingin memperlakukan mereka sebagai orang yang mendapat cobaan. Siapa saja yang sabar akan mendapat pahala dari kesabarannya, dan siapa yang tidak sabar, dia tidak berhak mendapatkannya. Menurut Ibnu Abbas, ketakutan disini artinya kerugian, tidak mempunyai harta dan kerusakan hak milik. Kekurangan jiwa disini maksudnya karena kematian, terbunuh, sakit atau karena tua. Kekurangan buah-buahan maksudnya kekurangan hal-hal yang dibutuhkan, dan buah-buahan tidak panen seperti biasanya.
Rentetan ayat ini ditutup dengan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar, untuk menunjukkan bahwa siapa yang sabar menghadapi musibah, maka dia berada dalam janji pahala dari Allah. Maka firmanNya: ‘Berikanlah kabar gembira’, disusul dengan firmanNya : ‘Yang apabila ditimpa musibah’, dan tidak dikatakan : ‘Apabila mereka ditimpa kebaikan’. Inna lillahi maksudnya kami adalah hamba-hamba Allah, Dia bisa berbuat apa pun yang dikehendakiNya terhadap diri kita.
Begitulah uraian mengenai wasiat Nabawi ini. Oleh karena itu perbauilah imanmu jika menghadapi masalah seperti ini. Dan, apabila ada seseorang yang melakukannya, maka jelaskan hal-hal yang diharamkan.
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
__https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,_____
Footnote
[1]. Hadits shahih, ditakhrij Muslim 6/235, Ahmad 5/334, dari hadits Abu Malik, Ibnu Majah, hadits nomor 1582 dari hadits Ibnu Abbas.
[2]. Hadits shahih ditakhrij Al-Bukhary 6/187, Muslim 6/238, Abu Daud hadits nomor 3127
[3]. Hadits shahih ditakhrij Al-Bukhary 2/103, Muslim 2/110
Kategori Wanita : Wasiat Umrah Pada Bulan Ramadhan
قَالَ اِبْنُ عَبَّا سٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ رَسُوْ لُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ لاِءِمْرَأَةٍ مِنَ اْلأَنْصَارِ : مَا
مَنَعَكَ أَنْ تَحُجِّى مَعَنَا؟، قَالَتْ : كَانَ لَنَا نَاضِحٌ،
فَرَكِبَهُ أَبُوْ فُلاَنٍ، وَابْنَهُ، لِزَوْجِهَا، وَابْنِهَا، وَتَرَكَ
نَاضِحَا نَنْضَحُ عَلَيْهِ. قَالَ : فَإِذَا كَانَ رَمَضَانُ اعْتَمِرِى
فِيْهِ، فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ حَجَّةً
“Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada seorang wanita dari kalangan Anshar, ‘Apa yang menghalangimu untuk haji bersama kami?’ Wanita itu menjawab, ‘Kami mempunyai onta yang kami pergunakan untuk mengairi. Lalu Abu Fulan menaikinya, begitu pula anak onta itu bagi istrinya dan anaknya, dan dia meninggalkan seekor unta agar dipergunakan untuk mengairi’. Beliau berkata, ‘Apabila datang bulan Ramadhan, maka umrahlah pada bulan itu, karena umrah pada bulan Ramadhan serupa dengan haji” [1].
Ketahuilah wahai ukhti Muslimah, bahwa diantara ibadah yang mencakup qauliyah dan fi’liyah (ucapan dan perbuatan) adalah haji dan umrah. Haji diwajibkan hanya sekali saja sepanjang umurmu. Umrah yang hukumnya wajib atau sunnat mu’akkad, juga sekali sepanjang umurmu. Tetapi apabila wanita mukminah ingin menambahnya lagi karena dorongan ketaatan da taqarrub kepada Allah, maka dia bisa memperbanyak haji atau umrah.
Wasiat ini diberikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang wanita dari kaum wanita muslimah agar melaksanakan yang wajib atau sunnat umrah, karena di dalamnya terkandung keutamaan, khususnya pada bulan Ramadhan.
Umrah menurut bahasa berarti ziarah atau kunjungan. Ada yang berpendapat, kata ini diambil dari kata ‘Imarah Masjidil Haram’. Disebutkannya suatu pengertian bahwa umrah adalah wajib seperti wajibnya haji, didasarkan pada perkataan Ibnu Umar, “Tidaklah seseorang kecuali dia ada kewajiban sekali haji dan umrah : ‘Ibnu Abbas berkata, ‘Karena umrah menyertai penyebutan haji dalam Kitab Allah. Dan sempurnakanlah haji serta umrah karena Allah. Yang juga berpendapat seperti ini adalah madzhab Asy-Syafi’y dan Al-Hambaly serta lain-lainnya dari perawi atsar. Madzhab Maliky dan Hanafy menganggap umrah adalah sunat. Mereka berdalil dengan hadits Al-Hajjaj bin Artha’ah, yang termasuk hadits dhaif.
Umrah mempunyai pahala yang agung dan balasan yang melimpah. Ia dapat menghapus kesalahan yang pernah engkau lakukan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
“Umrah hingga umrah berikutnya merupakan penebus kesalahan antara keduanya, dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga” [2]
Imam An-Nawawy berkata, ‘Ini sudah jelas tentang keutamaan umrah, yang dapat menghapus dosa dan kesalahan antara dua umrah’. Karena keutamaan inilah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan wanita muslimah agar melakukan umrah, khususnya pada bulan Ramadhan. Maka dari itu engkau harus belajar bagaimana cara pelaksanaan umrah.
Syarat umrah adalah.
1. Kemampuan yang mencakup kemampuan fisik dan material. Hal ini didasarkan pada firman Allah.
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“ Mengerjakan haji adalah kewajiban menusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah” [Ali-Imran : 97]
2. Wajib adanya mahram yang menyertaimu, baik tatkala umrah maupun haji.
Adapun rukun umrah ada tiga : Ihram, thawaf dan sa’i. Dan, baginya ada juga satu kewajiban lain yaitu mencukur (memotong) rambut sesudah sa’i.
Caranya, pertama kali hendklah engkau mandi, ihram di miqat, tatkala sudah sampai di Baitul Haram, engkau harus thawaf sebanyak tujuh putaran, kemudian shalat dua raka’at di belakang maqam Ibrahim, setelah itu keluar menuju Shafa untuk Sa’i, berjalan antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali.Apabila sudah Sa’i engkau harus mencukur (memotong) rambutmu, dengan begitu umrahmu telah selesai. Insya Allah Dia akan menerima amalanmu.
Yang tak kalah pentingnya, berusahalah agar engkau termasuk orang yang melakukan umrah karena mencari pahala Allah, bukan untuk tujuan yang lain.
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
___https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,____
Footnote
[1]. Hadits Shahih, ditakhrij Al-Bukhary, 3/4 , Muslim 9/2, Abu Dawud, hadits nomor 2990, At-Tirmidzy hadits nomor 943, dari jalan lain dari Ummu Mughaffal, ditakhrij An-Nasa’i 5/112, Ibnu Majah hadits nomor 2991, ditakhrij pula oleh Al-Baihaqi 4/346
[2]. Hadits Shahih, ditakhrij Al-Bukhary 3/1, Muslim 9/117, At-Tirmidzy hadits nomor 937, An-Nasa’i 5/112, Ibnu Majah, hadits nomor 2888, Ahmad 2/246.
“Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada seorang wanita dari kalangan Anshar, ‘Apa yang menghalangimu untuk haji bersama kami?’ Wanita itu menjawab, ‘Kami mempunyai onta yang kami pergunakan untuk mengairi. Lalu Abu Fulan menaikinya, begitu pula anak onta itu bagi istrinya dan anaknya, dan dia meninggalkan seekor unta agar dipergunakan untuk mengairi’. Beliau berkata, ‘Apabila datang bulan Ramadhan, maka umrahlah pada bulan itu, karena umrah pada bulan Ramadhan serupa dengan haji” [1].
Ketahuilah wahai ukhti Muslimah, bahwa diantara ibadah yang mencakup qauliyah dan fi’liyah (ucapan dan perbuatan) adalah haji dan umrah. Haji diwajibkan hanya sekali saja sepanjang umurmu. Umrah yang hukumnya wajib atau sunnat mu’akkad, juga sekali sepanjang umurmu. Tetapi apabila wanita mukminah ingin menambahnya lagi karena dorongan ketaatan da taqarrub kepada Allah, maka dia bisa memperbanyak haji atau umrah.
Wasiat ini diberikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang wanita dari kaum wanita muslimah agar melaksanakan yang wajib atau sunnat umrah, karena di dalamnya terkandung keutamaan, khususnya pada bulan Ramadhan.
Umrah menurut bahasa berarti ziarah atau kunjungan. Ada yang berpendapat, kata ini diambil dari kata ‘Imarah Masjidil Haram’. Disebutkannya suatu pengertian bahwa umrah adalah wajib seperti wajibnya haji, didasarkan pada perkataan Ibnu Umar, “Tidaklah seseorang kecuali dia ada kewajiban sekali haji dan umrah : ‘Ibnu Abbas berkata, ‘Karena umrah menyertai penyebutan haji dalam Kitab Allah. Dan sempurnakanlah haji serta umrah karena Allah. Yang juga berpendapat seperti ini adalah madzhab Asy-Syafi’y dan Al-Hambaly serta lain-lainnya dari perawi atsar. Madzhab Maliky dan Hanafy menganggap umrah adalah sunat. Mereka berdalil dengan hadits Al-Hajjaj bin Artha’ah, yang termasuk hadits dhaif.
Umrah mempunyai pahala yang agung dan balasan yang melimpah. Ia dapat menghapus kesalahan yang pernah engkau lakukan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
“Umrah hingga umrah berikutnya merupakan penebus kesalahan antara keduanya, dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga” [2]
Imam An-Nawawy berkata, ‘Ini sudah jelas tentang keutamaan umrah, yang dapat menghapus dosa dan kesalahan antara dua umrah’. Karena keutamaan inilah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan wanita muslimah agar melakukan umrah, khususnya pada bulan Ramadhan. Maka dari itu engkau harus belajar bagaimana cara pelaksanaan umrah.
Syarat umrah adalah.
1. Kemampuan yang mencakup kemampuan fisik dan material. Hal ini didasarkan pada firman Allah.
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“ Mengerjakan haji adalah kewajiban menusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah” [Ali-Imran : 97]
2. Wajib adanya mahram yang menyertaimu, baik tatkala umrah maupun haji.
Adapun rukun umrah ada tiga : Ihram, thawaf dan sa’i. Dan, baginya ada juga satu kewajiban lain yaitu mencukur (memotong) rambut sesudah sa’i.
Caranya, pertama kali hendklah engkau mandi, ihram di miqat, tatkala sudah sampai di Baitul Haram, engkau harus thawaf sebanyak tujuh putaran, kemudian shalat dua raka’at di belakang maqam Ibrahim, setelah itu keluar menuju Shafa untuk Sa’i, berjalan antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali.Apabila sudah Sa’i engkau harus mencukur (memotong) rambutmu, dengan begitu umrahmu telah selesai. Insya Allah Dia akan menerima amalanmu.
Yang tak kalah pentingnya, berusahalah agar engkau termasuk orang yang melakukan umrah karena mencari pahala Allah, bukan untuk tujuan yang lain.
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
___https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,____
Footnote
[1]. Hadits Shahih, ditakhrij Al-Bukhary, 3/4 , Muslim 9/2, Abu Dawud, hadits nomor 2990, At-Tirmidzy hadits nomor 943, dari jalan lain dari Ummu Mughaffal, ditakhrij An-Nasa’i 5/112, Ibnu Majah hadits nomor 2991, ditakhrij pula oleh Al-Baihaqi 4/346
[2]. Hadits Shahih, ditakhrij Al-Bukhary 3/1, Muslim 9/117, At-Tirmidzy hadits nomor 937, An-Nasa’i 5/112, Ibnu Majah, hadits nomor 2888, Ahmad 2/246.
Kategori Wanita : Wasiat Mewaspadai Dosa-Dosa Kecil
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ : قَالَ رَسُوْ لُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ : يَاعَائِشَةُ إِيَّاكَ وَمُحَقَّرَاتِ
الأعْمَالِ (وَفِى رِوَايَةِ : الذُنُوْبِ) فَإِنَّ لَهَا مِنَ اللَّهِ
طَالِبًا
“Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Wahai Aisyah, hindarilah olehmu amal-amal yang remeh (dan dalam satu lafazh disebutkan dosa-dosa). Karena ada yang akan menuntut dari Allah terhadap amal-amal itu” [1]
Wahai Ukhti Muslimah !
Ini merupakan wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ummul Mukminin, Aisyah. Ini merupakan wasiat yang amat berharga dan berbobot, yaitu berupa peringatan tentang hal yang seringkali dilalaikan banyak orang, yaitu dosa-dosa kecil. Setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Anas berkata, “Sungguh kamu sekalian sudah mengetahui berbagai amal yang menurut pandangan itu lebih lembut dari sehelai rambut. Apabila kami menyebutnya pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ‘al-mubiqat (perbuatan durhaka)”. Artinya adalah hal-hal yang merusak menurut Al-Bukhary.
Perhatikanlah wahai ukhi mukminah ! Kalau yang dikatakan Anas seperti itu pada masa sahabat dan tabi’in, lalu bagaimana andaikata Anas melihat kondisi orang-orang pada masa sekarang? Tentu seorang mukmin akan merasa menyesal dan sedih menyaksikan para pemeluk Islam yang meremehkan hak-hak Allah, dan tidak ada yang dia katakan kecuali ucapan : Alangkah menyesalnya wahai hamba Allah.
Perhatikan Ummu Darda’ yang berkata, “Pada suatu hari Abu Darda masuk (rumah) sambil marah-marah. Maka Ummu Darda bertanya, Ada apa engkau ini?”
Abu Darda menjawab, “Demi Allah, aku tidak melihat sedikit pun dari urusan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallm di antara mereka, melainkan mereka shalat semuanya” [2]
Lalu apa yang bakal diucapkan Abu Darda andaikata dia melihat kehidupan orang-orang pada masa sekarang?
Wanita mukminah yang lurus dalam keimanannya tidak akan memandang kedurhakaan yang terjadi didepannya, lalu dia berkata tanpa menaruh perhatian, “itu hanya dosa kecil dan remeh”. Tetapi dia harus takut terhadap siksa Allah, menangis karena takut terhadap penderitaan api neraka dan merasa rugi andaikata dia terhalang untuk masuk surga.
Dulu, ada seorang zahid, Bilal bin Sa’d yang berkata, “Janganlah engkau melihat kepada kecilnya kesalahan. Tetapi lihatlah siapa yang engkau durhakai” [3]
Wanita mukminah yang lurus selalu merasa khawatir terhadap dirinya dan takut kepada siksa Allah. Maka dari itu dia selalu berada dalam ketaatan kepada Allah dan melaksanakan kebaikan.
Abu Ja’afr As-Sa’ih rahimahullah juga berkata, “Ada khabar yang sampai kepada kami, bahwa seorang wanita ahli ibadah yang selalu aktif melaksanakan shalat-shalat sunat, berkata kepada suaminya, “Celakalah engkau, bangunlah! Sampai kapan engkau tidur saja? Sampai kapan engkau selalu dalam keadaan lalai? Aku akan bersumpah demi engkau, janganlah mencari penghidupan kecuali dengan cara halal. Aku akan bersumpah demi engkau, janganlah masuk neraka hanya karena diriku. Cobalah berbuat baik kepada ibumu, sambunglah tali persaudaraan, janganlah memutus mereka sehingga Allah akan memutus dirimu”[4]
Begitulah yang dilakukan seorang wanita muslimah yang bertakwa dan merupakan ahli ibadah. Dia menolong suaminya kepada kepentingan urusan dunia dan akhirat.
Sedangkan pada zaman sekarang, kita melihat wanita-wanita muslimah tidak memerhatikan dosa-dosa kecil, kecuali orang yang dirahmati Allah. Bahkan akhirnya mereka berani mengerjakan dosa besar secara terang-terangan pada siang hari, tidak takut kemarahan Yang Mahapenguasa. Tadinya mereka meremehkan dosa. Dia tidak sadar bahwa bila seseorang sudah meremehkan suatu dosa, maka Alllah akan memperbesar dosa itu. Sehingga tidak cukup sampai di situ saja, sampai akhirnya dia terpuruk dalam dosa besar. Padahal awal mulanya berangkat dari dosa kecil. Sungguh benar perkataan seorang penyair.
“Segala kejadian berawal dari pandangan
kobaran api berasal dari keburukan yang kecil
Berapa banyak pandangan yang merusak sang pelaku
bagaikan rusaknya anak panah tanpa busur dan tali”
Maka wanita muslimah harus menjauhi dosa-dosa kecil, apalagi dosa-dosa besar. Selagi mereka mau meninggalkan dosa besar, taubat dar dosa-dosa kecil, beristighfar, menyesalinya dan mengakui bahwa meskipun kedurhakaan itu kecil, toh itu merupakan hak Allah, Pencipta langit dan bumi, yang memiliki keutamaan dalam segala sesuatu. Dengan adanya penyesalan dan pengakuan ini, maka sesungguhnya Allah itu Maha luas maghfirah dan rahmatNya, Dia pasti akan mengampuni. FirmanNya.
إِن تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلًا كَرِيمًا
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)” [An-Nisa : 31]
Allah juga berfirman.
وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ
“Dan, (bagi) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi ma’af” [Asy-Syura : 37]
الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ
“(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Rabb-mu Mahaluas ampunanNya” [An-Najm : 32]
Akhirnya sebelum meninggalkan wasiat yang sangat berharga ini, boleh jadi engkau bertanya-tanya seraya berkata, “Bukankah dosa-dosa kecil itu diampuni sebagaimana diampuninya kedurhakaan yang lain?
Kami tidak bisa mengatakan kecuali bahwa Allah itu sangat besar maghfirahNya, Mahaluas rahmatNya, mengampuni siapapun yang dikehendakiNya. Tetapi hendaklah engkau ketahui, andaikata dosa-dosa kecil itu berkumpul pada diri seseorang, tentu ia akan membinasakannya dan memasukkannya ke neraka. Kita berlindung kepada Allah dari hal itu.
Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengira seperti yang engkau kira. Lalu beliau hendak menjelaskan kepada mereka bahayanya masalah ini dan besarnya urusan ini. Maka beliau berkata seperti yang diriwayatkan Sahl bin Sa’d Radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata :
“Jauhilah olehmu sekalin dosa-dosa kecil. Karena perumpamaan dosa-dosa kecil itu laksana sekumpulan orang yang singgah di tengah lembah. Yang ini datang sambil membawa dahan, dan yang ini datang sambil membawa dahan, yang ini datang membawa dahan, lalu mereka memasak rotinya. Sesungguhnya dosa-dosa kecil itu perbuatan durhaka" [5]
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
___https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,_____
Footenote
[1]. Isnadnya Shahih, ditakhrij Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimy, Ibnu Hibban dan Al-Qaha’y dalam Musnadusy-Syihab.
Perkataan muhaqqarat, artinya hal-hal yang remeh. Muhaqqarat al-a’mal artinya perbuatan yang dilakukan seseorang dan dia tidak terlalu mempedulikannnya. Menurut Ibnu Bathal, apabila dosa-dosa yang kecil itu semakin banyak, maka ia menjadi dosa besar apabila dikerjakan terus menerus.
[2]. Ditakhrij Al-Bukhary 8/128
[3]. Az-Zuhd, Ahmad hal. 460. Hilyatulk\ Auliya’, Abu Nu’aim 5/223
[4]. Disebutkan Ibnul Jauzy dalam Shifatush Shafwah 4/437
[5] Isnadnya Shahih, ditakhrij Ahmad, Ath-Thabrany dalam Al-Kabir dan Ash-Shagir 2/49
“Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Wahai Aisyah, hindarilah olehmu amal-amal yang remeh (dan dalam satu lafazh disebutkan dosa-dosa). Karena ada yang akan menuntut dari Allah terhadap amal-amal itu” [1]
Wahai Ukhti Muslimah !
Ini merupakan wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ummul Mukminin, Aisyah. Ini merupakan wasiat yang amat berharga dan berbobot, yaitu berupa peringatan tentang hal yang seringkali dilalaikan banyak orang, yaitu dosa-dosa kecil. Setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Anas berkata, “Sungguh kamu sekalian sudah mengetahui berbagai amal yang menurut pandangan itu lebih lembut dari sehelai rambut. Apabila kami menyebutnya pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ‘al-mubiqat (perbuatan durhaka)”. Artinya adalah hal-hal yang merusak menurut Al-Bukhary.
Perhatikanlah wahai ukhi mukminah ! Kalau yang dikatakan Anas seperti itu pada masa sahabat dan tabi’in, lalu bagaimana andaikata Anas melihat kondisi orang-orang pada masa sekarang? Tentu seorang mukmin akan merasa menyesal dan sedih menyaksikan para pemeluk Islam yang meremehkan hak-hak Allah, dan tidak ada yang dia katakan kecuali ucapan : Alangkah menyesalnya wahai hamba Allah.
Perhatikan Ummu Darda’ yang berkata, “Pada suatu hari Abu Darda masuk (rumah) sambil marah-marah. Maka Ummu Darda bertanya, Ada apa engkau ini?”
Abu Darda menjawab, “Demi Allah, aku tidak melihat sedikit pun dari urusan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallm di antara mereka, melainkan mereka shalat semuanya” [2]
Lalu apa yang bakal diucapkan Abu Darda andaikata dia melihat kehidupan orang-orang pada masa sekarang?
Wanita mukminah yang lurus dalam keimanannya tidak akan memandang kedurhakaan yang terjadi didepannya, lalu dia berkata tanpa menaruh perhatian, “itu hanya dosa kecil dan remeh”. Tetapi dia harus takut terhadap siksa Allah, menangis karena takut terhadap penderitaan api neraka dan merasa rugi andaikata dia terhalang untuk masuk surga.
Dulu, ada seorang zahid, Bilal bin Sa’d yang berkata, “Janganlah engkau melihat kepada kecilnya kesalahan. Tetapi lihatlah siapa yang engkau durhakai” [3]
Wanita mukminah yang lurus selalu merasa khawatir terhadap dirinya dan takut kepada siksa Allah. Maka dari itu dia selalu berada dalam ketaatan kepada Allah dan melaksanakan kebaikan.
Abu Ja’afr As-Sa’ih rahimahullah juga berkata, “Ada khabar yang sampai kepada kami, bahwa seorang wanita ahli ibadah yang selalu aktif melaksanakan shalat-shalat sunat, berkata kepada suaminya, “Celakalah engkau, bangunlah! Sampai kapan engkau tidur saja? Sampai kapan engkau selalu dalam keadaan lalai? Aku akan bersumpah demi engkau, janganlah mencari penghidupan kecuali dengan cara halal. Aku akan bersumpah demi engkau, janganlah masuk neraka hanya karena diriku. Cobalah berbuat baik kepada ibumu, sambunglah tali persaudaraan, janganlah memutus mereka sehingga Allah akan memutus dirimu”[4]
Begitulah yang dilakukan seorang wanita muslimah yang bertakwa dan merupakan ahli ibadah. Dia menolong suaminya kepada kepentingan urusan dunia dan akhirat.
Sedangkan pada zaman sekarang, kita melihat wanita-wanita muslimah tidak memerhatikan dosa-dosa kecil, kecuali orang yang dirahmati Allah. Bahkan akhirnya mereka berani mengerjakan dosa besar secara terang-terangan pada siang hari, tidak takut kemarahan Yang Mahapenguasa. Tadinya mereka meremehkan dosa. Dia tidak sadar bahwa bila seseorang sudah meremehkan suatu dosa, maka Alllah akan memperbesar dosa itu. Sehingga tidak cukup sampai di situ saja, sampai akhirnya dia terpuruk dalam dosa besar. Padahal awal mulanya berangkat dari dosa kecil. Sungguh benar perkataan seorang penyair.
“Segala kejadian berawal dari pandangan
kobaran api berasal dari keburukan yang kecil
Berapa banyak pandangan yang merusak sang pelaku
bagaikan rusaknya anak panah tanpa busur dan tali”
Maka wanita muslimah harus menjauhi dosa-dosa kecil, apalagi dosa-dosa besar. Selagi mereka mau meninggalkan dosa besar, taubat dar dosa-dosa kecil, beristighfar, menyesalinya dan mengakui bahwa meskipun kedurhakaan itu kecil, toh itu merupakan hak Allah, Pencipta langit dan bumi, yang memiliki keutamaan dalam segala sesuatu. Dengan adanya penyesalan dan pengakuan ini, maka sesungguhnya Allah itu Maha luas maghfirah dan rahmatNya, Dia pasti akan mengampuni. FirmanNya.
إِن تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلًا كَرِيمًا
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)” [An-Nisa : 31]
Allah juga berfirman.
وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ
“Dan, (bagi) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi ma’af” [Asy-Syura : 37]
الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ
“(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Rabb-mu Mahaluas ampunanNya” [An-Najm : 32]
Akhirnya sebelum meninggalkan wasiat yang sangat berharga ini, boleh jadi engkau bertanya-tanya seraya berkata, “Bukankah dosa-dosa kecil itu diampuni sebagaimana diampuninya kedurhakaan yang lain?
Kami tidak bisa mengatakan kecuali bahwa Allah itu sangat besar maghfirahNya, Mahaluas rahmatNya, mengampuni siapapun yang dikehendakiNya. Tetapi hendaklah engkau ketahui, andaikata dosa-dosa kecil itu berkumpul pada diri seseorang, tentu ia akan membinasakannya dan memasukkannya ke neraka. Kita berlindung kepada Allah dari hal itu.
Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengira seperti yang engkau kira. Lalu beliau hendak menjelaskan kepada mereka bahayanya masalah ini dan besarnya urusan ini. Maka beliau berkata seperti yang diriwayatkan Sahl bin Sa’d Radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata :
“Jauhilah olehmu sekalin dosa-dosa kecil. Karena perumpamaan dosa-dosa kecil itu laksana sekumpulan orang yang singgah di tengah lembah. Yang ini datang sambil membawa dahan, dan yang ini datang sambil membawa dahan, yang ini datang membawa dahan, lalu mereka memasak rotinya. Sesungguhnya dosa-dosa kecil itu perbuatan durhaka" [5]
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
___https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,_____
Footenote
[1]. Isnadnya Shahih, ditakhrij Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimy, Ibnu Hibban dan Al-Qaha’y dalam Musnadusy-Syihab.
Perkataan muhaqqarat, artinya hal-hal yang remeh. Muhaqqarat al-a’mal artinya perbuatan yang dilakukan seseorang dan dia tidak terlalu mempedulikannnya. Menurut Ibnu Bathal, apabila dosa-dosa yang kecil itu semakin banyak, maka ia menjadi dosa besar apabila dikerjakan terus menerus.
[2]. Ditakhrij Al-Bukhary 8/128
[3]. Az-Zuhd, Ahmad hal. 460. Hilyatulk\ Auliya’, Abu Nu’aim 5/223
[4]. Disebutkan Ibnul Jauzy dalam Shifatush Shafwah 4/437
[5] Isnadnya Shahih, ditakhrij Ahmad, Ath-Thabrany dalam Al-Kabir dan Ash-Shagir 2/49
Kategori Wanita : Wasiat Pengajaran Bagi Para Wanita
عَنْ أَبِى بَكْرٍ بْنِ سُلَيْمَانَ القُرْسِى قَالَ: إِنَّ رَجُلاً مِنْ
الأَنْصَارِ خَرَجَتْ بِهِ نَمْلَةٌ، فَدُلَّ أَنَّ الشِّفَاءَ بِنْتِ
عَبْدِ اللَّهِ تَرْقِيْ مِنَ النَّمْلَةِن فَجَاءَهَا فَسَأَلَهَا أَنْْ
تَرْقِيْهِ، فَقَالَتْ : وَاللَّهِ مَارَقَيْتُ مُنْدُ أَسْلَمْتُ،
فَذَهَبَ الأَنْصَارِى إِلَى رَسُوْلِِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ بِالَّذِى قَالَتْ الِشِّفَاءُ، فَدَعَا رَسُوْلِِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الشِّفَاءَ، فَقَالَ :
اَعْرِضَى عَلَيَّ. فَعَرَ ضَتْهَا فَقَالَ : اِرْقِيْهِ، وَعَلِّمِيْهَا
حَفْصَةَ كَمَا عَلِّمْتِيْهَا الكِتَابَ، وَفِى رِوَايَةِ : الك
"Dari Abu Bakar bin Sulaiman Al-Qursyi, dia berkata.'Sesungguhnya ada seorang laki-laki dalam kalangan Anshar yang mempunyai bisul. Lalu ditunjukkan bahwa Asy-Syifa' binti Abdullah dapat mengobati bisul dengan ruqyah. Maka laki-laki Anshar itu mendatanginya lalu meminta agar dia mengobatinya lalu meminta agar dia mengobatinya dengan ruqyah. Asy-Syifa' berkata kata.'Demi Allah, aku tidak lagi mengobati dengan ruqyah sejak aku masuk Islam'. Lalu laki-laki Anshar itu pergi menemui Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengabarkan kepada beliau tentang apa yang dikatakan Asy-Syifa'. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memanggil Asy-Syifa, seraya berkata. 'Perlihatkanlah (ruqyah itu) kepadaku !'. Maka dia pun memperlihatkannya. Lalu beliau berkata. 'Obatilah dia dengan ruqyah, dan ajarkanlah ia kepada Hafshah sebagaimana engkau mengajarkan Al-Kitab kepadanya'. Dalam suatu riwayat disebutkan :'Mengajari menulis". [1]
Wahai Ukhti Muslimah !
Wasiat Nabawi ini mencakup dua bagian.
1. Pembahasan tentang pengobatan dengan menggunakan ruqyah. Masalah ini sudah kami kemukakan dalam salah satu dari wasiat-wasiat beliau terdahulu.
2. Pengajaran tentang pengobatan dan menulis bagi para wanita.
Wahai Ukhti Muslimah !
Islam adalah agama persamaan, yang mempersamakan antara laki-laki dan wanita dalam masalah pahala dan siksa. Islam menganjurkan laki-laki dan wanita agar memikirkan ciptaan Allah dan berusaha untuk mendapatkan keridhaan-Nya.
Berangkat dari penjelasan ini, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mewasiatkan Asy-Syifa' agar mengajarkan ruqyah kepada Ummul Mukminin, Hafshah, setelah dia mengajarinya cara menulis.
Jadi, wanita juga harus belajar, mendatangai majlis-majlis ilmu dan bertanya kepada orang-orang yang berilmu tentang segala hal yang hendak diketahuinya, berupa urusan-urusan agamanya, jika sang suami tidak memiliki pengetahuan tentang hal itu. Tetapi yang dimaksudkan disini bukan sekedar ilmu yang diakhiri dengan memperoleh ijazah agar bisa mendapatkan perkerjaan. tetapi yang dimaksudkan ilmu di sini adalah apa yang terkandung di dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Karena bagaimana mungkin engkau akan merasa puas jika engkau hanya menguasai ilmu yang berkaitan dengan urusan dunia, tetapi engkau tidak tahu urusan akhirat ? Atau bagaimana mungkin engkau berusaha untuk mendapatkan ilmu dunia, sementara engkau juga melakukan hal-hal yang membuat Allah marah, seperti ber-tabarruj, membuka aurat dan mementingkan hawa nafsu ?
Memang benar, para orang tua tidak bisa mencegah anak-anak putrinya untuk mencari ilmu. Tetapi bagaimana mungkin seorang ayah membiarkan anak putrinya pergi mencari ilmu, sedangkan dia tidak shalat, tidak pernah membaca Al-Qur'an dan bahkan tidak tahu hukum-hukum yang mestinya diketahui oleh wanita secara khusus dari urusan-urusan agamanya ? Islam telah mengajarkan kepada kita bahwa mencari ilmu karena Allah, merupakan gambaran ketakutan, mencari ilmu adalah ibadah, mengkajinya adalah tasbih, menganalisisnya adalah jihad, mengajarkannya kepada orang-orang yang tidak tahu adalah shadaqah, membiayai orang yang mencari ilmu adalah qurbah, dan ilmu merupakan pendamping tatkala sendirian, dalil atas agama, Allah mengangkat suatu kaum karenanya, menjadikannya sebagai bukti dalam kebaikan dan dengan ilmu pula ibadah kepada Allah bisa menjadi sempurna, yang halal dan yang haram pun bisa diketahui.
Begitulah agama kita mengangkat kedudukan ilmu dan orang yang berilmu, menganjurkan laki-laki dan wanita untuk mencarinya. Tetapi bagaimana mungkin engkau berusaha mati-matian mendalami ilmu yang bisa mendukung kesuksesanmu di dunia, seperti ilmu arsitektur, kedokteran dan ilmu ilmu lain, namun engkau melalaikan hal-hal yang memasukanmu ke sorga dan menjauhkanmu dari neraka .?
Dengan cara melakukan instropeksi, engkau bisa bertanya kepada diri sendiri : Sejauh mana hukum-hukum dan ilmu agama yang engkau ketahui. Jika engkau mendapatkan kebaikan disana, maka pujilah Allah, karena ini berasal dari karunia dan taufiq-Nya kepadamu. Dan, jika engkau mendapatkan selain itu, maka memohonlah ampun kepada Allah, kembalilah kepada-Nya dan carilah bekal dengan ilmu agamamu. Karena hal yang paling baik ialah mendalami agamamu, dan penderitaan adalah bagi orang-orang yang terpedaya oleh hal-hal yang tampak gemerlap dari ilmu-ilmu dunia, namun dia tidak memperdulikan ilmu akhirat. Firman Allah tentang hal ini.
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
"Dan, barangsiapa berpaling dari pengetahuanku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpun-nya pada hari kiamat dalam keadaan buta". [Thaha : 124]
Begitulah wasiat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menganjurkan para wanita agar berusaha mencari ilmu dan mendapatkannya.
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
___https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag, ____
Footnote
[1] Hadits shahih, ditakhrij Al-Hakim 4/56-57, menurutnya, ini adalah hadits shahih menurut syarat Asy-Syaikhani. Yang serupa dengan ini juga ditakhrij dari jalan lain oleh Abu Dawud, hadits nomor 3887, Ahmad 6/372
"Dari Abu Bakar bin Sulaiman Al-Qursyi, dia berkata.'Sesungguhnya ada seorang laki-laki dalam kalangan Anshar yang mempunyai bisul. Lalu ditunjukkan bahwa Asy-Syifa' binti Abdullah dapat mengobati bisul dengan ruqyah. Maka laki-laki Anshar itu mendatanginya lalu meminta agar dia mengobatinya lalu meminta agar dia mengobatinya dengan ruqyah. Asy-Syifa' berkata kata.'Demi Allah, aku tidak lagi mengobati dengan ruqyah sejak aku masuk Islam'. Lalu laki-laki Anshar itu pergi menemui Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengabarkan kepada beliau tentang apa yang dikatakan Asy-Syifa'. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memanggil Asy-Syifa, seraya berkata. 'Perlihatkanlah (ruqyah itu) kepadaku !'. Maka dia pun memperlihatkannya. Lalu beliau berkata. 'Obatilah dia dengan ruqyah, dan ajarkanlah ia kepada Hafshah sebagaimana engkau mengajarkan Al-Kitab kepadanya'. Dalam suatu riwayat disebutkan :'Mengajari menulis". [1]
Wahai Ukhti Muslimah !
Wasiat Nabawi ini mencakup dua bagian.
1. Pembahasan tentang pengobatan dengan menggunakan ruqyah. Masalah ini sudah kami kemukakan dalam salah satu dari wasiat-wasiat beliau terdahulu.
2. Pengajaran tentang pengobatan dan menulis bagi para wanita.
Wahai Ukhti Muslimah !
Islam adalah agama persamaan, yang mempersamakan antara laki-laki dan wanita dalam masalah pahala dan siksa. Islam menganjurkan laki-laki dan wanita agar memikirkan ciptaan Allah dan berusaha untuk mendapatkan keridhaan-Nya.
Berangkat dari penjelasan ini, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mewasiatkan Asy-Syifa' agar mengajarkan ruqyah kepada Ummul Mukminin, Hafshah, setelah dia mengajarinya cara menulis.
Jadi, wanita juga harus belajar, mendatangai majlis-majlis ilmu dan bertanya kepada orang-orang yang berilmu tentang segala hal yang hendak diketahuinya, berupa urusan-urusan agamanya, jika sang suami tidak memiliki pengetahuan tentang hal itu. Tetapi yang dimaksudkan disini bukan sekedar ilmu yang diakhiri dengan memperoleh ijazah agar bisa mendapatkan perkerjaan. tetapi yang dimaksudkan ilmu di sini adalah apa yang terkandung di dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Karena bagaimana mungkin engkau akan merasa puas jika engkau hanya menguasai ilmu yang berkaitan dengan urusan dunia, tetapi engkau tidak tahu urusan akhirat ? Atau bagaimana mungkin engkau berusaha untuk mendapatkan ilmu dunia, sementara engkau juga melakukan hal-hal yang membuat Allah marah, seperti ber-tabarruj, membuka aurat dan mementingkan hawa nafsu ?
Memang benar, para orang tua tidak bisa mencegah anak-anak putrinya untuk mencari ilmu. Tetapi bagaimana mungkin seorang ayah membiarkan anak putrinya pergi mencari ilmu, sedangkan dia tidak shalat, tidak pernah membaca Al-Qur'an dan bahkan tidak tahu hukum-hukum yang mestinya diketahui oleh wanita secara khusus dari urusan-urusan agamanya ? Islam telah mengajarkan kepada kita bahwa mencari ilmu karena Allah, merupakan gambaran ketakutan, mencari ilmu adalah ibadah, mengkajinya adalah tasbih, menganalisisnya adalah jihad, mengajarkannya kepada orang-orang yang tidak tahu adalah shadaqah, membiayai orang yang mencari ilmu adalah qurbah, dan ilmu merupakan pendamping tatkala sendirian, dalil atas agama, Allah mengangkat suatu kaum karenanya, menjadikannya sebagai bukti dalam kebaikan dan dengan ilmu pula ibadah kepada Allah bisa menjadi sempurna, yang halal dan yang haram pun bisa diketahui.
Begitulah agama kita mengangkat kedudukan ilmu dan orang yang berilmu, menganjurkan laki-laki dan wanita untuk mencarinya. Tetapi bagaimana mungkin engkau berusaha mati-matian mendalami ilmu yang bisa mendukung kesuksesanmu di dunia, seperti ilmu arsitektur, kedokteran dan ilmu ilmu lain, namun engkau melalaikan hal-hal yang memasukanmu ke sorga dan menjauhkanmu dari neraka .?
Dengan cara melakukan instropeksi, engkau bisa bertanya kepada diri sendiri : Sejauh mana hukum-hukum dan ilmu agama yang engkau ketahui. Jika engkau mendapatkan kebaikan disana, maka pujilah Allah, karena ini berasal dari karunia dan taufiq-Nya kepadamu. Dan, jika engkau mendapatkan selain itu, maka memohonlah ampun kepada Allah, kembalilah kepada-Nya dan carilah bekal dengan ilmu agamamu. Karena hal yang paling baik ialah mendalami agamamu, dan penderitaan adalah bagi orang-orang yang terpedaya oleh hal-hal yang tampak gemerlap dari ilmu-ilmu dunia, namun dia tidak memperdulikan ilmu akhirat. Firman Allah tentang hal ini.
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
"Dan, barangsiapa berpaling dari pengetahuanku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpun-nya pada hari kiamat dalam keadaan buta". [Thaha : 124]
Begitulah wasiat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menganjurkan para wanita agar berusaha mencari ilmu dan mendapatkannya.
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
___https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag, ____
Footnote
[1] Hadits shahih, ditakhrij Al-Hakim 4/56-57, menurutnya, ini adalah hadits shahih menurut syarat Asy-Syaikhani. Yang serupa dengan ini juga ditakhrij dari jalan lain oleh Abu Dawud, hadits nomor 3887, Ahmad 6/372
Kategori Wanita : Wasiat Wahai Ukhti Muslimah ! Ketahuilah Hukum-Hukum Agama
عَنْ أُمُّ سَلَمَةَ قَالَتْ، جَاءَتْ أُمُّ سُلَيْمِ إِلَى رَسُوْلِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَلَتْ : يَا رَسُولَ اللَّه
إِنَّ اللَّه لاَيَسْتَحْىِ مِنَ الْحَقِ، فَهَلْ عَلَى المَرْأَةِ مِنْ
غُسْلٍ إِذَا احْتَلَمتْ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : إِذَا رَأَتْ المَاءَ. فَغَطَتْ أُمُّ سَلَمَةَ يَعْنِى وَ
جْهَهَا وَقَالَتْ : يَا رَسُوْلَ للَّهِ، أَوْ تَحْتَلِمُ المَرأَةُ؟!
قَالَ : نَعَمْ تَرِبَتْ يَمِيْنُكَ، فَبِمَ يُشْبِهُهَا وَلَدُهَا
"Dari Ummu Salamah, dia berkata.'Ummu Sulaim pernah datang kepada Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam seraya berkata. 'Wahai Rasulullah sesungguhnya Allah tidak merasa malu dari kebenaran. Lalu apakah seorang wanita itu harus mandi jika dia bermimpi ?. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab.'Jika dia melihat air (mani)'. Lalu Ummu Salamah menutup wajahnya, dan berkata.'Wahai Rasulullah, apakah wanita itu juga bisa bermimpi .?.'Beliau menjawab.'Ya, bisa'. Maka sesuatu yang menyerupai dirinya adalah anaknya". [1]
Wahai Ukhti Muslimah !
Diantara kebaikan ke-Islaman seorang wanita adalah jika dia mengetahui agamanya. Maka Islam mewajibkan para wanita mencari ilmu sebagaimana yang diwajibkan terhadap kaum laki-laki. Perhatikanlah firman Allah ini.
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
"Katakanlah. Adakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui.?".[Az-Zumar : 9]
Bahkan perhatikan pula firman Allah yang secara khusus ditujukan kepada Ummahatul-Mukminin, yang menganjurkan mereka agar mempelajari kandungan Al-Qur'an dan hadits Nabawi yang dibacakan dirumah-rumah mereka. Firman-Nya.
وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَىٰ فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ
"Dan, ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah".[Al-Ahzab : 34]
Karena perintah Allah inilah para wanita merasakan keutamaan ilmu. Maka mereka pun pergi menemui Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menuntut suatu majlis bagi mereka dari beliau, agar di situ mereka bisa belajar.
Dari Abu Sa'id Al-Khudry Radhiyallahu anhu, dia berkata. "Para wanita berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. 'Kaum laki-laki telah mengalahkan kami atas diri engkau. Maka buatlah bagi kami dari waktu engkau'. Maka beliau menjanjikan suatu hari kepada mereka, yang pada saat itu beliau akan menemui mereka dan memberi wasiat serta perintah kepada mereka. Di antara yang beliau katakan kepada mereka adalah :'Tidaklah ada di antara kamu sekalian seorang wanita yang ditinggal mati oleh tiga anaknya, melainkan anak-anaknya itu menjadi penghalang dari neraka baginya'. Lalu ada seorang wanita yang bertanya. 'Bagaimana dengan dua anak ?' Maka beliau menjawab.'Begitu pula dua anak'.[2]
Begitulah Islam menyeru agar para wanita diajari dan diberi bimbingan tentang hal-hal yang harus mereka biasakan, untuk kebaikan di dunia dan akhirat.
Wahai Ukhti Muslimah !
Perhatikanlah di dalam wasiat Nabawi ini, bahwa Ummu Salamah datang untuk mempelajari apa-apa yang tidak diketahuinya, sehingga akhirnya dia bisa mengetahui secara komplit. Begitulah seharusnya yang dilakukan seorang wanita muslimah. Dia bisa bertanya tentang hukum-hukum agamanya. Karena yang tahu hukum-hukum tersebut diantara mereka hanya sedikit sekali. Marilah kita simak wasiat ini.
Wahai Ukhti Muslimah !
Perhatikanlah bagaimana adab Ummu Sulaim yang memulai ucapannya dengan berkata."Sesungguhnya Allah tidak merasa malu dari kebenaran". Maksudnya, tidak ada halangan untuk menjelaskan yang benar. Sehingga Allah membuat perumpamaan dengan seekor nyamuk dan yang serupa lainnya sebagaimana firman-Nya.
إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَن يَضْرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا
"Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu".[Al-Baqarah : 26]
Begitu pula Ummu Sulaim. Tidak ada halangan baginya untuk bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang apa-apa yang mestinya dia ketahui dan dia pelajari, meskipun mungkin hal itu dianggap aneh. Sungguh benar Ummul Mukminin, Aisyah yang berkata."Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Tidak ada rasa malu yang menghalangi mereka untuk memahami agama". [3]
Selagi engkau dikungkung rasa malu dan tidak mau mengetahui hukum-hukum agamamu, maka ini merupakan kesalahan yang amat besar, bahkan bisa berbahaya. Ada baiknya engkau membiasakan dirimu untuk tidak merasa malu dalam mempelajari hukum-hukum agama, baik hukum itu kecil maupun besar. Sebab jika seorang wanita lebih banyak dikungkung rasa malu, maka dia sama sekali tidak akan mengetahui sesuatu pun. Perhatikanlah perkataan Mujahid Rahimahullah. "Orang yang malu dan sombong tidak akan mau mempelajari ilmu". Seakan akan dia menganjurkan orang-orang yang mencari ilmu agar tidak merasa lemah dan takkabur, sebab hal itu akan mempengaruhi usaha mereka dalam mencari ilmu.
Ada suatu pertanyaan dari Ummu Sulaim, dia bertanya. "Apakah seorang wanita itu harus mandi jika dia bermimpi ?". Maksudnya, jika dia bermimpi bahwa dia disetubuhi. Jawaban Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :"Jika dia melihat air". Makna jawaban ini, bahwa jika seorang wanita benar-benar bermimpi dan ada petunjuk atau bukti terjadinya hal itu, yaitu dia melihat adanya bekas air mani di pakaian, maka ini merupakan syarat mandinya. Namun jika dia bermimpi dan tidak melihat bekas air mani, maka dia tidak perlu mandi. Setelah diberi jawaban yang singkat dan padat ini, Ummu Salamah langsung menutupi wajahnya seraya bertanya. "Apakah wanita itu juga bermimpi ?".
Wahai Ukhti Muslimah !
Rasa herannya Ummu Salamah itu bukanlah sesuatu yang aneh. Pernah terjadi pada diri Aisyah, sementaranya ilmunya lebih komplit, sebagaimana yang disebutkan dalam suatu riwayat, dia berkata."Kecelakaan bagimu. Apakah wanita akan mengalami seperti itu ?". Dia berkata seperti itu dengan maksud untuk mengingkari bahwa wanita juga bisa bermimpi.
Jika permasalahan-permasalahannya yang hakiki tidaklah seperti yang disangkakan bahwa setiap wanita bisa bermimpi. Mimpi itu hanya terjadi pada sebagian wanita, sedangkan yang lain tidak. Maka inilah sebab pengingkaran dan keheranan yang muncul dari Ummu Salamah dan Aisyah. Namun keheranan ini bisa dituntaskan oleh jawaban Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :'Na'am, taribat yaminuki', maksudnya : Benar, seorang wanita bisa bermimpi. Perkataan beliau : تَرِبَتْ يَمِيْنُكَ (Taribat yaminuki). maksudnya, dia menjadi rendah dan berada di atas tanah. Ini merupakan lafazh yang diucapkan saat menghardik, dan tidak dimaksudkan menurut zhahirnya.
Kemudian di akhir ucapan beliau ada salah satu bukti nubuwah, yaitu perkataan beliau :"Sesuatu yang bisa menyerupai dirinya adalah anaknya".
Wahai Ukhti Muslimah !
Ilmu pengetahuan modern telah menetapkan bahwa laki-laki dan wanita saling bersekutu dalam pembentukan janin. Sebab jenis hewan yang berkembang biak, benih datang dari pasangan laki-laki ke indung telur yang ada di dalam tubuh yang perempuan, lalu sperma yang satu bercampur dengan yang lain. Dengan pengertian, bahwa separo sifat-sifat yang diwariskan kira-kira berseumber dari yang laki-laki dan yang separonya lagi kira-kira berasal dari perempuan. Kemudian bisa juga terjadi pertukaran dan kesesuaian, sehingga ada sifat-sifat yang lebih menonjol daripada yang lain. Maka dari sinilah terjadi penyerupaan.
Jadi sebagaimana yang engkau ketahui wahai Ukhti Muslimah, seperti apapun keadaannya, tidak mungkin bagi jenis hewan yang berkembang biak, yakni hanya laki-laki saja yang bisa membuahi suatu mahluk hidup, tanpa bersekutu dengan indung telur pada jenis perempuan.
Perhatikanlah bagaimana keindahan pengabaran Nabawi ini. Karena sejak beliau di utus sebagai rasul, jauh sebelum masa Aristoteles, ada kepercayaan bahwa wanita tidak mempunyai campur tangan dalam pembentukan dan keberadaan anak. Hanya air mani sajalah yang terepenting. Mereka tidak yakin bahwa air mani seorang laki-laki akan sampai ke rahim perempuan, lalu berkembang menjadi janin, sedikit demi sedikit janin membesar sehingga menjadi bayi dan akhirnya benar-benar sempurna menjadi sosok manusia di dalam rahim. Lalu Muhammad bin Abdullah datang mengabarkan kepada kita tentang apa yang bakal disibak oleh ilmu pengetahuan modern. Benar, ini merupakan wahyu yang diwahyukan, dan beliau sama sekali tidak berkata dari kemauan dirinya sendiri, tetapi beliau berkata menurut apa yang diajarkan Allah kepada beliau.
Begitulah wahai Ukhti Muslimah apa yang bisa kita pelajari dari wasiat Nabawi ini, semoga Allah memberi manfaat kepada kita semua.
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
____https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag, ___
Footnote
[1]. Hadits shahih, ditakhrij Ahmad 6/306, Al-Bukhari 1/44, Muslim 3/223, At-Tirmidzi, hadits nomor 122, An-Nasa'i 1/114, Ibnu Majah hadits nomor 600, Ad-Darimi 1/195, Al-Baihaqi 1/168-169
[2]. Diriwayatkan Al-Bukhari, 1/36 dan Muslim 16/181
[3]. Diriwayatkan Al-Bukhari 1/44
"Dari Ummu Salamah, dia berkata.'Ummu Sulaim pernah datang kepada Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam seraya berkata. 'Wahai Rasulullah sesungguhnya Allah tidak merasa malu dari kebenaran. Lalu apakah seorang wanita itu harus mandi jika dia bermimpi ?. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab.'Jika dia melihat air (mani)'. Lalu Ummu Salamah menutup wajahnya, dan berkata.'Wahai Rasulullah, apakah wanita itu juga bisa bermimpi .?.'Beliau menjawab.'Ya, bisa'. Maka sesuatu yang menyerupai dirinya adalah anaknya". [1]
Wahai Ukhti Muslimah !
Diantara kebaikan ke-Islaman seorang wanita adalah jika dia mengetahui agamanya. Maka Islam mewajibkan para wanita mencari ilmu sebagaimana yang diwajibkan terhadap kaum laki-laki. Perhatikanlah firman Allah ini.
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
"Katakanlah. Adakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui.?".[Az-Zumar : 9]
Bahkan perhatikan pula firman Allah yang secara khusus ditujukan kepada Ummahatul-Mukminin, yang menganjurkan mereka agar mempelajari kandungan Al-Qur'an dan hadits Nabawi yang dibacakan dirumah-rumah mereka. Firman-Nya.
وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَىٰ فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ
"Dan, ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah".[Al-Ahzab : 34]
Karena perintah Allah inilah para wanita merasakan keutamaan ilmu. Maka mereka pun pergi menemui Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menuntut suatu majlis bagi mereka dari beliau, agar di situ mereka bisa belajar.
Dari Abu Sa'id Al-Khudry Radhiyallahu anhu, dia berkata. "Para wanita berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. 'Kaum laki-laki telah mengalahkan kami atas diri engkau. Maka buatlah bagi kami dari waktu engkau'. Maka beliau menjanjikan suatu hari kepada mereka, yang pada saat itu beliau akan menemui mereka dan memberi wasiat serta perintah kepada mereka. Di antara yang beliau katakan kepada mereka adalah :'Tidaklah ada di antara kamu sekalian seorang wanita yang ditinggal mati oleh tiga anaknya, melainkan anak-anaknya itu menjadi penghalang dari neraka baginya'. Lalu ada seorang wanita yang bertanya. 'Bagaimana dengan dua anak ?' Maka beliau menjawab.'Begitu pula dua anak'.[2]
Begitulah Islam menyeru agar para wanita diajari dan diberi bimbingan tentang hal-hal yang harus mereka biasakan, untuk kebaikan di dunia dan akhirat.
Wahai Ukhti Muslimah !
Perhatikanlah di dalam wasiat Nabawi ini, bahwa Ummu Salamah datang untuk mempelajari apa-apa yang tidak diketahuinya, sehingga akhirnya dia bisa mengetahui secara komplit. Begitulah seharusnya yang dilakukan seorang wanita muslimah. Dia bisa bertanya tentang hukum-hukum agamanya. Karena yang tahu hukum-hukum tersebut diantara mereka hanya sedikit sekali. Marilah kita simak wasiat ini.
Wahai Ukhti Muslimah !
Perhatikanlah bagaimana adab Ummu Sulaim yang memulai ucapannya dengan berkata."Sesungguhnya Allah tidak merasa malu dari kebenaran". Maksudnya, tidak ada halangan untuk menjelaskan yang benar. Sehingga Allah membuat perumpamaan dengan seekor nyamuk dan yang serupa lainnya sebagaimana firman-Nya.
إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَن يَضْرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا
"Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu".[Al-Baqarah : 26]
Begitu pula Ummu Sulaim. Tidak ada halangan baginya untuk bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang apa-apa yang mestinya dia ketahui dan dia pelajari, meskipun mungkin hal itu dianggap aneh. Sungguh benar Ummul Mukminin, Aisyah yang berkata."Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Tidak ada rasa malu yang menghalangi mereka untuk memahami agama". [3]
Selagi engkau dikungkung rasa malu dan tidak mau mengetahui hukum-hukum agamamu, maka ini merupakan kesalahan yang amat besar, bahkan bisa berbahaya. Ada baiknya engkau membiasakan dirimu untuk tidak merasa malu dalam mempelajari hukum-hukum agama, baik hukum itu kecil maupun besar. Sebab jika seorang wanita lebih banyak dikungkung rasa malu, maka dia sama sekali tidak akan mengetahui sesuatu pun. Perhatikanlah perkataan Mujahid Rahimahullah. "Orang yang malu dan sombong tidak akan mau mempelajari ilmu". Seakan akan dia menganjurkan orang-orang yang mencari ilmu agar tidak merasa lemah dan takkabur, sebab hal itu akan mempengaruhi usaha mereka dalam mencari ilmu.
Ada suatu pertanyaan dari Ummu Sulaim, dia bertanya. "Apakah seorang wanita itu harus mandi jika dia bermimpi ?". Maksudnya, jika dia bermimpi bahwa dia disetubuhi. Jawaban Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :"Jika dia melihat air". Makna jawaban ini, bahwa jika seorang wanita benar-benar bermimpi dan ada petunjuk atau bukti terjadinya hal itu, yaitu dia melihat adanya bekas air mani di pakaian, maka ini merupakan syarat mandinya. Namun jika dia bermimpi dan tidak melihat bekas air mani, maka dia tidak perlu mandi. Setelah diberi jawaban yang singkat dan padat ini, Ummu Salamah langsung menutupi wajahnya seraya bertanya. "Apakah wanita itu juga bermimpi ?".
Wahai Ukhti Muslimah !
Rasa herannya Ummu Salamah itu bukanlah sesuatu yang aneh. Pernah terjadi pada diri Aisyah, sementaranya ilmunya lebih komplit, sebagaimana yang disebutkan dalam suatu riwayat, dia berkata."Kecelakaan bagimu. Apakah wanita akan mengalami seperti itu ?". Dia berkata seperti itu dengan maksud untuk mengingkari bahwa wanita juga bisa bermimpi.
Jika permasalahan-permasalahannya yang hakiki tidaklah seperti yang disangkakan bahwa setiap wanita bisa bermimpi. Mimpi itu hanya terjadi pada sebagian wanita, sedangkan yang lain tidak. Maka inilah sebab pengingkaran dan keheranan yang muncul dari Ummu Salamah dan Aisyah. Namun keheranan ini bisa dituntaskan oleh jawaban Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :'Na'am, taribat yaminuki', maksudnya : Benar, seorang wanita bisa bermimpi. Perkataan beliau : تَرِبَتْ يَمِيْنُكَ (Taribat yaminuki). maksudnya, dia menjadi rendah dan berada di atas tanah. Ini merupakan lafazh yang diucapkan saat menghardik, dan tidak dimaksudkan menurut zhahirnya.
Kemudian di akhir ucapan beliau ada salah satu bukti nubuwah, yaitu perkataan beliau :"Sesuatu yang bisa menyerupai dirinya adalah anaknya".
Wahai Ukhti Muslimah !
Ilmu pengetahuan modern telah menetapkan bahwa laki-laki dan wanita saling bersekutu dalam pembentukan janin. Sebab jenis hewan yang berkembang biak, benih datang dari pasangan laki-laki ke indung telur yang ada di dalam tubuh yang perempuan, lalu sperma yang satu bercampur dengan yang lain. Dengan pengertian, bahwa separo sifat-sifat yang diwariskan kira-kira berseumber dari yang laki-laki dan yang separonya lagi kira-kira berasal dari perempuan. Kemudian bisa juga terjadi pertukaran dan kesesuaian, sehingga ada sifat-sifat yang lebih menonjol daripada yang lain. Maka dari sinilah terjadi penyerupaan.
Jadi sebagaimana yang engkau ketahui wahai Ukhti Muslimah, seperti apapun keadaannya, tidak mungkin bagi jenis hewan yang berkembang biak, yakni hanya laki-laki saja yang bisa membuahi suatu mahluk hidup, tanpa bersekutu dengan indung telur pada jenis perempuan.
Perhatikanlah bagaimana keindahan pengabaran Nabawi ini. Karena sejak beliau di utus sebagai rasul, jauh sebelum masa Aristoteles, ada kepercayaan bahwa wanita tidak mempunyai campur tangan dalam pembentukan dan keberadaan anak. Hanya air mani sajalah yang terepenting. Mereka tidak yakin bahwa air mani seorang laki-laki akan sampai ke rahim perempuan, lalu berkembang menjadi janin, sedikit demi sedikit janin membesar sehingga menjadi bayi dan akhirnya benar-benar sempurna menjadi sosok manusia di dalam rahim. Lalu Muhammad bin Abdullah datang mengabarkan kepada kita tentang apa yang bakal disibak oleh ilmu pengetahuan modern. Benar, ini merupakan wahyu yang diwahyukan, dan beliau sama sekali tidak berkata dari kemauan dirinya sendiri, tetapi beliau berkata menurut apa yang diajarkan Allah kepada beliau.
Begitulah wahai Ukhti Muslimah apa yang bisa kita pelajari dari wasiat Nabawi ini, semoga Allah memberi manfaat kepada kita semua.
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
____https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag, ___
Footnote
[1]. Hadits shahih, ditakhrij Ahmad 6/306, Al-Bukhari 1/44, Muslim 3/223, At-Tirmidzi, hadits nomor 122, An-Nasa'i 1/114, Ibnu Majah hadits nomor 600, Ad-Darimi 1/195, Al-Baihaqi 1/168-169
[2]. Diriwayatkan Al-Bukhari, 1/36 dan Muslim 16/181
[3]. Diriwayatkan Al-Bukhari 1/44
Kategori Wanita : Wasiat Janganlah Membebani Diri Dalam Urusan Agama
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنْ الحَوْلاَءَ بِنْتِ تُوَيْتِ
مَرَّتْ بِهَا، وَعِنْدَهَا رَسُوْ لُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَمَ، فَقُلْتُ : هَذِهِ الحَوْلاَءُ بِنْتِ تُوَيْتِ، وَزَعَمُوْا
أَنَّهَا لاَ تَنَامُ الَّليْلَ، فَقَلَ رَسُوْ لُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَمَ : لاَ تَنَامُ الَّليلَ؟! خُذُوا مِنَ العَمَلِ مَا
تُطِيْقُوْنَ، فَوَا للَّه لاَ يَسْأَمُ اللَّهُ حَتَّى تَسْأَمُوْا.
“Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, bahwa Al-Haula binti Tuwaitin melewatinya, sedangkan disisinya ada Rasulullah Shallallahu ‘alaiahi wa sallam, lalu aku (Aisyah) berkata, ‘Ini adalah Al-Haula binti Tuwaitin, mereka berkata bahwa dia tidak pernah tidur malam’. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tidak pernah tidur malam?!”, Ambillah dari perkerjaan menurut kemampuanmu. Demi Allah, Allah tidak merasa bosan sehingga kamu merasa bosan” [1]
Wahai ukhti Muslimah !
Allah telah memberi kemudahan agama kepada kita dan tidak menjadikan kita merasa keberatan atau pun kesulitan melaksanakannya serta mengkaruniakan kita kenikmatan berupa kemudahan. FirmanNya.
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” [Al-Baqarah : 185]
Berangkat dari sini, maka engkau tidak boleh mempersulit dirimu sendiri dalam beribadah kepada Rabb. Sebab orang yang mempersulit dirinya sendiri dalam ibadah, berarti bertentangan dengan ruh Islam, yang akhirnya cepat atau lambat hal itu akan menimbulkan kebosanan, jemu ataupun tidak mampu melaksanakan lagi ibadah tersebut. Perhatikanlah perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
"Sesungguhnya agama itu mudah, dan sekali-kali seseorang tidak mempersulit agama melainkan justru dia dikalahkan. Maka benarkanlah, bersahajalah, berilah kabar gembira dan memohonlah pertolongan dengan pergi pada waktu pagi dan sore serta sebagian dari akhir malam” [2]
Yang harus engkau lakukan wahai ukhti Muslimah, adalah memilih jalan tengah dalam ibadah, tidak meremehkan dan tidak berlebih-lebihan. Karena Allah tidak membebani kamu agar kamu mempersulit dirimu sendiri dalam melaksanakan apa yang Dia tuntut darimu, atau agar engkau melaksanakannya. Contohnya, engkau berbuat secara berlebih-lebihan dalam melaksanakan shalat sunat. Hal in lama kelamaan hanya akan menimbulkan rasa jemu atau bosan atau akhirnya sama sekali tidak mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dan dunia.
Wahai ukhti Muslimah !
Islam menuntut agar kita berbuat untuk kepentingan akhirat selagi di dunia dan tidak meremehkan urusan dunia yang tampaknya tidak berbobot. Allah Ta’ala telah berfirman.
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“Dan, carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah keadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi” [Al-Qashash : 77]
Perhatikanlah kisah berikut ini yang pernah terjadi pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas bin Malik berkata : “Ada tiga orang datang ke rumah istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya tentang ibadah beliau. Tatkala mereka sudah diberi tahu, seakan-akan mereka menganggap sedikit ibadah beliau. Mereka berkata, ‘Dimanakah kita bila dibandingkan dengan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal dosanya yang akan datang dan yang lalu telah diampuni’. Salah seorang diantara mereka berkata, ‘Sedangkan aku shalat malam terus menerus’. Yang lain berkata, Aku berpuasa sepanjang masa dan tidak pernah berbuka’. Sedangkan yang lain lagi berkata, ‘Aku menjauhi wanita dan tidak menikah selama-lamanya’. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata : ‘Kamukah orang-orang yang berkata begini dan begini? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan yang paling bertakwa kepadaNya di antara kamu, tetapi aku berpuasa dan juga berbuka, shalat (malam) dan juga tidur serta menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka dia tidak termasuk goloanganku” [3]
Wahai Ukhti Muslimah !
Inilah manhaj Islam yang mengambil jalan tengah, tidak meremehkan dan tidak pula berlebih-lebihan. Perhatikanlah baik-baik dalam wasiat ini, bahwa Al-Haula’ adalah seorang wanita shalihah. Dia mengira bahwa tatkala dia melatih dirinya dalam ketaatan kepada Allah, ternyata dia telah melakukan urusan yang besar. Dia tidak tidur malam atau tidur hanya sebentar pada siang hari, kemudian jika datang waktu malam, dia bangun dan shalat hingga fajar menyingsing. Dia tidak pernah berpikir bahwa justru hal itu bertentangan dengan petunjuk Islam yang memerintahkan mengambil jalan tengah dan tidak melampaui batas.
Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, dan Aisyah berkata, “Inilah Al-Haula, Orang-orang berkata bahwa dia tidak pernah tidur malam” Beliau merasa heran dengan perbuatan ini, lalu berkata dengan kaget, “Tidak tidur malam?’. Kemudian beliau menuntunnya kepada kebaikan dan keberuntungan dengan cara mengambil jalan tengah dalam ketaatan.
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
___https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,____
Footnote
[1]. Hadits shahih, ditakhrij Ahmad 6/247, Muslim 6/73, Ath-Thabrany, hadits nomor 564 di dalam Al-Kabir.
[2]. Diriwayatkan Al-Bukhary 1/16, An-Nasa’i 8/122 Ahmad 5/69.
[3]. Diriwayatkan Al-Bukhary 7/2, Muslim 9/175-1176
“Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, bahwa Al-Haula binti Tuwaitin melewatinya, sedangkan disisinya ada Rasulullah Shallallahu ‘alaiahi wa sallam, lalu aku (Aisyah) berkata, ‘Ini adalah Al-Haula binti Tuwaitin, mereka berkata bahwa dia tidak pernah tidur malam’. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tidak pernah tidur malam?!”, Ambillah dari perkerjaan menurut kemampuanmu. Demi Allah, Allah tidak merasa bosan sehingga kamu merasa bosan” [1]
Wahai ukhti Muslimah !
Allah telah memberi kemudahan agama kepada kita dan tidak menjadikan kita merasa keberatan atau pun kesulitan melaksanakannya serta mengkaruniakan kita kenikmatan berupa kemudahan. FirmanNya.
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” [Al-Baqarah : 185]
Berangkat dari sini, maka engkau tidak boleh mempersulit dirimu sendiri dalam beribadah kepada Rabb. Sebab orang yang mempersulit dirinya sendiri dalam ibadah, berarti bertentangan dengan ruh Islam, yang akhirnya cepat atau lambat hal itu akan menimbulkan kebosanan, jemu ataupun tidak mampu melaksanakan lagi ibadah tersebut. Perhatikanlah perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
"Sesungguhnya agama itu mudah, dan sekali-kali seseorang tidak mempersulit agama melainkan justru dia dikalahkan. Maka benarkanlah, bersahajalah, berilah kabar gembira dan memohonlah pertolongan dengan pergi pada waktu pagi dan sore serta sebagian dari akhir malam” [2]
Yang harus engkau lakukan wahai ukhti Muslimah, adalah memilih jalan tengah dalam ibadah, tidak meremehkan dan tidak berlebih-lebihan. Karena Allah tidak membebani kamu agar kamu mempersulit dirimu sendiri dalam melaksanakan apa yang Dia tuntut darimu, atau agar engkau melaksanakannya. Contohnya, engkau berbuat secara berlebih-lebihan dalam melaksanakan shalat sunat. Hal in lama kelamaan hanya akan menimbulkan rasa jemu atau bosan atau akhirnya sama sekali tidak mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dan dunia.
Wahai ukhti Muslimah !
Islam menuntut agar kita berbuat untuk kepentingan akhirat selagi di dunia dan tidak meremehkan urusan dunia yang tampaknya tidak berbobot. Allah Ta’ala telah berfirman.
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“Dan, carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah keadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi” [Al-Qashash : 77]
Perhatikanlah kisah berikut ini yang pernah terjadi pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas bin Malik berkata : “Ada tiga orang datang ke rumah istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya tentang ibadah beliau. Tatkala mereka sudah diberi tahu, seakan-akan mereka menganggap sedikit ibadah beliau. Mereka berkata, ‘Dimanakah kita bila dibandingkan dengan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal dosanya yang akan datang dan yang lalu telah diampuni’. Salah seorang diantara mereka berkata, ‘Sedangkan aku shalat malam terus menerus’. Yang lain berkata, Aku berpuasa sepanjang masa dan tidak pernah berbuka’. Sedangkan yang lain lagi berkata, ‘Aku menjauhi wanita dan tidak menikah selama-lamanya’. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata : ‘Kamukah orang-orang yang berkata begini dan begini? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan yang paling bertakwa kepadaNya di antara kamu, tetapi aku berpuasa dan juga berbuka, shalat (malam) dan juga tidur serta menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka dia tidak termasuk goloanganku” [3]
Wahai Ukhti Muslimah !
Inilah manhaj Islam yang mengambil jalan tengah, tidak meremehkan dan tidak pula berlebih-lebihan. Perhatikanlah baik-baik dalam wasiat ini, bahwa Al-Haula’ adalah seorang wanita shalihah. Dia mengira bahwa tatkala dia melatih dirinya dalam ketaatan kepada Allah, ternyata dia telah melakukan urusan yang besar. Dia tidak tidur malam atau tidur hanya sebentar pada siang hari, kemudian jika datang waktu malam, dia bangun dan shalat hingga fajar menyingsing. Dia tidak pernah berpikir bahwa justru hal itu bertentangan dengan petunjuk Islam yang memerintahkan mengambil jalan tengah dan tidak melampaui batas.
Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, dan Aisyah berkata, “Inilah Al-Haula, Orang-orang berkata bahwa dia tidak pernah tidur malam” Beliau merasa heran dengan perbuatan ini, lalu berkata dengan kaget, “Tidak tidur malam?’. Kemudian beliau menuntunnya kepada kebaikan dan keberuntungan dengan cara mengambil jalan tengah dalam ketaatan.
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
___https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,____
Footnote
[1]. Hadits shahih, ditakhrij Ahmad 6/247, Muslim 6/73, Ath-Thabrany, hadits nomor 564 di dalam Al-Kabir.
[2]. Diriwayatkan Al-Bukhary 1/16, An-Nasa’i 8/122 Ahmad 5/69.
[3]. Diriwayatkan Al-Bukhary 7/2, Muslim 9/175-1176
Kategori Wanita : Wasiat Wasiat Seorang Ibu Kepada Anak Perempuannya
Anjuran Berwasiat Kepada Calon Isteri
Anas mengatakan bahwasanya para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mempersembahkan (menikahkan) anak perempuan kepada calon suaminya, mereka memerintahkan kepadanya untuk berkhidmat kepada suami dan senantiasa menjaga hak suami.
Pesan Bapak Kepada Anak Perempuannya Saat Pernikahan
Abdullah bin Ja’far bin Abu Thalib mewasiatkan anak perempuannya, seraya berkata, “Jauhilah olehmu perasaan cemburu, karena rasa cemburu adalah kunci jatuhnya thalak. Juga jauhilah olehmu banyak mengeluh, karena keluh kesah menimbulkan kemarahan, dan hendaklah kamu memakai celak mata karena itu adalah perhiasan yang paling indah dan wewangian yang paling harum”.
Pesan Ibu Kepada Anak Perempuannya
Diriwayatkan bahwa Asma binti Kharijah Al-Farzari berpesan kepada anak perempuannya disaat pernikahannya, “Sesungguhnya engkau telah keluar dari sarang yang engkau tempati menuju hamparan yang tidak engkau ketahui, juga menuju teman yang engkau belum merasa rukun dengannya. Oleh karena itu jadilah engkau sebagai bumi baginya, maka dia akan menjadi langit untukmu. Jadilah engkau hamparan baginya, niscaya ia akan menjadi tiang untukmu. Jadilah engkau hamba sahaya baginya, maka niscaya ia akan menjadi hamba untukmu. Janganlah engkau meremehkannya, karena niscaya dia akan membencimu dan janganlah menjauh darinya karena dia akan melupakanmu. Jika dia mendekat kepadamu maka dekatkanlah dirimu, dan jika dia menjauhimu maka menjauhlah darinya. Jagalah hidungnya, pendengarannya, dan matanya. Janganlah ia mencium sesuatu darimu kecuali wewangian dan janganlah ia melihatmu kecuali engkau dalam keadaan cantik. [1]
Pesan Amamah binti Harits Kepada Anak Perempuannya Saat Pernikahan.
Amamah bin Harits berpesan kepda anak perempuannya tatkala membawanya kepada calon suaminya, “Wahai anak perempuanku! Bahwasanya jika wasiat ditinggalkan karena suatu keistimewaan atau keturunan maka aku menjauh darimu. Akan tetapi wasiat merupakan pengingat bagi orang yang mulia dan bekal bagi orang yang berakal. Wahai anak perempuanku! Jika seorang perempuan merasa cukup terhadap suami lantaran kekayaan kedua orang tuanya dan hajat kedua orang tua kepadanya, maka aku adalah orang yang paling merasa cukup dari semua itu. Akan tetapi perempuan diciptakan untuk laki-laki dan laki-lakai diciptakan untuk perempuan. Oleh karena itu, wahai anak perempuanku! Jagalah sepuluh perkara ini.
Pertama dan kedua : Perlakuan dengan sifat qana’ah dan mu’asyarah melalui perhatian yang baik dan ta’at, karena pada qan’aah terdapat kebahagiaan qalbu, dan pada ketaatan terdapat keridhaan Tuhan.
Ketiga dan keempat : Buatlah janji dihadapannya dan beritrospeksilah dihadapannya. Jangan sampai ia memandang jelek dirimu, dan jangan sampai ia mencium darimu kecuali wewangian.
Kelima dan keenam : Perhatikanlah waktu makan dan tenangkanlah ia tatkala tidur, karena panas kelaparan sangat menjengkelkan dan gangguan tidur menjengkelkan.
Ketujuh dan kedelapan : Jagalah harta dan keluarganya. Dikarenakan kekuasaan dalam harta artinya pengaturan keuangan yang bagus, dan kekuasaan dalam keluarga artinya perlakuan yang baik.
Kesembilan dan kesepuluh : Jangan engkau sebarluaskan rahasianya, serta jangan engkau langgar peraturannya. Jika engkau menyebarluaskan rahasianya berarti engkau tidak menjaga kehormatannya. Jika engkau melanggar perintahnya berarti engkau merobek dadanya. [2]
Bahwasanya keagungan baginya yang paling besar adalah kemuliaan yang engkau persembahkan untuknya, dan kedamaian yang paling besar baginya adalah perlakuanmu yang paling baik. Ketahuilah, bahwasanya engkau tidak merasakan hal tersebut, sehingga engkau mempengaruhi keinginannya terhadap keinginanmu dan keridhaannya terhadap keridhaanmu (baik terhadap hal yang engkau sukai atau yang engkau benci). Jauhilah menampakkan kebahagiaan dihadapannya jika ia sedang risau, atau menampakkan kesedihan tatkala ia sedang gembira.
Tatkala Ibnu Al-Ahwash membawa anak perempuannya kepada amirul mukminin Ustman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu, dan orang tuanya telah memberinya nasihat, Ustman berkata, “Pondasi mana saja, bahwasanya engkau mengutamakan perempuan dari suku Quraisy, karena mereka adalah perempuan yang paling pandai memakai wewangian daripada engkau. Oleh karena itu perliharalah dua perkataan : Nikahlah dan pakailah wewangian dengan menggunakan air hingga wangimu seperti bau yang ditimpa air hujan.
Ummu Mu’ashirah menasihati anak perempuannya dengan nasihat sebagai berikut (sungguh aku membuatnya tersenyum bercampur sedih): Wahai anakku.. engkau menerima untuk menempuh hidup baru… kehidupan yang mana ibu dan bapakmu tidak mempunyai tempat di dalamnya, atau salah seorang dari saudaramu. Dalam kehidupan tersebut engkau menjadi teman bagi suamimu, yang tidak menginginkan seorangpun ikut campur dalam urusanmu, bahkan juga daging darahmu. Jadilah istri untuknya wahai anakku, dan jadilah ibu untuknya. Kemudian jadikanlah ia merasakan bahwa engkau adalah segala-galanya dalam kehidupannya, dan segala-galanya di dunia.
Ingatlah selalu bahwasanaya laki-laki anak-anak atau dewasa memiliki kata-kata manis yang lebih sedikit, yang dapat membahagiankannya. Janganlah engkau membuatnya berperasaan bahwa dia menikahimu menyebabkanmu merasa jauh dari keluarga dan sanak kerabatmu. Sesungguhnya perasaan ini sama dengan yang ia rasakan, karena dia juga meninggalkan rumah orang tuanya, dan keluarga karena dirimu. Tetapi perbedaan antara dia dan kamu adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan perempuan selalu rindu kepada keluarga dan tempat ia dilahirkan, berkembang, besar dan menimba ilmu pengetahuan. Akan tetapi sebagai seorang isteri ia harus kembali kepada kehidupan baru. Dia harus membangun hidupnya bersama laki-laki yang menjadi suami dan perlindungannya, serta bapak dari anak-anaknya. Inilah duaniamu yang baru.
Wahai anakku, inilah kenyataan yang engkau hadapi dan inilah masa depanmu. Inilah keluargamu, dimana engkau dan suamimu bekerja sama dalam mengarungi bahtera rumah tannga. Adapun bapakmu, itu dulu. Sesungguhnya aku tidak memintamu untuk melupakan bapakmu, ibumu dan sanak saudaramu, karena mereka tidak akan melupakanmu selamanya wahai buah hatiku. Bagaimana mungkin seorang ibu melupakan buah hatinya. Akan tetapi aku memintamu untuk mencintai suamimu dan hidup bersamanya, dan engkau bahagia dengan kehidupan berumu bersamanya.
Seorang perempuan berwasiat kepada anak perempuannya, seraya berkata, “Wahai anakku, jangan kamu lupa dengan kebersihan badanmu, karena kebersihan badanmu menambah kecintaan suamimu padamu. Kebersihan rumahmu dapat melapangkan dadamu, memperbaiki hubunganmu, menyinari wajahmu sehingga menjadikanmu selalu cantik, dicintai, serta dimuliakan di sisi suamimu. Selain itu disenangi keluargamu, kerabatmu, para tamu, dan setiap orang yang melihat kebersihan badan dan rumah akan merasakan ketentraman dan kesenangan jiwa”.
[Disalin dari buku Risalah Ilal Arusain wa Fatawa Az-Zawaz wa Muasyaratu An-Nisaa, Edisi Indonesia Petunjuk Praktis dan Fatwa Pernikahan, Penulis Abu Abdurrahman Ash-Shahibi,Penerbit Najla Press]
____https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,_____
FooteNote
[1]. Ahkamu An-Nisa karangan Ibnu Al-Jauzi hal.79
[2]. Ahkamu An-Nisa karangan Ibnu Al-Jauzi hal.80
Anas mengatakan bahwasanya para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mempersembahkan (menikahkan) anak perempuan kepada calon suaminya, mereka memerintahkan kepadanya untuk berkhidmat kepada suami dan senantiasa menjaga hak suami.
Pesan Bapak Kepada Anak Perempuannya Saat Pernikahan
Abdullah bin Ja’far bin Abu Thalib mewasiatkan anak perempuannya, seraya berkata, “Jauhilah olehmu perasaan cemburu, karena rasa cemburu adalah kunci jatuhnya thalak. Juga jauhilah olehmu banyak mengeluh, karena keluh kesah menimbulkan kemarahan, dan hendaklah kamu memakai celak mata karena itu adalah perhiasan yang paling indah dan wewangian yang paling harum”.
Pesan Ibu Kepada Anak Perempuannya
Diriwayatkan bahwa Asma binti Kharijah Al-Farzari berpesan kepada anak perempuannya disaat pernikahannya, “Sesungguhnya engkau telah keluar dari sarang yang engkau tempati menuju hamparan yang tidak engkau ketahui, juga menuju teman yang engkau belum merasa rukun dengannya. Oleh karena itu jadilah engkau sebagai bumi baginya, maka dia akan menjadi langit untukmu. Jadilah engkau hamparan baginya, niscaya ia akan menjadi tiang untukmu. Jadilah engkau hamba sahaya baginya, maka niscaya ia akan menjadi hamba untukmu. Janganlah engkau meremehkannya, karena niscaya dia akan membencimu dan janganlah menjauh darinya karena dia akan melupakanmu. Jika dia mendekat kepadamu maka dekatkanlah dirimu, dan jika dia menjauhimu maka menjauhlah darinya. Jagalah hidungnya, pendengarannya, dan matanya. Janganlah ia mencium sesuatu darimu kecuali wewangian dan janganlah ia melihatmu kecuali engkau dalam keadaan cantik. [1]
Pesan Amamah binti Harits Kepada Anak Perempuannya Saat Pernikahan.
Amamah bin Harits berpesan kepda anak perempuannya tatkala membawanya kepada calon suaminya, “Wahai anak perempuanku! Bahwasanya jika wasiat ditinggalkan karena suatu keistimewaan atau keturunan maka aku menjauh darimu. Akan tetapi wasiat merupakan pengingat bagi orang yang mulia dan bekal bagi orang yang berakal. Wahai anak perempuanku! Jika seorang perempuan merasa cukup terhadap suami lantaran kekayaan kedua orang tuanya dan hajat kedua orang tua kepadanya, maka aku adalah orang yang paling merasa cukup dari semua itu. Akan tetapi perempuan diciptakan untuk laki-laki dan laki-lakai diciptakan untuk perempuan. Oleh karena itu, wahai anak perempuanku! Jagalah sepuluh perkara ini.
Pertama dan kedua : Perlakuan dengan sifat qana’ah dan mu’asyarah melalui perhatian yang baik dan ta’at, karena pada qan’aah terdapat kebahagiaan qalbu, dan pada ketaatan terdapat keridhaan Tuhan.
Ketiga dan keempat : Buatlah janji dihadapannya dan beritrospeksilah dihadapannya. Jangan sampai ia memandang jelek dirimu, dan jangan sampai ia mencium darimu kecuali wewangian.
Kelima dan keenam : Perhatikanlah waktu makan dan tenangkanlah ia tatkala tidur, karena panas kelaparan sangat menjengkelkan dan gangguan tidur menjengkelkan.
Ketujuh dan kedelapan : Jagalah harta dan keluarganya. Dikarenakan kekuasaan dalam harta artinya pengaturan keuangan yang bagus, dan kekuasaan dalam keluarga artinya perlakuan yang baik.
Kesembilan dan kesepuluh : Jangan engkau sebarluaskan rahasianya, serta jangan engkau langgar peraturannya. Jika engkau menyebarluaskan rahasianya berarti engkau tidak menjaga kehormatannya. Jika engkau melanggar perintahnya berarti engkau merobek dadanya. [2]
Bahwasanya keagungan baginya yang paling besar adalah kemuliaan yang engkau persembahkan untuknya, dan kedamaian yang paling besar baginya adalah perlakuanmu yang paling baik. Ketahuilah, bahwasanya engkau tidak merasakan hal tersebut, sehingga engkau mempengaruhi keinginannya terhadap keinginanmu dan keridhaannya terhadap keridhaanmu (baik terhadap hal yang engkau sukai atau yang engkau benci). Jauhilah menampakkan kebahagiaan dihadapannya jika ia sedang risau, atau menampakkan kesedihan tatkala ia sedang gembira.
Tatkala Ibnu Al-Ahwash membawa anak perempuannya kepada amirul mukminin Ustman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu, dan orang tuanya telah memberinya nasihat, Ustman berkata, “Pondasi mana saja, bahwasanya engkau mengutamakan perempuan dari suku Quraisy, karena mereka adalah perempuan yang paling pandai memakai wewangian daripada engkau. Oleh karena itu perliharalah dua perkataan : Nikahlah dan pakailah wewangian dengan menggunakan air hingga wangimu seperti bau yang ditimpa air hujan.
Ummu Mu’ashirah menasihati anak perempuannya dengan nasihat sebagai berikut (sungguh aku membuatnya tersenyum bercampur sedih): Wahai anakku.. engkau menerima untuk menempuh hidup baru… kehidupan yang mana ibu dan bapakmu tidak mempunyai tempat di dalamnya, atau salah seorang dari saudaramu. Dalam kehidupan tersebut engkau menjadi teman bagi suamimu, yang tidak menginginkan seorangpun ikut campur dalam urusanmu, bahkan juga daging darahmu. Jadilah istri untuknya wahai anakku, dan jadilah ibu untuknya. Kemudian jadikanlah ia merasakan bahwa engkau adalah segala-galanya dalam kehidupannya, dan segala-galanya di dunia.
Ingatlah selalu bahwasanaya laki-laki anak-anak atau dewasa memiliki kata-kata manis yang lebih sedikit, yang dapat membahagiankannya. Janganlah engkau membuatnya berperasaan bahwa dia menikahimu menyebabkanmu merasa jauh dari keluarga dan sanak kerabatmu. Sesungguhnya perasaan ini sama dengan yang ia rasakan, karena dia juga meninggalkan rumah orang tuanya, dan keluarga karena dirimu. Tetapi perbedaan antara dia dan kamu adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan perempuan selalu rindu kepada keluarga dan tempat ia dilahirkan, berkembang, besar dan menimba ilmu pengetahuan. Akan tetapi sebagai seorang isteri ia harus kembali kepada kehidupan baru. Dia harus membangun hidupnya bersama laki-laki yang menjadi suami dan perlindungannya, serta bapak dari anak-anaknya. Inilah duaniamu yang baru.
Wahai anakku, inilah kenyataan yang engkau hadapi dan inilah masa depanmu. Inilah keluargamu, dimana engkau dan suamimu bekerja sama dalam mengarungi bahtera rumah tannga. Adapun bapakmu, itu dulu. Sesungguhnya aku tidak memintamu untuk melupakan bapakmu, ibumu dan sanak saudaramu, karena mereka tidak akan melupakanmu selamanya wahai buah hatiku. Bagaimana mungkin seorang ibu melupakan buah hatinya. Akan tetapi aku memintamu untuk mencintai suamimu dan hidup bersamanya, dan engkau bahagia dengan kehidupan berumu bersamanya.
Seorang perempuan berwasiat kepada anak perempuannya, seraya berkata, “Wahai anakku, jangan kamu lupa dengan kebersihan badanmu, karena kebersihan badanmu menambah kecintaan suamimu padamu. Kebersihan rumahmu dapat melapangkan dadamu, memperbaiki hubunganmu, menyinari wajahmu sehingga menjadikanmu selalu cantik, dicintai, serta dimuliakan di sisi suamimu. Selain itu disenangi keluargamu, kerabatmu, para tamu, dan setiap orang yang melihat kebersihan badan dan rumah akan merasakan ketentraman dan kesenangan jiwa”.
[Disalin dari buku Risalah Ilal Arusain wa Fatawa Az-Zawaz wa Muasyaratu An-Nisaa, Edisi Indonesia Petunjuk Praktis dan Fatwa Pernikahan, Penulis Abu Abdurrahman Ash-Shahibi,Penerbit Najla Press]
____https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,_____
FooteNote
[1]. Ahkamu An-Nisa karangan Ibnu Al-Jauzi hal.79
[2]. Ahkamu An-Nisa karangan Ibnu Al-Jauzi hal.80
Langganan:
Postingan (Atom)