Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag.Sebelum membahas hukumnya, terlebih dahulu kita harus mengetahui
kedudukan para ulama dan orang-orang shalih di sisi Allah, serta
kewajiban kita terhadap mereka. Para ulama memiliki kedudukan yang mulia
dan agung di sisi Allah. Allah telah meninggikan derajat mereka dan
mengistimewakan mereka dari yang lainnya. Allah berfirman,
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. [Al
Mujadilah:11].
Dalam ayat lain Allah mengatakan:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَيَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُوا اْلأَلْبَابِ
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran. ([Az Zumar:9].
Banyak nash-nash yang menyebutkan keutamaan dan keistimewaan Ahli Ilmu.
Konsekuensi dari nash-nash tersebut, adalah wajibnya menghormati dan
menjunjung tinggi kehormatan para ulama. Karena mereka merupakan pewaris
Nabi, penerus misi dakwah yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dan para sahabat Beliau Radhiyallahu 'anhum.
Dalam sebuah atsar (riwayat) yang populer disebutkan, jadilah seorang
alim, atau seorang penuntut ilmu, atau seorang penyimak ilmu yang baik,
atau seorang yang mencintai Ahli Ilmu dan janganlah jadi yang kelima,
niscaya kalian binasa. [1]
Salah seorang ulama Salaf mengatakan: "Maha suci Allah, Dia telah
memberi jalan keluar bagi kaum muslimin. Yakni tidak akan keluar dari
keempat golongan manusia yang dipuji tadi, melainkan golongan yang
kelima, golongan yang binasa. Yaitu seorang yang bukan alim, bukan
penuntut ilmu, bukan penyimak yang baik dan bukan pula orang yang
mencintai Ahli Ilmu. Dialah orang yang binasa. Sebab, barangsiapa
membenci Ahli Ilmu, berarti ia pasti mengharapkan kebinasaan mereka. Dan
barangsiapa yang mengharapkan kebinasaan Ahli Ilmu, berarti ia menyukai
padamnya cahaya Allah di atas muka bumi. Sehingga kemaksiatan dan
kerusakan merajalela. Kalau sudah begitu keadaannya, dikhawatirkan tidak
akan ada amal yang terangkat. Demikianlah yang dikatakan oleh Sufyan
Ats Tsauri."
Menghormati ulama termasuk pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,
sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Musa Al Asy'ari Radhiyallahu
'anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مِنْ إِجْلَالِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ
وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرِ الْغَالِي فِيهِ وَالْجَافِي عَنْهُ
وَإِكْرَامَ ذِي السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ
Sesungguhnya termasuk pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,
yaitu memuliakan orang tua yang muslim, orang yang hafal Al Qur'an tanpa
berlebih-lebihan atau berlonggar-longgar di dalamnya dan memuliakan
penguasa yang adil. [2]
Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
Bukan termasuk ummatku, siapa yang tidak memuliakan orang yang lebih
tua, menyayangi orang yang lebih muda dan mengetahui hak-hak orang
alim.[3]
Thawus rahimahullah mengatakan: "Termasuk Sunnah, yaitu menghormati orang alim." [4]
Berdasarkan nash-nash di atas, jelaslah bahwa kewajiban setiap muslim
terhadap para ulama dan orang-orang shalih adalah mencintai dan menyukai
mereka, menghormati dan memuliakan mereka, tanpa berlebih-lebihan atau
merendahkan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Mengolok-olok
ulama dan orang-orang shalih, mengejek atau melecehkan mereka, tentu
saja bertentangan dengan perintah untuk mencintai dan memuliakan mereka.
Melecehkan ulama dan orang shalih, sama artinya dengan menghina dan
merendahkan mereka. [5]
Al Alusi mengatakan: "Istihza', artinya merendahkan dan mengolok-olok.
Al Ghazzali menyebutkan makna istihza', yaitu merendahkan, menghinakan
dan menyebutkan aib dan kekurangan, supaya orang lain mentertawainya;
bisa jadi dengan perkataan, dan bisa dengan perbuatan dan isyarat." [6]
Mengolok-olok dan memandang rendah Ahli Ilmu dan orang shalih, termasuk
sifat orang kafir dan salah satu cabang kemunafikan. Sebagaimana
disebutkan dalam banyak ayat, diantaranya yaitu:
زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَاللهُ يَرْزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan
mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang
bertaqwa itu lebih mulia dari pada mereka di hari Kiamat. Dan Allah
memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendakiNya tanpa batas. [Al
Baqarah:212]
Dalam ayat lain Allah mengatakan:
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُوْلَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ
فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ . تَلْفَحُ وُجُوهَهُمُ النَّارُ وَهُمْ فِيهَا
كَالِحُونَ . أَلَمْ تَكُنْ ءَايَاتِي تُتْلَى عَلَيْكُمْ فَكُنتُم بِهَا
تُكَذِّبُونَ . قَالُوا رَبَّنَا غَلَبَتْ عَلَيْنَا شِقْوَتُنَا وَكُنَّا
قَوْمًا ضَآلِّينَ . رَبَّنَآ أَخْرِجْنَا مِنْهَا فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا
ظَالِمُونَ . قَالَ اخْسَئُوا فِيهَا وَلاَتُكَلِّمُونِ . إِنَّهُ كَانَ
فَرِيقٌ مِّنْ عِبَادِي يَقُولُونَ رَبَّنَآ ءَامَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا
وَارْحَمْنَا وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ . فَاتَّخَذْتُمُوهُمْ
سِخْرِيًّا حَتَّى أَنسَوْكُمْ ذِكْرِي وَكُنتُم مِّنْهُمْ تَضْحَكُونَ .
إِنِّي جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ بِمَاصَبَرُوا أَنَّهُمْ هُمُ الْفَآئِزُونَ
Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang
yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam naar Jahannam.
Muka mereka dibakar api naar, dan mereka di dalam naar itu dalam keadaan
cacat. Bukankah ayat-ayatKu telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi
kamu selalu mendustakannya? Mereka berkata: "Ya Rabb kami, kami telah
dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang tersesat.
Ya Rabb kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke
dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang zhalim". Allah berfirman: "Tinggallah
dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.
Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hambaKu berdo'a (di dunia): "Ya
Rabb kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami
rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik. Lalu kamu
menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kamu mengejek
mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu selalu
mentertawakan mereka, Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di
hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah
orang-orang yang menang. [Al Mu’minun:103-111].
Berkaitan dengan tafsir ayat ini, Ibnu Katsir menyatakan: Kemudian Allah
menyebutkan dosa mereka di dunia, yaitu mereka dahulu mengolok-olok
hamba-hamba Allah yang beriman dan para waliNya. Allah mengatakan:
"Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hambaKu berdo'a (di dunia): Ya
Rabb kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami
rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik. Lalu kamu
menjadikan mereka buah ejekan," yakni kalian malah mengolok-olok dan
mengejek do’a dan permohonan mereka kepadaKu. Sampai pada firman Allah
"sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa
mengingat Aku," yakni kebencian kalian kepada mereka membuat kalian lupa
kepadaKu. Firman Allah: "kamu selalu mentertawakan mereka," yakni
mentertawakan perbuatan dan amal ibadah mereka. [7]
Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا يَضْحَكُونَ .
وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ . وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلىَ
أَهْلِهِمُ انقَلَبُوا فَاكِهِينَ . وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ
هَآؤُلآَءِ لَضّآلُّونَ . وَمَآأُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ
Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di
dunia) mentertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang
beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan
matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya,
mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang
mu'min, mereka mengatakan: "Sesungguhnya mereka itu benar-benar
orang-orang yang sesat", padahal orang-orang yang berdosa itu tidak
dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mu'min. [Al Muthaffifin:29-33].
Ayat ini merupakan dalil, bahwa mengolok-olok itu ada kalanya dengan
isyarat. Dalam ayat ini Allah menggambarkan, bagaimana bentuk
olok-olokan orang-orang kafir terhadap orang-orang mukmin, yaitu mereka
saling mengedip-ngedipkan mata, dengan tujuan mengejek.
Dalam ayat lain, Allah menjelaskan tentang kebiasaan orang-orang munafik:
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا قَالُوا ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْإِلىَ
شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِءُونَ .
اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka
mengatakan: "Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada
syetan-syetan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian
dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok". Allah akan (membalas)
olokan-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam
kesesatan mereka. [Al Baqaarah:14, 15].
Dalam ayat lain, Allah menjelaskan pula:
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي
الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لاَيَجِدُونَ إِلاَّ جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ
مِنْهُمْ سَخِرَ اللهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
(orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mu'min
yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang
tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya,
maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas
penghinaan mereka itu, dan untuk mereka adzab yang pedih. [At
Taubah:79].
Musuh-musuh Islam, diantaranya orang-orang Yahudi dan Nasrani serta
orang-orang munafik yang mengikuti mereka, senantiasa berusaha
menjelek-jelekkan citra ulama Islam, berusaha meruntuhkan kepercayaan
umat kepada para ulama dengan sindiran-sindiran dan komentar-komentar
negatif tentang ulama. Hal ini perlu diwaspadai oleh kaum muslimin.
Mereka jangan sampai ikut-ikutan menjelek-jelekkan alim ulama.
Dalam Protokalat Yahudi, pada protokolar nomor 27 disebutkan sebagai
berikut: Kami telah berusaha sekuat tenaga untuk menjatuhkan martabat
tokoh-tokoh agama dari kalangan orang-orang non Yahudi dalam pandangan
manusia. Oleh karena itu, kami berhasil merusak agama mereka yang bisa
menjadi ganjalan bagi perjalanan kami. Sesungguhnya pengaruh tokoh-tokoh
agama terhadap manusia mulai melemah hari demi hari.[8]
Jadi jelaslah, setiap tindakan yang bertujuan mendiskreditkan para ulama
dan tokoh agama termasuk tindakan makar terhadap agama ini. Pelakunya
harus dihukum dan ditindak tegas. Pelecehan terhadap para ulama dan
orang shalih ada dua:
Pertama : Pelecehan terhadap pribadi ulama. Contohnya, misalnya orang
yang mengejek sifat-sifat tertentu yang dimiliki oleh ulama tersebut.
Demikian ini hukumnya haram, karena Allah telah berfirman:
يَاأّيُّهَا الّذِينَ ءَامَنُوا لاَيَسْخَرْ قَوْمُُ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن
يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلاَنِسَآءُُ مِّن نِّسَآءٍ عَسَى أَن
يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ وَلاَتَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلاَتَنَابَزُوا
بِاْلأَلْقَابِ بِئْسَ اْلإِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ اْلإِيمَانِ وَمَن
لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum
yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik
dari mereka (yang mengolok-olokkan), dan jangan pula wanita-wanita
(mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan
janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil
memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak
bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim. [Al Hujurat:11].
Berkenaan dengan ayat ini, Ibnu Katsir menyatakan: "Allah Subhanahu wa
Ta'ala melarang mengolok-olok orang lain. Yaitu merendahkan dan
menghinakan mereka. Sebagaimana disebutkan sebuah hadits dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa Beliau bersabda: Sombong itu adalah
menolak kebenaran dan menghinakan orang lain." [9]
Kedua : Mengolok-olok ulama karena kedudukan mereka sebagai ulama,
karena ilmu syar'i yang mereka miliki. Demikian ini termasuk perbuatan
zindiq, karena termasuk melecehkan agama Allah. Demikian pula
mengolok-olok orang shalih, orang yang menjalankan Sunnah Nabi. Allah
telah menggolongkan pelecehan terhadap orang-orang yang beriman sebagai
pelecehan terhadapNya. Dalam surat At Taubah, Allah berfirman:
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ
أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan
itu), tentu mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanya bersenda
gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah,
ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?" [At Taubah:65].
Ayat ini turun berkenaan dengan perkataan orang-orang munafik terhadap
para qari' "Belum pernah kami melihat orang seperti para qari' kita ini,
mereka hanyalah orang-orang yang paling rakus makannya, paling dusta
perkataannya dan paling penakut di medan perang." Maka Allah menurunkan
ayat tersebut.
Syaikh Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdil Wahhab mengatakan:
"Ayat ini berisi penjelasan, bahwa seseorang bisa jatuh ke kufur karena
perkataan yang diucapkannya, atau karena perbuatan yang dilakukannya."
Kemudian beliau melanjutkan: "Termasuk dalam bab ini, yaitu
mengolok-olok ilmu syar'i dan Ahli Ilmu, dan tidak menghormati mereka
karena ilmu yang mereka miliki." [10]
Dalam Fatwa Lajnah Daimah disebutkan: "Mencela Islam, mengolok-olok Al
Qur'an dan As Sunnah, serta mengolok-olok orang-orang yang berpegang
teguh dengannya karena ajaran agama yang mereka amalkan, seperti
memelihara jenggot dan berhijab bagi wanita muslimah, maka perbuatan
seperti itu termasuk kufur, bila dilakukan oleh seorang mukallaf ((orang
baligh yang berakal sehat) dan harus dijelaskan kepadanya, bahwa
perbuatan itu kufur. Jika ia tetap melakukannya setelah mengetahuinya,
maka ia bisa jatuh kafir, karena Allah mengatakan:
قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ
Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu
berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah
beriman. [At Taubah:65].
Ibnu Nujaim menyatakan,"Mengolok-olok ilmu dan ulama adalah kufur." [11]
Mala Ali Al Qari, ketika menjelaskan tentang orang yang melecehkan ulama
dengan sindiran "Betapa buruk penampilannya, memotong kumis dan melipat
sorban di bawah dagu" (maka) beliau mengatakan,”Perkataan itu termasuk
kufur, karena isinya melecehkan ulama. Yang sama artinya melecehkan para
nabi. Karena para ulama adalah pewaris para Nabi. Memotong kumis adalah
salah satu Sunnah para nabi. Menganggapnya buruk adalah kufur, tanpa
ada perselisihan pendapat diantara ulama."
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ditanya tentang perbuatan
sebagian orang yang mengolok-olok orang-orang yang melaksanakan ajaran
agama dan mengejek mereka, apakah hukumnya? Beliau menjawab:
"Orang-orang yang mengolok-olok para multazimin (orang yang melaksanakan
ajaran agama) yang melaksanakan perintah Allah pada mereka terdapat
benih kemunafikan. Karena Allah telah menyebutkan sifat orang-orang
munafik:
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي
الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لاَيَجِدُونَ إِلاَّ جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ
مِنْهُمْ سَخِرَ اللهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
(orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mu'min
yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang
tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya,
maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas
penghinaan mereka itu, dan untuk mereka adzab yang pedih. [At
Taubah:79].
Kemudian, apabila mereka mengolok-olok karena ajaran syari’at yang
mereka amalkan, yang demikian itu termasuk juga mengolok-olok syari’at.
Dan mengolok-olok syari’at termasuk kufur. Adapun bila olok-olokan itu
tertuju kepada pribadi orang itu atau penampilannya, bukan tertuju
kepada Sunnah yang diamalkannya, maka tidaklah kafir karenanya. Karena
adakalanya ejekan tersebut tertuju kepada pribadi seseorang, bukan
kepada amal atau perbuatan yang dilakukannya. Perbuatan semacam itu
sangatlah berbahaya." [13]
Demikian pula ulama Salaf terdahulu, bersikap keras terhadap orang-orang yang melecehkan ulama dan Ahli Hadits.
Abu Utsman Ash Shabuni dalam I'tiqad Ashabul Hadits, nomor 164, Al
Khathib Al Baghdaadi dalam Syaraf Ashabul Hadits (halaman 74)
menyebutkan, bahwa Ahmad bin Al Hasan berkata kepada Imam Ahmad: "Wahai,
Abu Abdillah. Orang-orang menceritakan tentang Ibnu Abi Qutailah di
Makkah yang mengejek Ashabul Hadits. Ia mengatakan bahwa Ashabul Hadits
itu adalah orang-orang yang buruk." Maka Imam Ahmad bangkit seraya
menepis bajunya dan berkata: "Dia itu zindiq, dia itu zindiq!" hingga
beliau masuk ke dalam rumah.
Dalam kitab Al Kifayah, halaman 48, Al Khathib Al Baghdadi menyebutkan,
bahwa Abu Zur'ah Ar Razi mengatakan: "Jika engkau melihat seseorang
melecehkan salah seorang dari sahabat Nabi, maka ketahuilah bahwa dia
itu zindiq. Karena kita tahu, bahwa Rasul itu haq, Al Qur'an itu haq,
dan sesungguhnya yang menyampaikan Al Qur'an dan As Sunnah kepada kita
adalah para sahabat Rasulullah, sesungguhnya mereka ingin
memburuk-burukkan para saksi kita untuk menolak Al Qur'an dan As Sunnah,
padahal merekalah yang pantas untuk diburukkan, karena mereka adalah
zindiq."
Demikian pula Adz Dzahabi menyebutkan dalam Siyar A'lamun Nubala', bahwa
Imam Ahmad berkata: "Jika engkau melihat seseorang memburuk-burukkan
Hammad bin Salamah, maka curigailah dia mempunyai maksud buruk terhadap
Islam, karena Hammad sangat tegas terhadap Ahli Bid'ah."
Memang ahli bid'ah terkenal suka mengejek dan melecehkan Ahlu Sunnah,
sebagaimana yang dilakukan oleh seorang tokoh Mu'tazilah. Yaitu Amru bin
Ubaid, yang memuji perkataan Washil bin Atha'.
Pada suatu ketika Washil bin Atha' berbicara lalu berkatalah Amru bin
Ubeid: "Tidakkah kalian dengar perkataannya? Sungguh ucapan Hasan
Al-Bashri dan Ibnu Sirin tidak lebih seperti sehelai kapas pembersih
haidh yang dilemparkan."
Demikian pula seorang pembesar ahli bid'ah mengatakan: "Sesungguhnya
ilmu Asy Syafi'i dan Abu Hanifah, keseluruhannya tidaklah keluar dari
celana dalam wanita." [14]
Perbuatan semacam itu termasuk perbuatan zindiq dan nifaq wal iyadzu
billah. Dari keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan, bahwa
melecehkan ulama termasuk dosa besar. Para ulama menggolongkannya
sebagai perbuatan kufur dan nifak. Semoga Allah menjauhkan kita darinya.
_______
Footnote
[1]. Disebutkan oleh Al-Haitsami dalam Ma’maj Az-Zawaaid (I/122) ia
berkata: “Diriwayatkan oleh Ath-Thabraani dalam ketiga mu’jamnya dan
Al-Bazzar, para perawinya tsiqah.”
[2]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4843) dan dihasankan oleh Al-Albaani dalam Shahih At-Targhib (I/44).
[3]. Hadits riwayat Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (I/122) dan dihasankan
oleh Al-Albaani dalam Shahih Jami’ Shaghir (5319) dan Shahih
At-Targhib (I/45).
[4]. Silakan lihat kitab Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi karangan Ibnu Abdil Barr (I/129).
[5]. Silakan lihat Jami’ Ulum wal Hikam karangan Ibnu Rajab (II/334).
[6]. Silakan lihat Ruuhul Ma’aani (I/158).
[7]. Silakan lihat Kitab Al-Mishbah Al-Munir fi Tahdzib Tafsir Ibnu
Katsir tulisan Shafiyurrahman Mubarakfuuri pada firman Allah surat
Al-Mukminun ayat 110
[8]. Protokolat Hukama’ Zionis diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad bin Khalifah At-Tunisi halaman 187.
[9]. Hadits riwayat Muslim (I/93).
[10]. Qurratul Uyuunil Muwahhidin (halaman 217).
[11]. Fatwa Lajnah Daaimah (I/256 dan 257).
[12]. Al-Asybaah wan Nazhaair (191).
[13]. Majmu’ Ats-Tsamin I/65.
[14]. Lihat kitab Al-I’tisham karangan Asy-Syaathibi II/433.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar