Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag.Diantara sifat orang beriman adalah mengagungkan Allah dan mengagungkan
apa-apa yang diagungkan oleh Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar
Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati. [Al Hajj:32]
Namun di zaman ini, banyak orang meremehkan, merendahkan, dan
memperolok-olok sesuatu yang berkaitan dengan agama. Hal ini merupakan
perkara yang sangat berbahaya. Maka sepantasnya seseorang mengetahui
bahaya istihza’ terhadap agama.
Istihza’, artinya: mengejek, memperolok-olok, atau mencemooh. Istihza’
terhadap Allah, ayat-ayatNya, RasulNya, agamaNya, dan istihza’ kepada
orang-orang yang beriman, merupakan perilaku orang kafir, dan termasuk
perkara yang menyebabkan murtad jika dilakukan oleh orang Islam.
ISTIZHA’ TERHADAP ALLAH
Allah berfirman.
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ
أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan
itu), tentu mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanya bersenda
gurau dan bermain-main saja". Katakanlah:"Apakah dengan Allah,
ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?[At Taubah:65].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan, bahwa semata-mata
istihza’ terhadap Allah merupakan kekafiran, istihza’ terhadap Rasul
merupakan kekafiran, dan istihza’ terhadap ayat-ayat Allah juga
merupakan kekafiran. Istihza’ terhadap perkara-perkara di atas saling
berkaitan.[1]
Sebab turunnya ayat ini, Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu berkata:
Pada suatu hari, di satu majelis dalam perang Tabuk, seorang laki-laki
berkata “Aku tidak pernah melihat semisal para qari’ (ahli Al Qur’an
atau ahli agama) kita ini, lebih rakus perutnya, lebih dusta lidahnya,
dan lebih penakut di saat pertempuran”. Lalu seorang laki-laki di
majelis itu berkata: “Engkau dusta, tetapi engkau seorang munafik. Aku
benar-benar akan memberitahukan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam.” Dan Al Qur’an turun.
Abdullah bin Umar berkata: “Maka aku melihat laki-laki itu bergantung
pada kendali onta Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, batu-batu
melukai kakinya, dan dia mengatakan: “Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya
kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Rasulullah, berkata:
“Katakanlah: Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu
berolok-olok?” [At Taubah:65] [2]
Istihza’ yang mereka lakukan di atas menyebabkan kemurtadan mereka, sebagaimana pada ayat berikutnya:
لاَ تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah keimanan kamu. [At Taubah:66].
Sebagian orang berpendapat, mereka itu semenjak awalnya adalah orang-orang munafik. Namun pendapat ini tidak kuat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Pendapat orang yang
mengatakan tentang semisal ayat-ayat ini bahwa mereka telah kafir
sesudah keimanan mereka dengan lidah mereka, sedangkan hati mereka kafir
semenjak awal; pendapat ini tidak benar. Karena iman dengan lidah
bersamaan dengan kekafiran hati, berarti kekafiran selalu menyertainya,
sehingga tidak dikatakan: “kamu telah kafir sesudah keimanan kamu”,
karena hakikatnya mereka terus sebagai orang kafir. Dan jika dimaksudkan
“bahwa kamu menampakkan kekafiran setelah kamu menampakkan keimanan”,
maka mereka itu tidaklah menampakkan kekafiran kepada semua manusia,
kecuali kepada orang-orang dekat mereka. Mereka bersama orang-orang
dekat mereka selalu begitu. Bahkan (yang benar), ketika mereka berbuat
nifak dan takut akan diturunkan terhadap mereka surat yang menerangkan
kemunafikan yang tersembunyi di dalam hati mereka, mereka(pun) berbicara
dengan istihza’. Mereka menjadi orang-orang kafir setelah keimanan
mereka. Lafazh itu tidak menunjukkan bahwa mereka munafik semenjak
dahulu”.[3]
ISTIZHA’ TERHADAP AYAT
Ini merupakan perbuatan orang kafir yang akan mendapatkan siksa yang pedih! Allah berfirman:
وَيْلٌ لِّكُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ يَسْمَعُ ءَايَاتِ اللهِ تُتٍلَى
عَلَيْهِ ثُمَّ يُصِرُّ مُسْتَكْبِرًا كَأَن لَّمْ يَسْمَعْهَا فَبِشِّرْهُ
بِعَذَابٍ أَلِيمٍ وَإِذَا عَلِمَ مِنْ ءَايَاتِنَا شَيْئًا اتَّخَذَهَا
هُزُوًا أُوْلَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Kecelakaan yang besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi
banyak berdosa, dia mendengar ayat-ayat Allah yang dibacakan kepadanya
kemudian dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak
mendengarnya. Maka beri khabar gembiralah dia dengan adzab yang pedih.
Dan apabila dia mengetahui barang sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka
ayat-ayat itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang memperoleh adzab yang
menghinakan. [Al Jatsiyah:7-9]
Allah Azza wa Jalla telah melarang umat Islam duduk bersama orang-orang
kafir yang sedang memperolok-olok ayat-ayatNya. Allah berfirman.
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ ءَايَاتِ
اللهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلاَ تَقْعُدُوا مَعَهُمْ
حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ إِنَّ
اللهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا
Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa
apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan
(oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka,
sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya
(kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.
Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang
kafir di dalam jahannam. [An Nisa’:140]
Oleh karena itu, barangsiapa mendengar orang-orang yang memperolok-olok
ayat-ayat Alloh, sedangkan dia duduk bersama mereka dengan ridha, maka
dia semisal mereka di dalam dosa, kekafiran, dan keluar dari Islam.
Imam Asy Syafi’i rahimahullah ditanya tentang orang yang bersendau-gurau
dengan sesuatu dari ayat-ayat Allah, beliau berkata: “Dia kafir”.
Beliau berdalil dengan ayat 65 surat At Taubah yang telah kami sebutkan
di atas. [4]
ISTIZHA’ TERHADAP RASUL
Demikian juga istihza’ terhadap Rasul, merupakan kebiasaan orang-orang kafir semenjak dahulu. Allah berfirman.
وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِّن قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُم مَّا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِءُونَ
Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu, maka
turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan diantara mereka balasan
(adzab) olok-olokkan mereka. [Al An’am:10].
Adapun orang yang hatinya terdapat keimanan, tidak mungkin mencela dan
memperolok-olok manusia pilihan Allah; manusia yang wajib dicintai,
dihormati, dan diagungkan sesuai dengan kedudukannya yang agung di sisi
Allah.
ISTIZHA’ AGAMA
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمُُ لاَّ يَعْقِلُونَ
Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka
menjadikan buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena
mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. [Al
Maidah:58].
Istihza’ terhadap agama juga merupakan kekafiran. Seperti istihza’
terhadap pahala dan siksa Allah, istihza’ terhadap shalat, istihza’
terhadap syari’at memelihara lihyah (jenggot dan jambang) bagi
laki-laki, istihza’ terhadap larangan isbal (pakaian laki-laki menutupi
mata kaki), dan lainnya.
ISTIZHA’ ORANG BERIMAN
Hai ini juga merupakan kebiasaan orang-orang kafir. Mereka akan
mengetahui balasannya di hari kiamat kelak. Mereka biasa menertawakan
orang-orang yang beriman di dunia, karena keimanan mereka, maka
orang-orang beriman akan membalas menertawakan mereka. Allah berfirman.
إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا يَضْحَكُونَ {29} وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang dahulunya (di
dunia) menertawakan orang-orang yang beriman. Apabila orang-orang
beriman berlalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan
matanya. [Al Muthaffifin:29-30]
BENTUK ISTIHZA’
Dilihat dari bentuknya, sebagian ulama membagi istihza’ terhadap agama menjadi dua bagian.
Pertama. Istihza’ Sharih (nyata, terang-terangan). Contohnya:
• Perkataan orang yang menjadi sebab turunnya ayat 65 surat At Taubah,
yang mengatakan tentang Nabi dan para sahabat dengan perkataan: “Aku
tidak pernah melihat semisal para qari’ (ahli Al Qur’an atau ahli agama)
kita ini, lebih rakus perutnya, lebih dusta lidahnya, dan lebih penakut
di saat pertempuran”.
• Mengejek agama dengan perkataan “agama kamu ini agama ke lima”.
• Mengejek agama dengan perkataan “agama kamu ini sudah usang (kuno)”.
• Ketika melihat orang beramar ma’ruf nahi munkar, mengatakan “datang
ahli agama”, “datang orang ‘alim”, yang maksudnya untuk merendahkan dan
menertawakan. Dan semacamnya.
Kedua. Istihza’ Ghairush Sharih (tidak nyata, tidak terang-terangan). Contohnya:
• Mengedipkan mata, menjulurkan lidah, mencibirkan bibir, mencubit
dengan tangan, saat dibacakan Al Qur’an atau hadits Nabi atau ketika
seseorang melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.
• Mengatakan “agama Islam tidak pantas pada abad ini, hanya pantas untuk abad pertengahan, abad onta”.
• Mengatakan “agama Islam agama kemunduran, terbelakang”.
• Mengatakan “hukuman dalam agama Islam kejam, biadab, buas, dan semacamnya”.
• Mengatakan “agama Islam menzhalimi wanita, karena membolehkan poligami”.
• Perkataan “hukum buatan manusia lebih baik dari pada hukum Islam”.
• Terhadap orang yang mendakwahkan tauhid dan melarang syirik mengatakan
“orang ini ekstrimis, fundamentalis”, atau “orang ini ingin
memecah-belah umat Islam”, atau “orang ini Wahhabi”, dan semacamnya.
• Terhadap orang yang menyerukan Sunnah Nabi mengatakan “agama bukan
pada rambut”, atau “agama bukan pada pakaian”, atau semacamnya. [5]
Sebagai penutup tulisan ini, kami sampaikan firman Allah yang
memberitakan tentang balasan pedih terhadap orang-orang yang menjadikan
ayat-ayat Allah sebagai ejekan. Allah berfirman.
وَقِيلَ الْيَوْمَ نَنسَاكُمْ كَمَا نَسِيتُمْ لِقَآءَ يَوْمِكُمْ هَذَا
وَمَأْوَاكُمُ النَّارُ وَمَالَكُم مِّن َّناصِرِينَ , ذَلِكُم بِأَنَّكُمُ
اتَّخَذْتُمْ ءَايَاتِ اللهِ هُزُوًا وَغَرَّتْكُمُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
فَالْيَوْمَ لاَيُخُرَجُونَ مِنْهَا وَلاَهُمْ يُسْتَعْتَبُونَ ,
Dan dikatakan (kepada mereka):"Pada hari ini Kami melupakan kamu
sebagaimana kamu telah melupakan pertemuan (dengan) harimu ini dan
tempat kembalimu ialah neraka dan kamu sekali-kali tidak memperoleh
penolong. Yang demikian itu, karena sesungguhnya kamu menjadikan
ayat-ayat Allah sebagai olok-olokan dan kamu telah ditipu oleh kehidupan
dunia, maka pada hari ini mereka tidak dikeluarkan dari neraka dan
tidak pula mereka diberi kesempatan untuk bertaubat. [Al
Jatsiyah:34-35].
Semoga Allah selalu membimbing kita di atas kebenaran.
_______
Footnote
[1]. Lihat Majmu’ Fatawa (15/48)
[2]. HR Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Jarir Ath Thabari, dinukil dari Ash
Shahihul Musnad Min Asbabiln Nuzul, hlm. 122-123, karya Syaikh Muqbil
bin Hadi Al Wadi’i
[3]. Al Iman, hlm. 259, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, takhrij Al Albani
[4]. Ash Sharimul Maslul, hlm. 513, dinukil dari Syarh Nawaqidhul Islam, hlm. 74, karya Syaikh Abu Usamah bin Ali Al ‘Awaji.
[5]. Lihat Majmu’atut Tauhid An Najdiyah, hlm. 409; Kitab At Tauhid,
hlm. 43-44, karya Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan, Penerbit Darul
Qasim, Cet. 2, Th. 1421 H / 2000 M; At Tibyan Syarh Nawaqidhul Islam,
hlm. 47, karya Syaikh Sulaiman bin Nashir bin Abdullah Al ‘Ulwan,
Penerbit Darul Muslim, Cet. 6, Th: 1417 H / 1996 M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar