ULAMA–ULAMA PEMBELA DA’WAH SALAFIYAH DAHULU HINGGA SEKARANG. Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag.Sesungguhnya segala puji milik Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kami memohon
pertolongan, ampunan, dan perlindungan kepada Allah Azza wa Jalla dari
keburukan–keburukan diri kami dan kejelekan – kejelekan amal perbuatan
kami. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka
tidak ada seorangpun yang bisa menyesatkannya dan barang siapa
disesatkan oleh Allah, maka tidak ada seorangpun yang bisa memberi
petunjuk kepadanya Subhanahu wa Ta'ala.
Saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah Yang
Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa Muhammad
hamba dan utusan-Nya.
Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah kalamullah; sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam,
seburuk–buruk perkara adalah perkara-perkara baru (tidak ada dasarnya di
dalam agama). Setiap perkara baru adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah
kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.
Amma ba’du :
Sesungguhnya keistimewaan terbesar yang dimiliki da’wah salafiyah yang
penuh berkah ini adalah tegaknya da’wah tersebut di atas sunnah yang
shahih. Dakwah ini tidak bersandar kepada hadits–hadits lemah dan palsu.
Pada keadaan seperti itu, para penutut ilmu syar’i juga telah
mengetahui secara jelas tentang pengertian hadits shahih dan syaratnya.
Termasuk syaratnya terbesar adalah bersambungnya sanad dengan para
perawi yang terpercaya. Ada juga syarat–syarat lain, yang sekarang kami
tidak membicarakannya dan menyebutkannya. Karena termasuk syarat hadits
shahih adalah bersambungnya sanad dengan para perawi yang terpercaya,
maka syarat orang yang menisbatkan dirinya ke dalam da’wah salafiyah,
dakwah yang berdiri tegak di atas hadits yang shahih, harus memiliki
silsilah da’wah itu sendiri. Artinya dia harus mengambil manhajnya dari
para masyayikh dan ulamanya yang terpercaya. Para masyayikhnya juga,
adalah para ulama yang mengambil manhajnya dari para masyayikhnya. Dan
begitu seterusnya. Orang yang datang kemudian mengambil dari orang yang
sebelumnya. Seorang murid mengambil dari syaikhnya, anak mengambil dari
ayah, cucu mengambil dari kakek, dengan sanad yang bersambung dengan
orang-orang yang terpercaya dari kalangan para ulama besar dan tinggi.
Meskipun bukan termasuk syarat majlis kita ini, membahas secara panjang
lebar masalah ini hingga keluar dari topik pembicaraan majlis.
Hanya saja, di sini saya akan menyebutkan suatu hal yang penting,
berkaitan dengan sekelompok orang yang masuk dari sana–sini, mengaku–aku
bermanhaj salaf dan mengaku–aku menjalankan sunnah. Tetapi bila kamu
periksa, perhatikan, dan teliti, kamu tidak mendapatkan silsilah yang
shahih dari ahlul ilmi, yang dari mereka diambil masalah–masalah manhaj
dan perkara–perkara aqidahnya. Di samping sanad mereka munqathi’
(terputus), bahkan mu’dhal ( terputus dua orang atau lebih secara
berturut-turut), bahkan kadang–kadang mu’allaq mukhalkhal (terputus dari
awal sanad seorang atau lebih).
Mengetahui masalah ini saja, sudah cukup untuk merobohkan
pengakuan–pengakuan mereka, sudah cukup untuk menolak perbuatan mereka,
serta menghancurkan persangkaan–persangkaan dan pemikiran–pemikiran
mereka. Kita tidak perlu lagi banyak berdebat dan bicara. Saya berharap
kepada saudara–saudaraku supaya memperhatikan masalah ini, merenungkan
dengan seksama, dan memahami dengan sebaik–baiknya.
Memang da’wah kita berdiri di atas silsilah (mata-rantai) para ulama
yang terpercaya, ulama yang datang kemudian mengambil dari ulama yang
sebelumnya, dan ulama muta’akhir (belakang) mengambil dari ulama
mutaqaddim (dahulu). Ini adalah bukti kebenaran sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam hadits yang dishahihkan oleh Imam
besar Ahmad bin Hambal dan lain-lainnya bahwa nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda.
يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُوْلُهُ يَنْفَوْنَ عَنْهُ
تَحْرِيْفَ الْغَالِّيْنَ وَ انْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ وَ تِأْوِيْلَ
الْجَاهِلِيْنَ
"Ilmu ini akan dibawa oleh orang – orang yang adil dari setiap generasi,
mereka itu meniadakan perobahan orang-orang yang melampui batas,
kedustaan orang – orang yang berbuat kebatilan, dan penta’wilan orang –
orang bodoh".
Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَِ ;
يَحْمِلُ adalah fi’il mudhari’ (kata kerja yang menunjukkan waktu sedang
dan akan), memberikan faidah terus–menerus dan berkesinambungan. Dan
sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : من كل خلف artinya من كل جيل (
dari setiap generasi ). Sifat keseluruhan ini sesuai dengan maknanya
secara sempurna. Maka, baik di zaman ini atau sebelumnya, pada setiap
generasi umat ini, sejak dahulu dan sesudahnya, tidak pernah kosong dari
orang yang menegakkan hujjah untuk Allah, orang yang menolong Allah k
dengan bayyinah (keterangan), meninggikan tauhid dengan burhan (bukti).
Maka tegaklah prinsip ini di atas pondasinya, tegak di atas hujjahnya,
dan dikuatkan oleh sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
لَا يَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِيْنَ عَلَى الْحَقِّ لَا
يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ وَ لَا مَن خَذَلَهُمْ اِلَى أَنْ تَقُوْمُ
السّاََعَةُ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ
"Senantiasa ada segolongan dari umatku yang menegakkan kebenaran tidak
mebahayakan mereka orang – orang yang menyelisihinya dan tidak pula
orang –orang yang menghinakannya sampai terjadi kiyamat dan mereka tetap
dalam keadaan demikian".
Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : لَا يَزَالُ ( Senantiasa )
juga memberi faidah terus – menerus. Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam :
اِلَى أَنْ تَقُوْمُ السّاََعَةُ
(sampai terjadi kiyamat ) menguatkan kepada faidah tersebut.
Di sini ada catatan, bahwa kata tha’ifah kadang – kadang diucapkan
dengan makna jama’ah (sekelompok orang) dan kadang – kadang diucapkan
dengan makna satu orang. Maka jumlah paling sedikit untuk tegaknya
kebenaran yang agung, yaitu kebenaran yang dida’wahkan oleh ulama –
ulama kita dan ditegakkan oleh pembesar – pembesar kita di dalam
da’wahnya, adalah tidak kosongnya zaman dari satu orang ulama yang
meninggikan kalimah Allah dan menegakkan kebenaran.
Wahai saudara – saudaraku fillah....
Sebagaimana dikatakan, ini adalah mukadimah yang harus ada, agar
persoalannya dapat tercakup. Yang demikian itu seperti jalan yang sudah
diratakan untuk kita masuki dengan suatu hal sedikit demi sedikit,
berupa sebutan baik dan agung untuk ulama –ulama besar kita pada zaman
dahulu hingga sekarang.
Andaikata kita mau menyebutkan secara tuntas, kita pasti memerlukan
majlis yang panjang, bahkan beberapa majlis, bahkan berhari – hari,
berbulan – bulan, dan bertahun – tahun. Tetapi, mukaddimah di atas
adalah petikan yang kami harapkan bisa memberikan penerangan. Walaupun
saya tidak bisa mengatakan sudah cukup dan tidak pula mengatakan sudah
terpenuhi. Hal itu agar dapat menerangi pikiran, sehingga kita terpacu
membahas dan memperhatikan riwayat hidup para ulama yang akan kita pilih
sebagiannya untuk dibicarakan. Sebab kalau tidak demikian, bila kita
menghendaki untuk menyebutkan secara keseluruhan, pasti hal itu akan
menjadi luas tidak terbatas dan menjadi banyak tidak terhitung. Tetapi
kita akan membicarakankan dalam waktu yang pendek ini beberapa petikan
singkat yang berkaitan dengan ulama – ulama da’wah salafiyah semenjak
dahulu hingga sekarang atau beberapa ulamanya yang memiliki posisi dan
pengaruh di dalam da’wah yang penuh berkah ini.
Kita tidak ingin memulai dari kalangan sahabat, karena mereka pondasi
pertama dalam da’wah tersebut. Tetapi kami ingin memulai dengan ulama
yang mengalami pertentangan pada masanya, dan kebenaran tidak diketahui
kecuali dengan lawannya sebagaimana yang dikatakan oleh pensyair:
الضِّدُ يُظْهِرُ حُسْنَهُ ضِدُّهُ - وَبِضِدِّهَا تَتَمَيّزُ الْأَشْيَاءُ
Sesuatu itu dinampakkan kebaikannya oleh lawannya
Dengan lawan sesuatu akan menjadi jelas
IMAM BESAR AHMAD BIN HAMBAL
-Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmatinya-.
Dia hidup pada masa bergelombangnya aqidah yang rusak dan bergeraknya
pendapat yang tidak bermanfaat. Dia menghadapi keadaan tersebut dengan
kokoh, kuat dan teguh, sehingga jatuh dalam kesusahan ujian dan fitnah.
Tetapi tetap sabar dan teguh, walaupun disiksa dalam fitnah khalqil
Qur’an (fitnah aqidah yang menyatakan Al-Qur’an adalah makhluk). Beliau
dituntut agar diam dari lawannya, bukan meninggalkan kebenaran. Dia
tidak peduli, maka disiksa, dipenjara, diikat, dan diusir. Dia hadapi
semua itu dengan tabah, karena di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
ringan karena di dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika
datang sebagian sahabatnya berkata kepadanya : “Wahai Abu Abdillah,
andaikata engkau diam saja (maka engkau tidak disiksa)!”. Dia berkata :
“Apabila saya diam dan kamu diam, maka siapakah yang akan mengajari
orang yang bodoh dan kapan akan mengajari orang yang bodoh ?”.
Ini adalah salah satu alamat dan pintu da'wah. Kesabaran dan keteguhan
ini menjadi contoh dan teladan bagi kita dari imam kita. Mereka berhak
mendapatkannya. Semoga Allah memberi rahmat kepada mereka setelah
meninggal dunia. Menjaga mereka untuk kita, ketika mereka masih hidup.
Allah meninggikan nama mereka, karena kesabaran, keimanan, dan
amanahnya, serta mereka menegakkan kebenaran dengan laranganNya dan
perintahNya.
Pribadi Imam Ahmad juga mempengaruhi Imam Abul Hasan Al-Asy’ari. Pada
zaman ini banyak orang menisbatkan kepadanya, bahkan sejak dahulu. Dia
mengatakan di dalam kitabnya, “Maqalat Islamiyyin wa Ikhtilaf
Mushallin”, setelah menyebut aqidah Ahlus Sunnah Ashabul Hadits : “Ini
semuanya adalah aqidah Imam Ahmad bin Hambal. Saya berjalan di atas
jalannya, dan mengikuti serta menyeru aqidahnya”. Atau seperti apa yang
dia katakan.
Disini kami menngingatkan suatu hal, yaitu banyak orang-orang khusus
maupun orang-orang umum menisbatkan dirinya kepada Abu Hasan Al-Asy’ari,
tetapi penisbatannya tidak benar. Meskipun mereka menisbatkan kepada
namanya, tetapi kenyataannya tidak menisbatkan kepadanya, baik dalam
aqidah maupun manhajnya.
Imam Abul Hasan, dahulu penganut paham Mu’tazilah. Kemudian sebagaimana
dalam kisah yang masyhur, dia berdiri di atas mimbar di hadapan banyak
manusia lalu melepas bajunya dan berkata : “Aku bersaksi kepada Allah,
kemudian bersaksi kepada kalian bahwasanya saya melepas paham Mu’tazilah
dari diriku, sebagaimana saya melepas bajuku ini”. Ini juga merupakan
tanda kejujuran kepada Allah, kejujuran kepada manusia, dan kejujuran
kepada diri sendiri dalam mentaati Allah.
Tetapi suatu hal yang sudah jelas wahai saudara-saudara fillah, kembali
dari sesuatu tidak cukup dalam sehari semalam. Keberhasilan sesudah
kotor, tidak seperti selembar kertas yang disobek dari buku atau
perkataan yang ditinggalkan. Pasti masih terdapat pengaruh-pengaruh
kotorannya. Dalam meninggalkan paham Mu’tazilah atau setelah
meninggalkan paham Mu’tazilah, Imam Abul Hasan Al-Asy’ari belum terlepas
dari sisa-sisa yang masih melekat pada dirinya.
Setelah itu, dalam kitabnya “Al-Ibanah fi Ushulid Diyanah”, dan dalam
kitabnya “Maqalat” yang sudah saya isyaratkan tadi, juga dalam kitabnya
“Risalah ila Ahli Tsaghar”, nampak keadaannya secara jelas dan terang.
Bahkan dia menjelaskan secara terang, tanpa ada kesamaran, bahwa dia
diatas aqidah Salafiyah.
Memang banyak orang dari kalangan Asy’ariyah yang menisbatkan kepada
Abul Hasan. Mereka itu tidak berada pada jalan Mu’tazilahnya yang
pertama, tetapi juga tidak pada jalan Salafiyahnya yang terakhir. Mereka
berada pada tingkatan kedua, bukan dari Mu’tazilah dan bukan dari
Sunnah. Tetapi jalan yang bercampur di dalamnya antara amal shalih dan
amal buruk. Padahal tidak boleh menisbatkan kepada Abul hasan dalam hal
yang sudah ditinggalkannya. Mereka itu menyelisihi Abu Hasan dan
menyelisihi aqidah Salaf, yang dia telah menyatakan untuk mengikuti dan
tetap di atas aqidah tersebut.
Inilah, wahai saudaraku, Imam Ahmad dalam petikan yang sangat sedikit
tentang sikap dan keteguhannya. Dia adalah ulama besar sepanjang sejarah
dakwah ini pada abad-abad pertama.
SYAIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH RAHIMAHULLAH
-Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmatinya-
Adapun pada abad-abad pertengahan, (sebagaimana yang sudah saya
katakan), dalam waktu yang singkat ini saya tidak bisa menyebutkan
setiap ulama untuk setiap abad. Saya hanya akan menyebutkan orang-orang
yang memiliki tanda-tanda yang menonjol.
Kami menyebutkan pada abad-abad pertengahan, pada abad ke delapan,
Syaikhul Islam, seorang ulama besar, seorang imam, Abul Abbas, Ahmad bin
Abdul Halim bin Abdus Salam, Ibnu Taimiyah, An-Numairi, Ad-Dimasyki,
Al-Harani –semoga Allah memberi rahmat kepadanya-. Beliau telah menulis
kitab-kitab, menyusun tulisan-tulisan, menempatkan kaidah-kaidah, dan
menjawab masalah-masalah.
Demi Allah, demi Allah dan demi Allah hampir saya bersumpah secara
khusus, bahwasanya tidak ada syubhat yang kamu hadapi di masa-masa ini.
Setelah delapan abad dari kematian Imam ini, wahai saudaraku yang
mendapatkan taufik, di dalam masalah aqidah dan agama yang termasuk
masalah-masalah ahli bid’ah lalu kamu mencarinya di dalam
kitab-kitabnya, kamu teliti di dalam tulisan-tulisannya dan
risalah-risalahnya, atau fatwa-fatwa dan jawaban-jawabannya, maka kamu
akan mendapatkan jawabannya. Jika kamu tidak mendapatkannya, maka hal
itu disebabkan ketidak mampuan dalam mencarinya, bukan karena Ibnu
Taimiyah tidak menyebutkan jawaban. Masalah ini saya harapkan agar
dipahami secara baik. Sehingga nampak kemampuan Imam ini, kekuatan
ilmunya, keluasan akalnya, kegeniusan otaknya –semoga Allah memberi
rahmat kepadanya-.
Apabila kamu ingin tahu kedudukan Ibnu Taimiyyah, maka ketahuilah bahwa
Ibnul Qayyim adalah muridnya. Apabila kamu ingin tahu ukuran kegeniusan
yang diberikan oleh Allah kepada Ibnu Taimiyah, maka ketahuilah bahwa
Imam Ibnu Katsir termasuk muridnya. Daftar nama-nama muridnya akan
menjadi panjang dengan menyebutkan : Al-Mizzi, Ibnu Rajab, Ibnu Abdul
Hadi, yang termasuk murid-muridnya atau murid-murid sahabat-sahabatnya
dari kalangan imam-imam besar yang memenuhi sejarah Islam. Saya tidak
hanya mengatakan, mereka memenuhi perpustakaan Islam saja. Bahkan mereka
memenuhi sejarah Islam dengan kesungguhan, perjuangan, ilmu, akhlaq,
adab, tingkah laku mereka dan banyak lagi hal-hal lainnya.
Imam Ibnu Taimiyah juga pada masanya, dia hidup pada masa
bergelombangnya fitnah-fitnah dan tersebarnya ujian-ujian. Mulai fitnah
Tartar sampai fitnah Rawafidh, juga fitnah tersebarnya madzhab
Asy’ariyah yang menyimpang dan lain-lainnya. Dia turun di setiap medan
bagai tentara berkuda yang besar dengan membawa pedang, pena, dan mata
lembing. Dia menulis, berjihad, dan membela. Dia diperdaya, dimusuhi,
dan bersabar. Hingga pada suatu saat dia mendapat kehormatan dari
sebagian sulthan (penguasa). Sulthan tersebut datang kepada Ibnu
Taimiyah dengan membawa musuh-musuhnya yang memfitnah tentang dirinya,
memenjara, menyakiti, mengusir dan mendzaliminya. Sulthan berkata
kepadanya : “Apa yang akan kamu lakukan kepada mereka ?” Dia menjawab :
“Saya memberi maaf kepada mereka”. Maka mereka kagum kepadanya. Mereka
berkata : “Wahai Ibnu Taimiyah, kami mendzalimimu dan kamu mampu untuk
membalasnya, tetapi kamu memberikan maaf?” Dia menjawab : “Ini adalah
akhlak orang-orang beriman”. Memang, akhlak ini tidak dimilki kecuali
oleh orang-orang istimewa saja. Yaitu, kamu memberi maaf, padahal kamu
pada posisi yang tinggi, terlebih-lebih setelah banyak didzalimi oleh
orang yang diberi maaf. Oleh karena itu, apabila kita membaca sejarah,
kita tidak mendengar seorang yang namanya Bakri dan Akhna’i kecuali
karena Ibnu Taimiyah telah membantah keduanya. Nama Ibnu Taimiyah selalu
naik dan melambung sebagaimana firman Allah.
وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ
“Dan kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu?” [Alam Nashrah : 4]
Imam Ibnul Qayyim berkata tentang ayat ini : “Sesungguuhnya setiap orang
yang menolong sunnah, meninggikan sunnah dan mendukung Ahlus Sunnah,
dia mendapatkan bagian dari firman Allah “Dan kami tinggikan bagimu
sebutan (nama)mu?” [Alam Nashrah : 4] Setiap orang yang merusak sunnah
dan menentang Ahlus Sunnah, dia mendapatkan bagian dari firman Alllah.
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ اْلأَبْتَرُ
“Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus” [Al-Kautsar : 3]
Mereka (musuh-musuh sunnah) itu terputus. Sedangkan mereka
(penolong-penolong sunnah) mendapatkan pertolongan dan derajat
ketinggian.
Lihatlah anjuran dan jihad Ibnu Taimiyah terhadap bangsa Tartar dalam
peperangan Syaqhab. Ada orang yang berkata : “Sesungguhnya kami pasti
akan menang!”. Maka Ibnu Taimiyah berkata kepadanya : “Katakanlah insya
Allah!”. Dia berkata : “Saya mengatakan insya Allah sebagai perwujudan
bukan penundaan”. Karena dia percaya kepada pertolongan Allah. Merasa
tenang dengan taufik dari Allah, dan bertawakal kepada Allah, maka Allah
mencukupinya.
Inilah Ibnu Taimiyah. Dia telah menulis bantahan kepada Asy’ariyah dan
Mutakallimin (ahli filsafat) dalam kitab-kitab yang besar. Diantaranya,
kitab bantahan kepada Fakhruddin Ar-Razi yang telah membangun madzhabnya
yang menyimpang dalam sebuah kitab, yang dinamakan dengan At-Ta’sis.
Ibnu Taimiyah menulis bantahan kepadanya sebanyak 4 jilid. Kitab yang
dibantah tersebut sekitar kurang lebih seratus halaman. Dibantah oleh
Ibnu Taimiyah dengan kitab sebanyak 4 jilid. Berisi tentang penjelasan
kesesatan Jahmiyah dan pembongkaran dasar-dasar bid’ah halamiyah
(filsafat). Kitab tersebut, dua jilid besar telah dicetak dan selebihnya
insya Allah akan dicetak dalam waktu dekat.
Dia juga menulis bantahan kepada Al-Amidi, Al-Ghazali, dan lain-lainnya
dalam sebuah kitab yang besar sekali yang diberi nama “ Dar’u Ta’arudil
Aql wan Naql”. Kitab tersebut punya nama lain. Kedua nama tersebut
adalah nama satu kitab. Sebagian orang menyangka dua nama kitab itu
untuk dua kitab. Yaitu kitab “Muwafaqatu Shahihil Manqul li Shahihi
Ma’qul” yang di tulis untuk membantah kelompok di atas.
Dia juga menulis bantahan kepada kelompok Syi’ah yang buruk, dengan
sebuah kitab yag diberi nama “Minhajus Sunnah Nabawiyah fi Naqdi
Kalamisy Syi’atil Qadariyah” Dia menulis 10 jilid sebagai bantahan
kepada salah satu pembesar mereka yang bernama Al-Muthahhar Al-Hilli
atas kitabnya yang berjudul Minhajul Karomah. Dia membantahnya dalam 10
jilid.
Kelompok Syi’ah sudah dikenal sebagai musuh bebuyutan. Mereka selalu
mencari kesalahan apa saja yang dilihatnya, kecuali Ibnu Taimiyah.
Bahkan sampai sekarang mereka tidak bisa membantah dan menjawab
hujjah-hujjah dan dalil-dalilnya. Oleh karena itu kamu melihat mereka
diam, membisu, tidak mau berbicara. Kitab tersebut masih tetap dicetak,
diterbitkan, bahkan diterjemahkan dan dipelajari. Di hadapan kitab
tersebut tidak bisa bergerak. Inilah Ibnu Taimiyah, seorang imam yang
merupakan ulama terbesar bagi da’wah yang agung dan penuh berkah ini.
Dengan melihat sejarah dan riwayat hidupnya, akan didapatkan banyak hal
tentang Ibnu Taimiyah. Tetapi yang terlintas secara khusus dalam diri
adalah suatu hal, yaitu bahwa Ibnu Taimiyah meninggal dunia di dalam
penjara karena tipu daya dan di fitnah oleh musuh-musuhnya di hadapan
Sulthan (penguasa). Meskipun demikian, ahli sejarah mengatakan tatkala
Ibnu Taimiyah meninggal dunia di dalam penjara dan dikeluarkan
jenazahnya, maka semua penduduk Damaskus keluar, kecuali empat orang
karena takut. Bila mereka keluar akan dibunuh oleh orang-orang. Penduduk
Damaskus semuanya keluar kepada jenazahnya. Oleh karena itu perkataan
yang masyhur dari Imam Besar Ahmad bin Hambal adalah : “Katakanlah
kepada ahlul bid’ah perjanjian antara kami dan kalian adalah hari
jenazah”.
Kalau kita melihat muridnya, Imam Ibnul Qayyim (yang saya katakan) dan
saya berharap tidak berlebih-lebihan : “Dia adalah murid terbaik dari
ulama terbaik sepanjang abad”. Dia memahami prinsip-prinsip dakwah Ibnu
Taimiyah. Mengolah kaidah-kaidahnya, kenyang dari semua sisi-sisinya,
menimba dari semua sumber-sumbernya, dan melebihi syaikhnya dalam
sesuatu yang tidak dicapai oleh syaikhnya, yaitu keindahan tutur katanya
dalam menerangkan.
Tetapi saya ingin mengoreksi kepada diri saya dengan mengatakan, bahwa
kita tidak mendapatkan perkataan Ibnu Taimiyah yang indah dalam
karangannya, sebagaimana kita mendapatkan pada Ibnul Qayyim. Bukan
berarti Ibnu Taimiyah tidak memiliki kemampuan yang sempurna dari
sekedar membuat karangan dan melebihi Ibnul Qayyim. Tetapi karena
kemampuannya atau kehidupannya penuh dengan cobaan. Beliau tidak
memiliki waktu dan kesabaran yang cukup untuk menyusun makna-makna dan
kata-kata sebagaimana yang dimiliki oleh muridnya Ibnul Qayyim. Ini
adalah masalah yang sangat penting untuk dicermati.
Diantara hal-hal yang berkaitan dengan Ibnu Taimiyah, saya akan
menyebutkan suatu yang penting. Bahwa Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah
memiliki perkataan yang indah, yang dia terapkan sendiri pada dirinya,
dan disebarkan oleh murid-murid beliau. Sampai sekarang kita
mengulang-ulanginya, karena perkataan itu diambil dari firman Allah.
Perkataan itu adalah.
بِالصَّبْرِ وَ الْيَقِيْنِ تُنَالُ اْلإِمَامَةُ فِي الدِّيْنِ
“Dengan kesabaran dan keyakinan, keimanan dalam agama dicapai”
Perkataan ini dibenarkan oleh firman Allah.
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِئَايَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka
meyakini ayat-ayat Kami” [As-Sajdah : 24]
Inilah Ibnu Taimiyah, seorang ulama yang sangat masyhur dalam dakwah mentauhidkan Allah Azza wa Jalla.
MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB
-Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmatinya-
Beliau hidup tiga abad yang lampau. Pada saat dunia dipenuhi syirik,
bid’ah dan kesesatan. Orang-orang bertawajjuh (menghadapkan wajah
mereka) kepada selain Allah, kepada wali-wali Allah, berdo’a dan
beristighatsah kepada selain Allah, meminta pertolongan kepada selain
Allah. Mereka menggantungkan hati kepada pohon, batu, kain-kain,
pakaian-pakaian, dan peninggalan-peninggalan (yang dikeramatkan). Mereka
mencari berkah dari semua hal di atas.
Maka imam ini melaksanakan apa yang Allah ilhamkan kepadanya, dan apa
yang Allah telah ilhamkan kepada imam lainnya, Amir yang bersamanya.
Sehingga bersatulah ilmu dan jihad, pena dan tombak. Keduanya saling
menguatkan dan saling menolong untuk membela tauhid dan aqidah yang
lurus. Beliau berdakwah menuju Allah Ta’ala dan menuju tauhid yang
murni. Membuang bid’ah dan khurafat, membantah syirik dan muhdatsat
(perkara baru dalam agama), dengan kekuatan yang Allah berikan kepada
beliau. Terjadilah berbagai bantahan, perdebatan dan disukusi diantara
beliau dengan musuh-musuh dakwah al-haq di zaman beliau. Beliau
mendapatkan kemenangan yang nyata, dan kalimat beliau muncul. Allah
meninggikan namanya, karena beliau telah meninggikan Sunnah dan Tauhid.
Beliau juga menyusun kitab-kitab yang mengagumkan, bagus, dan setiap
rumah wajib memiliki kitab-kitab tersebut. Seorang tholabul ilmi –juga
orang awam- jangan sampai tidak memilikinya, seperti kitab Tauhid
Alladzi Haqqullahi Alal Abid (Tauhid Merupakan Haq Allah Atas Para
HambaNya). Kitab ini, kitab yang diberkahi, mudah bahasanya, indah
penjelasannya, kuat ungkapannya. Yang ada hanyalah firman Allah dan
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau
sebutkkan faidah-faidah yang dapat dipetik dari ayat-ayat atau dari
hadits-hadits.
Sebagian ulama menyebutkan kisah yang mengandung pelajaran berkenan
dengan kitab ini dan penulisnya. Ada seseorang diantara penduduk Afrika.
Disana tersebar pemikiran Sufi yang menyelisihi kitab Allah dan sunnah
Nabi. Dia (seorang Afrika) berkata : “Ada seorang syaikh, di antara
syaikh Thariqah Sufi. Setiap selesai melakukan shalat, dia mengangkat
tangannya dan mendo’akan kecelakaan untuk Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab. Dia memohon kepada Allah, agar Allah menimpakan kerburukan
kepadanya …dan seterusnya”. Do’a yang menjadikan bergidik hati
orang-orang yang bertauhid. Seorang Afrika tadi berkata : “Suatu kali
aku mendatanginya, aku membawa kitab tauhid, tetapi aku melepaskan
sampulnya dan aku buang judulnya. Aku menemuinya, duduk bersamanya, dan
mulai mengobrol. Dia (syaikh Sufi) berkata kepadaku : ‘Kitab apa ini ?’.
Aku jawab : ‘Kitab yang berisi ayat dan hadits, ditulis oleh seorang
ulama’. Dia berkata : ‘Bolehkah aku membacanya?’. Maka seolah-olah aku
berharap agar dia tambah meminta dan penasaran. Aku lalu memberikannya,
dan berkata : “Tetapi aku ingin engkau meringkaskan kitab ini untukku,
karena aku tidaklah seperti anda, seorang alim yang agung, sehingga aku
mendapatkan manfaat”. Maka besoknya dia kembali, lalu syaikh itu
mengatakan : “Kitab ini sangat bagus, kitab ini menjelaskan berdasarkan
ayat dan hadits, bahwa kita berada di atas kesesatan, kebodohan, dan
penyimpangan. Didalamnya hanya ada firman Allah dan sabda Rasul.
Siapakah yang menyusunnya ?” Dia menjawab : “Inilah penyusunnya, orang
yang selalu engkau do’akan kecelakaan pada waktu malam dan siang”. Maka
syaikh itu bertaubat kepada Allah saat itu juga. Dahulu dia selalu
mendo’akan kecelakaan untuknya, kemudian dia lalu mendo’akan kebaikan
untuknya. Inilah Imam Muhammad bin Abdul Wahhab.
Dakwahnya yang diberkahi terus berlanjut, juga riwayat beliau yang
semerbak wangi. Sampai sekarang, keturunan beliau masih meninggikan
bendera Sunnah, membela manhaj yang haq, semampu mereka. Kita mohon
kepada Allah Ta’ala agar merahmati di antara mereka yang sudah wafat,
dan menjaga dengan kebenaran di antara mereka yang masih hidup.
Saudara-saudaraku, membahas secara sempurna tentang imam ini, karyanya,
risalahnya, jawabannya, dan hidupnya, sangat luas. Akan tetapi -yang
kami sampaikan ini– adalah inti yang menyinari untuk mendorong kita
dengan cepat guna memahami riwayat imam-imam kita dan berita-berita
pembesar kita.
Pada zaman ini banyak ulama dan pembela dakwah. Alhamdulillah, karena
dakwah ini membawa banyak kebaikan, keutamaan yang berlimpah. Cahayanya
menyebar ke seluruh dunia. Di Afrika, Asia, Amerika, Eropa dan disegala
tempat kita lihat muwahhidin (orang-orang yang bertauhid). Kita lihat
Ahlus Sunnah yang baik, para da’i Salafi. Mereka tidaklah disatukan oleh
hizb (kelompok), diorganisasi oleh thariqah, atau harakah. Akan tetapi
mereka disatukan oleh tauhidullah. Maka tauhidullah, dan kalimat tauhid
merupakan asas tauhidul kalimat (persatuan). Setiap kita menjauhi
kalimat tauhid, kita menjauhi tauhidul kalimat.
Pada zaman ini, mulai abad ini, terdapat ulama-ulama pembela dakwah yang
diberkahi. Di antara mereka, yang pertama adalah Imam Allamah
Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’alimi Al-Yamani, kemudian Allamah Mahmud
Syakir Al-Mishri, juga para saudara dan kawan mereka, Abdurrahman
Al-Wakil, Abdurrahman Hamzah, Muhammad Khalil Harras.
Sampai perkara ini pada Syaikh Muhammad bin Ibrahim, beliau adalah salah
satu keturunan Imam Muhammad bin Abdul Wahhab, sampai kemudian muridnya
Imam Allamah Al-Bashir Abu Abdullah Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz.
Bersamanya juga ada saudaranya, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani,
imam, alamah, ustadz kami yang mulia, muhadits umat yang agung. Juga
kawannya, saudaranya, temannya yang serupa dengannnya, imam, allamah,
Abu Abdullah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, ahli fikih yang teliti,
memiliki pandangan yang dalam, yang diiringi taufik dan tahqiq. Aku
katakan, bahwa beliau memiliki keistimewaan daripada seluruh ulama pada
zaman ini semuanya. Dengan sesuatu yang Allah anugrahkan kepadanya, yang
tidak diberikan kepada orang lain. Bahwa ceramahnya merupakan karya.
Hampir semua pembicaraannya, syarahnya, pelajarannya, seolah-olah beliau
memegangi penanya, buku tulisnya, dan menulis dengan susunan yang
bagus, penggabungan, pembagian, dengan gaya yang istimewa, luar biasa.
Alhamdulillah, mereka semua diatas satu jalan, yang cemerlang dan
bersih, dalam membela sunnah Nabi. Meninggikan bendera aqidah
Salafiyyah. Mereka berjihad dalam hal itu dengan sebenar-benarnya,
membelanya di kalangan hamba Allah dan di berbagai negeri. Kemudian
mereka wafat pada satu rangkaian. Mereka telah menyelesaikan kewajiban.
Kita bersikap kurang jika kita berhenti dibelakang mereka, tidak
melanjutkan dakwah mereka, tidak mencari kemenengan dengan manhaj
mereka, dan tidak mengangkat bendera mereka. Kalau demikian jadilah
musibah yang besar. Kita mohon perlindungan kepada Allah.
Dengan semua ini kita mendengar orang bodoh dari sana-sini mencela ulama
kita. Engkau dengar salah seorang dari mereka mengatakan : “Ibnu Baz
termasuk ulama penguasa”. Wahai miskin, apa yang kau inginkan terhadap
beliau, seorang laki-laki yang ‘alim, zuhud, banyak beribadah! Apa yang
beliau kehendaki dari dunia ini, -sedangkan beliau menganggap remeh
dunia ini, merasa cukup dengan sedikit dunia- sampai beliau menjilat
penguasa, dan menjadi ulama penguasa yang mengikuti hawa nafsu.
Engkau lihat salah seorang dari mereka mengatakan “Ibnu Utsaimin tidak
memahami waqi (kenyataan/situasi dan kondisi)”. Wahai miskin, Ibnu
Utsaimin adalah seorang alim, tegar bagaikan gunung, beliau mengetahui
kaidah-kaidah ilmu. Seperti perkataan ulama : “Hukum (keputusan)
terhadap sesuatu merupakan cabang dari persepsi (ilmu) terhadap sesuatu
itu”. Apakah mungkin, beliau akan atau telah memutuskan hukuman terhadap
sesuatu masalah, tanpa memahami waqi, tanpa melihat sisi-sisinya, dan
tanpa meliputi detail-detailnya. Memang istilah “memahami waqi” yang
dikehendaki oleh orang-orang bodoh itu adalah kondisi politik zaman ini,
yang sumbernya hanyalah dari orang-orang kafir dan musuh-musuh Islam.
Apakah karena imam ini (Syaikh Ibnu Utsaimin) dan saudara-saudaranya
(para ulama lainnya) berada di atas kebenaran, yang berupa pengambilan
sumber yang baik, pemikiran yang baik, pengambilan pelajaran yang baik
dari berita-berita yang ada, lalu hal-hal itu berbalik menjadi tuduhan
terhadap mereka (sebagaimana di atas ?). Kita mohon perlindungan kepada
Allah Ta’ala.
Kemudian, ada orang ketiga dari golongan yang mencela ulama kita itu.
Mungkin dia seorang yang bodoh, tolol, berakhlak buruk. Dia menuduh
Syaikh Al-Albani, bahwa beliau Murji’ah. Demi Allah, demi Allah, demi
Allah. Seandainya si bodoh ini hidup sepanjang waktunya, niscaya dia
tidak mengetahui makna irja’ secara benar, makna yang tertolak, ataupun
yang tidak tetolak. Demi Allah sesungguhnya zaman ini, Syaikh Al-Albani
termasuk ulama yang pertama-tama membantah pemikiran, pendapat,
kesesatan, dan penyimpangan Murji’ah. Bahkan beliau menyelisihi sebagian
ulama yang menganggap perselisihan antara Ahlus Sunnah dengan para ahli
fiqih Murji’ah sebagai perselisihan semu, (tidak sebenarnya). Syaikh
Al-Albani menyatakan, perselisihan itu benar-benar ada, bukan hanya
semu.
Bantahan-bantahan Syaikh Al-Albani terhadap Murji’ah tersebut telah
berlalu 30 tahun lalu, bahkan lebih. Sedangkan orang yang membantah
beliau, jika engkau Tanya umurnya, aku hampir pasti bahwa umurnya tidak
lebih 40 tahun. Maka ketika Syaikh Al-Albani membantah Murji’ah, engkau
–wahai miskin- (yang membantah beliau) sedang bermain-main bersama
anak-anak di jalan-jalan. Saat itu engkau sedang membaca alif, ba’, di
Taman Kanak-kanak !. Kemudian ketika wajahmu tumbuh sebagian rambut,
tiba-tiba engkau mencela dengan kebodohanmu, bersikap kurang dengan
akalmu, engkau katakan bahwa Syaikh Al-Albani Murji’. Ini adalah musibah
yang hebat, dan dosa besar yang gelap. Kita memohon perlindungan kepada
Allah Ta’ala.
Tetapi ahlul haq selalu ditolong (oleh Allah). Bendera mereka berkibar,
kalimat mereka tinggi, baik kita suka atau tidak. Jika kita tidak
membela mereka, niscaya Allah akan membela dengan saudara-saudara kita,
murid-murid kita, anak-anak kita, atau cucu-cucu kita.
Kebaikan itu terus berlanjut. Walaupun ketiga ulama besar tersebut telah
wafat, (Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Al-Albani dan Syaikh
Utsaimin,-pent) bukan berarti dakwah mereka juga berhenti. Karena sanad
masih terus shahih (benar), seolah-olah mata rantai emas, seolah-olah
mutiara yang dirangkaikan dengan kebenaran dan cahaya. Hendaklah kita
lihat pada ahli ilmu dan sunnah yang mengiringi mereka. Hendaklah kita
lihat Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh
Abdul Aziz Alu Syaikh, Syaikh Hushain bin Abdul Aziz Alu Syaikh, Syaikh
Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh. Mereka semua berada di atas jalan dan
kaidah yang sama. Kalimat mereka satu, manhaj mereka satu, dan aqidah
mereka satu. Walaupun nampak perkara-perkara yang disangka oleh sebagain
orang sebagai perselisihan di antara mereka. Padahal itu bukanlah
perselisihan, dan kalimat mereka akan menjadi satu. Baik dalam hakekat
dan kenyataan, di dalam pandangan dan bentuk. Aku melihat hal itu dengan
penuh keyakinan dan tawakkal kepada Allah, wahai saudara-saudaraku,
sebagaimana anda sekalian melihat.https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag.
Maka hinalah orang-orang Hizbiyyun, orang-orang zhalim, dan orang-orang
bodoh. Teruslah dakwah ini dengan karunianya, kebersihannya,
keindahannya, dan kesempurnaannya. Semoga kita pantas menjadi para
pengikutnya, dan para pengembannya. Setelah itu kita berharap menjadi
para pembelanya. Aku memohon taufik dan ketetapan, petunjuk dan
ketetapan, kepada Allah untuk diriku dan anda semua. Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas hal itu. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada
Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, sahabatnya semua.
Akhir ucapan kami Alhamdulillahi Rabbil Alamin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar