PARA NABI DAN SALAFUSH SHALIH JUGA BEKERJA
Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan manusia ke dunia ini, Dia
juga memberikan ilham melalui fitrah dan akal mereka untuk mencari
sebab-sebab memperoleh rezeki yang halal dan baik. Allah Subhanahu wa
Ta'ala telah menyediakan berbagai sarana guna mempertahankan kehidupan
manusia di dunia ini, yaitu bekerja mencari beragam penghidupan yang
dibolehkan syari’at.
Tuntutan fitrah ini, tidak hanya berlaku pada umumnya manusia, melainkan
berlaku pula atas manusia-manusia pilihan Allah Subhanahu wa Ta'ala
dari kalangan para nabi dan rasul Allah, termasuk pula rasul yang paling
mulia, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Demikian pula
orang-orang yang mengikutinya dari para salafush shalih dari generasi
sahabat maupun setelahnya.
Berikut ini kami nukilkan beberapa ayat, hadits maupun atsar (riwayat
tentang sahabat atau tabi’in) yang mengisyaratkan tentang hal ini.
Semoga bermanfaat.
PEKERJAAN PERTUKANGAN, INDUSTRI DAN KERAJINAN TANGAN
Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata kepada Nabi Nuh Alaihissallam:
وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا
"Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami .." [Hud : 37].
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan Nuh
Alaihissallam untuk membuat bahtera (perahu besar) yang memberi isyarat
tentang pekerjaan menukang dan industri. Artinya, pekerjaan tukang dan
industri merupakan salah satu jenis pekerjaan yang bisa dilakukan oleh
manusia untuk dijadikan sebagai mata pencahariannya. Allah telah
memberikan kemampuan berindustri membuat baju-baju besi kepada Nabi Daud
Alaihissallam :
وَعَلَّمْنَاهُ صَنْعَةَ لَبُوسٍ لَكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ مِنْ بَأْسِكُمْ فَهَلْ أَنْتُمْ شَاكِرُونَ.
"Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna
memelihara kamu dalam peperangan; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada
Allah)". [Al Anbiya’ : 80].
... وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ. أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي
السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
"… dan Kami telah melunakkan besi untuknya (yakni Daud); (yaitu) buatlah
baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah
amalan yang shalih. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan".
[Saba’ : 10-11].
Dengan kemampuan yang Allah karuniakan itulah, Nabi Daud Alaihissallam
menjadikannya sebagai mata pencaharian. Beliau makan dari hasilnya,
padahal ia seorang nabi dan raja [1]. Hal ini telah dijelaskan pula oleh
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya :
إِنَّ دَاوُدَ النَّبِيَّ كَانَ لاَ يَأْكُلُ إِلاَّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
"Sesungguhnya Nabi Daud tidak makan kecuali dari hasil jerih payahnya
sendiri". [HR Bukhari no. 1967 dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu].
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memuji orang
yang makan dari hasil jerih payahnya sendiri, lalu menghubungkan pujian
ini dengan menceritakan tentang Nabi Daud Alaihissallam :
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَاماً قَطْ خَيْراً مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ
يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ .
"Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari memakan hasil
jerih payahnya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud makan dari hasil
jerih payahnya sendiri". [HR Bukhari no. 1966 dari Al Miqdam bin
Ma’diyakrib Radhiyallahu 'anhu].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengkhususkan penyebutan Nabi
Daud Alaihissallam dalam hadits di atas, lantaran Daud Alaihissallam
seorang nabi dan raja. Biasanya, para raja tidak perlu bekerja untuk
memenuhi kebutuhan pangannya sehari-hari, karena telah dipenuhi oleh
para pekerja dan pelayannya.
Masih tentang pekerjaan pertukangan ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam menceritakan tentang Nabi Zakariya Alaihissallam :
كَانَ زَكَرِيَّا نَجَّاراً .
"Zakariya Alaihissallam dulu adalah seorang tukang kayu". [HR Muslim no. 2379 dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu].
Imam An Nawawi menjelaskan: “Dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya
berindustri. Dan pekerjaan tukang tidak menjatuhkan kewibawaan
(seseorang), bahkan termasuk pekerjaan mulia. Dalam hadits ini (juga)
terdapat (petunjuk tentang) keutamaan Zakariya Alaihissallam, karena ia
(bekerja) sebagai tukang dan makan dari hasil jerih payahnya” [2]. Oleh
karena itu, Imam Muslim membawakan hadits ini dalam bab Min Fadhail
Zakariya Alaihissallam [di antara keutamaan-keutamaan Zakariya
Alaihissallam].
Ibnu Hajar menukil apa yang diriwayatkan Ats Tsauri dalam Tafsir-nya,
dari Asy’ats dari Ikrimah dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ia
berkata: “Lukman (Al Hakim), dulu adalah seorang budak habsyi dan
seorang tukang”. Lihat Fathul Bari (6/466).
Pekerjaan seperti di atas juga telah dikenal pada masa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat Radhiyallahu 'anhum.
Bahkan di kalangan wanitanya sekalipun, sebagaimana disebutkan dalam
riwayat-riwayat berikut.
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ امْرَأَةً قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ أَلاَ أَجْعَلُ
لَكَ شَيْئاً تَقْعُدُ عَلَيْهِ فَإِنَّ لِي غُلاماً نَجَّاراً. قَالَ:
إِنْ شِئْتِ فَعَمِلْتِ الْمِنْبَرَ
"Jabir Radhiyallahu 'anhu menuturkan, bahwa ada seorang wanita berkata
kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah,
tidakkah saya buatkan sesuatu untuk tempat dudukmu? Sesungguhnya saya
punya budak ahli pertukangan,” maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
menjawab,”Jika engkau mau (melakukannya), maka engkau buatkan mimbar
saja." [HR Al Bukhari no. 438].
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ بِالصَّدَقَةِ،
فَقَالَتْ زَيْنَبُ امْرَأَةُ عَبْدِ اللهِ: أَيُجْزِيْنِي مِنَ
الصَّدَقَةِ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَلَى زَوْجِي وَهُوَ فَقِيرٌ وَبَنِي أَخٍ
لِي أَيْتَامٍ وَأَنَا أُنْفِقُ عَلَيْهِمْ هَكَذَا وَهَكَذَا وَعَلَى
كُلِّ حَالٍ؟ ، قَالَ: نَعَمْ ، قَالَ: وَكَانَتْ صَنَّاعَ الْيَدَيْنِ .
"Ummu Salamah menceritakan: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
memerintahkan kami bershadaqah”. Maka Zainab –isteri Abdullah (bin
Mas’ud)- berkata: “Apakah boleh aku bershadaqah suamiku yang fakir dan
kemenakan-kemenakanku yang yatim, dan aku menghidupi mereka dengan ini
dan itu?” Rasulullah n menjwab,”Ya, boleh.” (Perawi) berkata: “Dan ia
(Zainab) adalah wanita pembuat kerajinan tangan”. [HR Ibnu Majah no.
1835. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah.
Asal hadits ini telah diriwayatkan oleh Bukhari no. 1397 dan Muslim no.
1000].
Aisyah Radhiyallahu 'anha menuturkan tentang Zainab binti Jahsy (salah
seorang isteri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ) –ketika
wafatnya :
... وَكَانَتْ زَيْنَبُ امْرَأَةً صَنَّاعَةَ الْيَدِ، فَكَانَتْ تَدْبَغُ
وَتَخْرِزُ وَتَصَدَّقُ فِي سَبِيلِ اللهِ . أخرجه الحاكم (4/26) وقال: هذا
حديث صحيح على شرط مسلم ولم يخرجاه.
"Dan Zainab adalah wanita pengrajin tangan, ia menyamak kulit dan
melobangi (serta menjahit)nya untuk dibuat khuf atau lainnya. Lalu ia
bershadaqah di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala." [HR Al Hakim 4/26 dan
beliau berkata: “Ini hadits shahih sesuai syarat (standar) Muslim, tapi
tidak diriwayatkan oleh Bukhari maupun Muslim"]
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubaid bin Al Abrash
yang menuturkan, bahwa Ali Radhiyallahu 'anhu (menetapkan) jaminan
(atas) tukang.
Ia juga meriwayatkan dengan sanadnya, bahwa Umar bin Al Khaththab
(menetapkan) jaminan atas setiap buruh (industri atau kerajinan) bila si
pekerja merusakkan barang orang-orang yang menginginkannya membuat
sesuatu untuk mereka dari barang tersebut. Lihat Mushannaf Ibnu Abi
Syaibah (4/360).
Demikian pula masa setelah sahabat Radhiyallahu 'anhum, seperti
disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad ketika menjelaskan salah seorang
perawi tabi’in dalam sanad berikut.
Telah bercerita kepada kami Waqi’ (ia berkata), telah bercerita kepada
kami Yazid bin Abu Shalih, dan ia adalah seorang penyamak kulit,
memiliki postur yang bagus, dan ia memiliki empat hadits, ia berkata:
“Aku mendengar Anas bin Malik berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda: ‘Akan ada sekelompok manusia yang masuk neraka, hingga
hangus menjadi arang…al hadits. Lihat Musnad Ahmad (3/183).
MENGGEMBALAKAN HEWAN TERNAK
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengisahkan tentang Musa Alaihissallam:
قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى.
"Musa berkata, “Ini adalah tongkatku. Aku bertelekan padanya, dan aku
pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan
yang lain padanya." [Thaahaa : 18].
Ayat ini memberikan petunjuk bahwa Musa Alaihissallam dahulu bekerja
menggembalakan kambing-kambing. Dengan bantuan tongkat di tangannya, ia
menjatuhkan dedaunan dari pohon untuk memberi makan hewan gembalaannya
[3]. Pekerjaan inilah yang banyak digeluti para nabi, termasuk nabi dan
rasul yang paling mulia Muhammad n . Rasulullah n menceritakan dalam
sabdanya :
مَا بَعَثَ اللهُ نَبِيّاً إِلاَّ رَعَى الْغَنَمَ ، فَقَالَ أَصْحَابُهُ:
وَأَنْتَ؟ ، فَقَالَ: نَعَمْ، كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لِأَهْلِ
مَكَّةَ . رواه البخاري.
"Tidaklah Allah mengutus seorang nabi pun melainkan pernah menggembala
kambing.” Para sahabat bertanya,”Dan engkau sendiri?” Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam menjawab,”Ya, aku juga dulu menggembalakan
(kambing-kambing) milik penduduk Mekkah dengan upah beberapa qirath."
[HR Al Bukhari no. 2143 dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu . Lihat
pula Shahihul Jami’ no. 5581]
Satu qirath = seperduapuluh dinar.
Demikian pula yang berlaku pada sebagian sahabatnya, seperti dalam riwayat berikut ini.
Abdullah bin Rafi’ menuturkan: Aku pernah bertanya kepada Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu ,”Mengapa engkau dijuluki Abu Hurairah?” Ia balik
bertanya,“Apakah engkau ingin merendahkan aku?” Aku jawab,“Tidak. Demi
Allah, aku amat menghormatimu.” Ia pun berkata,“Aku dahulu
menggembalakan kambing-kambing milik keluargaku. Waktu itu, aku
mempunyai kucing kecil yang kuletakkan di sebuah pohon pada malam hari.
Siang harinya aku bermain bersamanya, maka mereka pun menjulukiku Abu
Hurairah (bapaknya kucing kecil).” [HR At Tirmidzi no. 3016 dengan sanad
hasan. Lihat Shahih At Tirmidzi (3/235].
BERDAGANG ATAU BERNIAGA
Aktifitas dagang atau jual beli (dengan beragam bentuknya yang
dibolehkan syari’at) banyak dikerjakan oleh manusia. Para nabi juga
tidak lepas dari aktifitas ini, sebagaimana disebutkan dalam firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ ...
"Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar". [Al Furqan : 20].
Dan tentang RasulNya, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah berfirman :
وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي
الْأَسْوَاقِ لَوْلا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيراً
"Dan mereka berkata: “Mengapa Rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar?” [Al Furqan : 7].
Imam Al Qurthubi berkata, “Masuk pasar dibolehkan untuk berniaga dan
mencari penghidupan. Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu masuk
pasar untuk memenuhi hajatnya, disamping untuk mengingatkan manusia
akan perintah Allah, berdakwah, dan Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
menyodorkan diri kepada kabilah-kabilah yang datang. Semoga Allah
mengembalikan mereka kepada kebenaran.” Lihat Tafsir al Qurthubi (13/5).
Ibnu Katsir, ketika menjelaskan firman Allah Ta’ala “Dan Kami tidak
mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka memakan makanan dan
berjalan di pasar-pasar”, beliau berkata: Yakni mereka (para rasul)
adalah manusia. Mereka makan dan minum sebagaimana layaknya manusia yang
lain, serta memasuki pasar untuk mencari penghasilan dan berniaga. Dan
itu, tidaklah merugikan mereka lagi tidak mengurangi sedikitpun
kedudukan mereka. (Tidak) sebagaimana yang disangka oleh kaum musyrikin
ketika mereka mengatakan tentang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam “Dan mereka berkata: "Mengapa Rasul ini memakan makanan dan
berjalan di pasar-pasar”. ” Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/175).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri, ketika masa mudanya
sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul, Beliau pernah berdagang ke
negeri Syam dengan ditemani budak lelaki Khadijah yang bernama Maisarah,
membawa barang-barang perniagaan milik Khadijah Radhiyallahu 'anha
sebelum menikahinya. Lihat Sirah Ibnu Hisyam (2/5-6). Pekerjaan inilah
yang banyak digeluti oleh para sahabat, baik ketika masa jahiliyah
maupun setelah Islam, terutama dari kalangan Muhajirin. Diceritakan oleh
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu : “Dan sesungghnya saudara-saudara kami
kaum Muhajirin sibuk dengan urusan niaga di pasar. Sedangkan
saudara-saudara kami kaum Anshar sibuk mengusahakan (memutar) harta
mereka …” [HR Bukhari no. 118].
Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha menceritakan: “Abu Bakar Radhiyallahu
'anhu pernah keluar berniaga ke Bushra (Syam) pada masa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Pengkhususan terhadap Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, tidaklah mencegah Abu Bakar, yaitu untuk
tidak memberikan bagiannya dari barang-barang perniagaan. Hal itu karena
kekaguman dan kesukaan mereka dengan usaha niaga. Dan tidaklah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencegah Abu Bakar dari
memperjualbelikan barang-barang niaganya karena kecintaan, kedekatan dan
pengkhususannya terhadap Abu Bakar -dan sungguh bersahabat dengannya
amat mengagumkan-, karena anjuran dan kekaguman Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam terhadap usaha niaga.” [HR Ath Thabarani dalam Al
Mu’jam Al Kabir, 23/30. Lihat Silsilah Ash Shahihah, no. 2929]
Shakhr bin Wada’ah Al Ghamidi menceritakan dari Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam, bahwa Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا . وَكَانَ إِذَا بَعَثَ
سَرِيَّةً أَوْجَيْشاً بَعَثَهُمْ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ، وَكَانَ صَخْرٌ
رَجُلاً تَاجِراً، وَكَانَ يَبْعَثُ تِجَارَتَهُ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ
فَأَثْرَى وَكَثُرَ مَالُهُ.
"Ya, Allah. Berkahilah untuk umatku di pagi harinya.” Dan apabila Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus pasukan, Beliau mengutusnya pada
awal siang (pagi hari). Dan adalah Shakhr seorang pedagang; ia
mengirimkan perniagaannya dari awal siang (pagi hari), maka ia pun
menjadi kaya raya dan banyak harta". [HR Abu Dawud no. 2606, At Tirmidzi
no. 1212, An Nasa-i dalam As Sunan Al Kubra, no. 8833, Ibnu Majah no.
2236 dan Ibnu Hibban 11/62-63. At Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan
derajatnya. Dan tidak diketahui Shakhr meriwayatkan dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam selain hadits ini.” Lihat Shahih At
Targhib wa At Tarhib, no. 1693]
Al Barra’ bin ‘Azib dan Zaid bin Arqam Radhiyallahu 'anhu pernah ditanya
tentang sharf (tukar menukar emas dengan perak), maka keduanya
menjawab: “Pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu,
kami pernah berdagang. Kami bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam tentang sharf (tukar menukar emas dengan perak). Maka Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,’Jika dari tangan ke tangan
(masing-masing langsung memperoleh barangnya), maka tidak mengapa. Tapi
kalau dengan nasi’ah (dengan tempo dan masing-masing atau salah satu
tidak memperoleh barangnya), maka tidak boleh’.”[4] [HR An Nasaa-i, no.
4576 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan An
Nasa-i].
Urwah bin Az Zubair Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan, bahwa Abdullah bin
Ja’far Radhiyallahu 'anhu pernah berdagang sesuatu. Lalu Ali
Radhiyallahu 'anhu berkata kepadanya:“Sungguh saya akan mendatangi
Utsman Radhiyallahu 'anhu dan akan memboikotmu,” maka Ibnu Ja’far
memberitahukan hal itu kepada Az Zubair Radhiyallahu 'anhu . Az Zubair
Radhiyallahu 'anhu berkata kepada Ibnu Ja’far Radhiyallahu 'anhu : “Saya
berserikat denganmu (pantner) dalam perniagaan.” Kemudian Ali
Radhiyallahu 'anhu mendatangi Utsman Radhiyallahu 'anhu dan berkata:
“Sesungguhnya Ibnu Ja’far telah melakukan perniagaan begini …, maka
boikotlah dia.” Tetapi Az Zubair berkata,“Saya adalah partnernya.” Maka
Utsman berkata: “Bagaimana saya akan memboikot seseorang, sementara
partnernya adalah Az Zubair.” [HR Al Baihaqi, 6/61 dan Asy Syafi’i dalam
Al Musnad, 1/384. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ Al
Ghalil, no. 1449].
Utsman bin Affan bercerita: Aku pernah menjual kurma di pasar, lalu aku
mengatakan, “Aku telah menakarnya dalam wasaq-ku ini sekian, lalu aku
membayar beberapa wasaq kurma dengan takaran (wasaq)nya dan aku
mengambil keuntungan. Tetapi ada sesuatu yang mengganjal dalam diriku,
maka aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
Beliau pun menjawab,‘Apabila engkau telah menyebut takaran, maka
takarlah’.” [HR Ibnu Majah, no. 2230. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani
dalam Irwa’ Al Ghalil, no. 1331). Satu Wasaq = 60 shaa’ (antara 150-180
kg].
Demikian beberapa macam pekerjaan yang bisa dilakukan oleh manusia dalam
mencari penghidupannya. Tentunya masih banyak lagi jenis pekerjaan yang
lain, selama dibolehkan oleh syari’at. Misalnya, seperti bercocok tanam
dan sebagainya.
KESIMPULAN DAN PELAJARAN.
1. Disyariatkan bekerja dan berusaha untuk menjadi sebab-sebab datangnya
rezeki, demi menghindari perbuatan meminta-minta yang dilarang, kecuali
dalam kondisi yang amat terpaksa [5].
2. Terdapat keutamaan bagi orang yang makan dari hasil jerih payahnya sendiri.
3. Melakukan pekerjaan apa pun yang dihalalkan, tidak menurunkan
martabat dan harga diri seseorang, bahkan justeru merupakan kemuliaan
dan keutamaan. Karena para nabi pun bekerja mencari penghidupan.
4. Dibolehkan bagi wanita bekerja dan berwirausaha selama tidak
melanggar larangan-larangan syari’at, seperti bercampur baur dengan kaum
lelaki yang bukan mahram dalam pekerjaannya.
5. Bila seseorang telah dibukakan rezeki oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala
dari suatu jalan pekerjaan atau tempat, janganlah beralih kepada
pekerjaan atau tempat lain yang belum jelas hasilnya, sampai Allah
menutup baginya jalan yang pertama yang mengharuskannya mencari jalan
lain.
6. Anjuran mengadakan aktifitas usaha pada awal siang (pagi hari), karena itu merupakan waktu yang didapati keberkahan Allah.
7. Imam Al Qurthubi berkata: Telah berkata kepadaku sebagian masyayikh
(gugu-guru kaum sufi) pada masa sekarang dalam suatu perbincangan,
”Sesungguhnya para nabi diutus untuk mengajarkan sebab-sebab bagi
orang-orang yang lemah,” maka saya jawab,”Perkataan ini tidak ada
sumbernya, melainkan dari orang-orang yang jahil, dungu dan bodoh, atau
dari seorang yang mencela Al Kitab dan As Sunnah yang mulia, padahal
Allah mengabarkan dalam kitabNya tentang orang-orang pilihan, para nabi
dan rasulNya (bahwa mereka) mengambil sebab-sebab dan (bekerja dengan)
keahlian mereka. Maka Allah berkata dan perkataanNya adalah haq (benar):
وَعَلَّمْنَاهُ صَنْعَةَ لَبُوسٍ لَكُمْ
"Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu.." [Al Anbiya’: 80].
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ ...
"Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar". [Al Furqan : 20].
Para ulama mengatakan, maksudnya ialah, mereka berniaga dan memiliki
keahlian (berwira usaha). Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
mengatakan, ‘Telah dijadikan rezekiku di bawah naungan tombakku (dari
rampasan perang).’ Allah berfirman:
فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلالاً طَيِّباً
"Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik …" [Al Anfal : 69].
Para sahabat Radhiyallahu 'anhum dahulu berniaga, memiliki keahliaan
(berwira usaha), mengusahakan (memutar) harta mereka dan memerangi
orang-orang kafir yang menyelisihi mereka. (Maka) apakah kamu memandang,
bahwa mereka itu orang-orang yang lemah, bahkan –demi Allah- mereka itu
orang-orang yang kuat, dan generasi yang shalih setelah mereka
mengikuti teladan mereka. Dalam jalan mereka terdapat petunjuk dan
pelajaran”. Lihat Tafsir Al Qurthubi (13/14).
Wallahu a’lam.
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
_______
Footnote
[1]. Lihat penjelasan ini dalam Tafsir Al Qurthubi (14/266-267).
[2]. Syarah Shahih Muslim (15/135).
[3]. Lihat Tafsir At Thabari (16/154-155).
[4]. Makna (dari tangan ke tangan), yakni masing-masing langsung
memegang dan membawa barang hasil penukarannya. Dan (dengan nasi’ah),
yakni dengan tempo dan masing-masing atau salah satu pihak tidak
langsung memegang dan memperoleh barang hasil penukarannya. Contoh:
seseorang mengatakan kepada yang lain “Saya tukar emas saya seberat
sekian dengan perakmu seberat sekian, tapi bulan depan” atau “tapi saya
ambil perakmu sekarang dan kamu ambil emas saya sebulan lagi”.
[5]. Lihat hadits Qabishah Radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh
Muslim 1044, Abu Dawud no. 1640, An Nasaa-i no. 2579 dan Ahmad 5/60;
hadits Abdullah bin Amr z yang diriwayatkan oleh Abu Dawud no.1634, At
Tirmidzi no. 652 dan Ahmad 2/164 dan192; hadits Abdullah bin Umar
Radhiyallahu 'anhuma yang diriwayatkan oleh Al Bukhari no. 1405 dan
Muslim no. 1040; hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhuma yang
diriwayatkan oleh Muslim no. 1041. Lihat Ushul Al Manhaj Al Islami, oleh
Dr. Abdurrahman Al Ubayyid, hlm. 339.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar