MENJAGA DIRI DENGAN YANG HALAL
Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya ketaqwaan. Ilmuilah
yang telah diwajibkan Allah terhadap diri kita. Yaitu berupa hukum-hukum
agama. Dengan begitu, kita akan selalu beribadah sesuai dengan yang
telah disyariatkan Allah, dan kita akan semakin mampu berpegang teguh
dengan agamaNya. Sehingga kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia
maupun di akhirat kelak.
Pada kesempatan kali ini, kami ingin menyampaikan sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dari jalan sahabat Abu Hurairah,
bahwasanya Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ الهَa أَمَرَ
الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا
الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا
تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ وَقَالَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ
أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ
وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ
بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
"Sesungguhnya Allah itu Maha baik dan tidak menerima, kecuali sesuatu
yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kaum Mukminin
dengan perintah yang Allah gunakan untuk memerintahkan para rasul. Maka
Allah berfirman,”Wahai para rasul, makanlah segala sesuatu yang baik dan
beramal shalihlah (Al Mukminun : 41).” Dan Allah juga berfirman,”Wahai
orang-orang yang beriman, makanlah segala sesuatu yang baik, yang telah
kami berikan kepada kalian (Al Baqarah : 172).” Kemudian Rasulullah
menyebutkan tentang seseorang yang melakukan perjalanan panjang, kusut
rambutnya, kemudian mengangkat tangannya dan mengatakan : Wahai Rabb-ku,
Wahai Rabb-ku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, perutnya
diisi dengan sesuatu yang haram, maka bagaimana Kami mengabulkan
doanya?" [HR Muslim]
Di dalam hadits mulia ini terdapat banyak pelajaran yang bisa kita ambil.
Pertama : Di antara nama Allah adalah thayyib. Maksudnya, Allah memiliki
sifat-sifat yang baik, suci dari segala kekurangan dan kejelekan. Allah
Maha baik di dalam dzatNya, Maha baik di dalam sifat-sifatNya,
nama-namaNya, hukum-hukumNya, perbuatan-perbuatanNya, dan dalam segala
apa yang bersumber dariNya.
Sehingga apabila melihat nama-nama Allah yang kita ketahui, maka kita
mengetahui bahwa semua nama-nama itu indah. Di dalamnya terkandung
sifat-sifat yang indah. Sedikitpun tidak kita dapatkan kekurangan di
dalam nama-nama Allah tersebut. Allah berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ
"Dan hanya milik Allah-lah nama-nama yang baik" [al A’raf : 180].
Demikian pula di dalam sifat-sifat Allah, maka Allah memiliki
sifat-sifat yang baik, Allah Maha mampu, Maha mendengar, Maha melihat
dan sifat-sifat baik lainnya yang dimiliki oleh Allah. Dan dalam segala
perbuatan Allah, selalu tersimpan hikmah-hikmah yang agung.
Kedua : Karena Allah Maha baik, maka Dia tidak menerima kecuali sesuatu
yang baik. Allah tidak menerima amalan-amalan yang tercampur dengan
berbuatan syirik, karena amalan syirik bukanlah amalan yang baik.
Demikian pula Allah tidak menerima amalan yang tercampur dengan
perbuatan bid’ah.
Perlu kita ketahui, ikhwani fiddin … Amalan yang baik, bukanlah amalan
yang banyak atau amalan yang dipuji oleh manusia, akan tetapi amalan
yang baik ialah amalan yang dilakukan dengan ikhlas, sesuai dengan yang
dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . Sebagaimana
dikatakan Fudhail bin Iyad ketika ia menafsirkan firman Allah:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
"Dan Dia-lah yang telah menciptakan kehidupan dan kematian untuk menguji
kalian, siapa di antara kalian yang paling baik amalannya (al Mulk ayat
2), ia mengatakan, bahwa yang paling baik amalnya ialah, yang paling
benar dan yang paling ikhlas. Benar apabila sesuai dengan yang dibawa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan ikhlas, apabila hanya
dilakukan karena mengharap wajah Allah.
Kemudian hadits ini juga menjelaskan adanya amalan yang diterima dan yang ditolak oleh Allah.
Ketiga : Para rasul juga diperintahkan dan dilarang oleh Allah, sebagaimana pula kaum Mukminin.
Walaupun mereka adalah orang yang telah diampuni Allah, mereka tetap
beribadah kepada Allah, sebagaimana kita lihat bagaimana Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menegakkan qiyamullail sehingga kedua
kakinya bengkak. Ditanyakan kepada Beliau:
أَتَكَلَّفُ هَذَا وَقَدْ غَفَرَ الهُl لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ
“Apakah engkau melakukan ini, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan dosa yang akan datang?”
Ditanya seperti ini, bagaimanakah jawab Beliau? Rasulullan Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan jawaban yang menakjubkan:
أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا
"Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?" [Muttafaqun alaih].
Begitulah pribadi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai suri
tauladan bagi kita sampai hari Kiamat. Demikian pula dengan para sahabat
Rasulullah. Mereka selalu bersemangat dalam beribadah kepada Allah.
Bahkan di antara mereka ada yang telah dijamin oleh Allah masuk ke dalam
surga, akan tetapi, jaminan tersebut tidak menjadikan mereka malas
beribadah kepada Allah, tetapi justru membuat mereka lebih
bersungguh-sungguh menjalankan syariatNya. Keadaan ini berbeda dengan
yang terjadi pada manusia zaman sekarang ini.
Keempat : Di dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
juga menyebutkan, bahwasanya Allah memerintahkan kepada para rasul dan
juga kaum Mukminin untuk memakan makanan yang baik. Yaitu makanan yang
dihalalkan oleh Allah. Dan dalam mencarinya juga dengan cara yang halal,
bukan dengan cara-cara yang dimurkai Allah.
Kemudian Allah memerintahkan agar beramal shalih, karena amal shalih
merupakan wujud rasa syukur seseorang kepada Allah. Artinya, setelah
seseorang diberi karunia dengan mendapatkan makanan yang halal dan
didapatkannya dengan cara yang halal, maka sudah sepantasnya ia
bersyukur kepada Allah. Yaitu dengan menyandarkan kenikmatan tersebut
kepada Allah dan beramal shalih.
Faidah kelima dari hadits mulya ini, bahwasanya Allah tidak akan
mengabulkan doa seseorang, yang di dalam diri orang tersebut terisi
dengan hal-hal yang diharamkan Allah, sekalipun ia melakukannya dengan
sungguh-sungguh; maka bagaimana Allah akan mengabulkan doa orang yang
perutya terisi dengan barang-barang yang haram, makanannya haram,
minumannya haram, ataupun makanan dan minuman yang halal akan tetapi
dicari dengan cara yang haram?
Oleh karena itu, ikhwani fiddin, ini merupakan sebuah peringatan keras
serta ancaman yang berat bagi orang yang tidak mau memperdulikan
darimana ia mendapatkan rezekinya. Patut disesalkan, ternyata masih
banyak orang yang bermuamalah dengan muamalah yang haram, dan tidak
jarang hanya demi sedikit harta, kemudian rela mencarinya dengan
melanggar batasan-batasan Allah. Waliyadzu billahi min dzalik. Benarlah
yang disabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ أَمِنَ الْحَلاَلِ أَمْ مِنْ الْحَرَامِ
"Akan datang kepada manusia suatu zaman, yaitu seseorang tidak lagi
memperdulikan dari mana ia mengambil hartanya, apakah dari jalan yang
halal ataukah dari jalan yang haram". [HR Bukhari].
Kita lihat saat ini, berapa banyak di antara kaum Muslimin yang berjual
beli dengan sistim riba, ataupun utang-piutang dengan sistim riba?
Ingatlah wahai, kaum Muslimin! Apabila kita masih melakukan perbuatan
tersebut, sesungguhnya hanya dosa serta kehinaan yang akan kita
dapatkan.
Ikhwani fiddin, karena harta merupakan amanah dari Allah dan kita akan
dimintai pertanggung jawabannya kelak di hadapan Allah, maka marilah
kita renungan, dari manakah harta yang kita dapatkan? Apakah kita
dapatkan dengan cara yang halal, ataukah sebaliknya dengan cara yang
haram?
Dengan begitu, kita berharap semoga terhindar dari harta yang haram, sehingga doa yang kita panjatkan, dikabulkan oleh Allah.
Disamping itu, karena doa merupakan ibadah yang agung, maka marilah kita
lakukan dengan penuh keikhlasan, sesuai dengan yang dicontohkan
Rasulullah, dan kita penuhi syarat-syaratnya. Insya Allah, doa kita akan
diterima dan dikabulkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Demikianlah beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari hadits yang
mulia ini. Mudah-mudahan bermanfaat. Kebenaran hanya datang dari Allah,
dan kesalahan datang dari kami dan dari setan. Dan Allah berlepas diri
dari kesalahan tersebut.
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
[Diangkat dari Syarah Hadits Arbain, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar