BERSAMA AHLI BAIT NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM-2/2-
Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
ADAB KEPADA AHLI BAIT
[1]. Mengagungkan Mereka Dengan Pantas
Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah berada di pertengahan dalam mencintai
ahli bait Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam [6]. Mereka tidak
berlebihan dan tidak pula merendahkan. Pengagungan yang dilandasi dengan
keadilan, tidak sekedar hawa nafsu. Kita mengagungkan seluruh kaum
muslimin dan muslimat dari keturunan Abdul Mutholib dan para istri Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mencintai seluruhnya. Apabila ahli
bait itu termasuk seorang sahabat, maka kita menghormatinya karena
keimanan, ketaqwaan, kebersamaannya dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, dan karena termasuk keluarga beliau. Apabila bukan termasuk
shahabat maka kita mencintai karena keimanan dan keberadaannya sebagai
ahli bait.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Dan terhadap ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah
tentang ahli baitku”. Beliau mengulang ucapannya sampai tiga kali” [HR
Muslim : 24028]
Sungguh, cerminan perilaku salaf dalam mengagungkan ahli bait sangatlah tinggi. Simaklah penuturan berikut ini.
Abdullah bin Hasan bin Husain bin Ali bin Abi Thalib pernah masuk
menemui Umar bin Abdul Aziz dalam suatu keperluan, lantas Umar bin Abdul
Aziz berkata: “Apabila engkau mempunyai kebutuhan kepadaku, maka
kirimlah utusan atau tulislah surat, karena aku malu kepada Allah
apabila Dia melihatmu di depan pintu rumahku” [Asy-Syifa 2/608, Lihat
Dam’ah Ala Hubb Nabi, hal. 51]
Asy-Sya’bi berkata : “Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu suatu ketika
menshalati ibunya yang telah meninggal. Ketika telah selesai, maka
untanya di dekatkan kepadanya agar dinaiki. Ibnu Abbas Radhiyallahu
‘anhuma kemudian datang mendekat dan mengambil tali kekang (untuk Zaid
Radhiyallahu ‘anhu). Melihat hal itu, Zaid Radhiyallahu ‘anhu berkata :
“Biarkan, wahai anak paman Rasulullah”. Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma
menimpali : “Demikianlah seharusnya kita bersikap kepada ulama”. Maka
Zaid Radhiyallahu ‘anhu mencium tangan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma
dan membalas : “Demikianlah kita diperintahkan untuk berbuat kepada ahli
bait Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Asy-Sifa 2/608]
Ahlus Sunnah dalam masalah ini, merupakan orang yang paling berbahagia
dalam melaksanakan wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas.
Mereka mencintai dan mendudukkan ahli bait sesuai dengan proporsinya
yang pantas, tidak berlebih-lebihan. Hal ini berbeda dengan para
pengekor hawa nafsu dari kalangan Rafidhah dan yang semisalnya yang
ghuluw terhadap sebagian dan merendahkan sebagian yang lain, bahkan
boleh dikata mereka mencela kebanyak ahli bait. Sebagai contoh sikap
ghuluw mereka kepada ahli bait yaitu keyakinan mereka adanya imam dua
belas, yang dimaksud Ali, Hasan, Husain dan sembilan anak keturunan
Husain!!?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : “Orang yang paling
jauh dalam melaksanakan wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di
atas adalah orang-orang Rafidhah, mereka memusuhi Al-Abbas Radhiyallahu
‘anhuma dan keturunannya, bahkan boleh dikata mereka memusuhi kebanyakan
ahli bait” [Majmu Fatawa 4/419]
Andaikan kita renungi dengan akal yang jernih, niscaya setiap orang yang
masih punya sedikit ilmu saja akan memastikan bahwa ini adalah
kedustaan dan bualan Rafidhah kepada para imam, dan tentu para imam
berlepas diri dari itu semua.
“Artinya : Wahai Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong
kepada kesesatan sesudah engkau beri petunjuk kepada kami, dan
karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau, karena Engkau-lah
yang Maha Pemberi karunia” [Ali-Imran : 8]
[2]. Mencintai Dan Mendo’akan Kebaikan
Berdasarkan keumuman firman Allah yang berbunyi.
“Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan
Anshar), mereka berdo’a : “Ya Rabb kami, ampunilah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap
orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penyantuan lagi Maha Penyayang” [Al-hasyr : 10]
Imam Bukhari telah meriwayatkan dalam kitab shahih-nya bahwa Abu Bakar
Radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
‘anhu : “Sungguh aku lebih senang menyambung tali kekerabatan kepada
keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada keluargaku
sendiri” [HR Bukhari : 3712]
Masih dalam Shahih Bukhari bahwasanya Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu
ketika pulang dari shalat Ashar ia melihat Hasan Radhiyallahu anhu
sedang bermain-main bersama anak-anak yang lain di jalan. Lalu Abu Bakar
Radhiyallahu ‘anhu menggendong Hasan Radhiyallahu ‘anhu di atas
pundaknya sambil berkata “Demi bapakku yang menjadi tebusan, Hasan lebih
mirip Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan dengan Ali
Radhiyallahu ‘anhu. Mendengar hal itu Ali Radhiyallahu ‘anhu hanya bisa
tertawa” [HR Bukhari : 3542]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkomentar : “Hadits ini menunjukkan
keutamaan Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu dan kecintaannya kepada kerabat
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Fathul Bari 6/694]
Syaikhul Islam rahimahullah berkata : “Ahlus Sunnah wal Jama’ah
mencintai ahli bait dan berloyalitas kepada mereka. Ahlus Sunnah selain
menjaga wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berkata pada
hari Ghodir Khum : Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku”
[Syarah Al-Aqidah Al-Washitiyyah 2/273] [7]
[3]. Membela Dari Hujatan
Termasuk bentuk membela Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
membela ahli bait dan keluarganya, lebih-lebih para istri beliau,
khususnya Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma yang Allah telah sucikan dirinya
dari segala tuduhan. Allah berfirman.
“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu
adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira berita bohong itu
buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang
dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa
diantara mereka yang mengambil bagian yang besar dalam penyiaran berita
bohong itu baginya adzab yang besar” [An-Nur : 11]
Imam Ibnu Hazm rahimahullah telah membawakan sanadnya sampai kepada
Hisyam bin Ammar dia berkata : Aku telah mendengar Anas bin Malik
Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Barangsiapa yang mencela Abu Bakar dan
Umar Radhiyallahu ‘anhuma berhak dicambukl. Dan barangsiapa yang mencela
Aisyah Radhiyallahu ‘anha berhak dibunuh”. Imam Malik ditanya, mengapa
orang yang mencela Aisyah Radhiyallahu ‘anha dibunuh? Beliau menjawab :
“Karena Allah telah berkata tentang Aisyah Radhiyallahu ‘anha dalam
firmanNya:
“Artinya : Allah memperingatkan kamu agar jangan kembali berbuat yang
seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman” [An-Nur :
17]
Imam Malik rahimahullah berkata : “Barangsiapa yang menuduh Aisyah
Radhiyallahu ‘anha, sungguh ia telah menyelisihi Al-Qur’an. Dan orang
yang menyelisihi Al-Qur’an berhak dibunuh”. Imam Ibnu Hazm rahimahullah
berkomentar : “Perkataan Imam Malik ini benar, karena hal itu merupakan
kemurtadan yang nyata dan pelakunya berarti telah mendustakan Allah
dalam ketegasanNya terhadap kesucian Aisyah Radhiyallahu ‘anha”
[Al-Muhalla 13/503] [8]
[4]. Jangan Mencela
Imam Bukhari dalam kitab shahih-nya telah menceritakan bahwasanya Abu
Bakar Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Perhatikan Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam keluarganya” [HR Bukhari : 3713]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan perkataan di atas : “Abu
Bakar Radhiyallahu ‘anhu menghimbau manusia dan berwsiat kepada mereka.
Maksudnya adalah agar manusia menjaga ahli bait, janganlah kalian
menyakitinya dan berbuat jelek kepada mereka” [Fathul Bari 7/101]
[5]. Menasehati Ahli Bait Yang Bersalah
Ketahuilah wahai saudaraku! Ahli bait adalah manusia biasa, tidak
ma’shum dan kesalahan. Mereka ada yang shalih dan ada yang fajir.
Kemulian nasab ahli bait tidak akan berarti sama sekali apabila tidak
diiringi dengan keimanan dan ketaqwaan. Karena orang yang mulia di sisi
Allah adalah orang yang beriman dan bertaqwa. Allah berfirman.
“Artinya : …Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu” [Al-Hujurat : 13]
Apalah artinya status sebagai ahli bait tetapi senang berbuat syirik,
bid’ah, dan maksiat??! Tentunya tidak berguna kemuliaan nasabnya itu.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Barangsiapa yang lambat amalannya, maka nasabnya tidak dapat
mempercepat” [HR Muslim : 2699, Ahmad 2/252, Abu Dawud : 3643, Tirmidzi :
2646, Ibnu Majah : 225, Darimi 1/99, Baghowi : 127, Ibnu Hibban : 84]
Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata : “Maknanya, bahwa amalan
itulah yang menghantarkan seorang hamba mencapai derajat akhirat. Allah
berfirman.
“Artinya : Dan tiap-tiap orang memperoleh derajat-derajat seimbang dengan apa yang dia kerjakan” [Al-An’am : 132]
Maka barangsiapa yang lambat amalannya untuk sampai pada derajat
tertinggi di sisi Allah, nasabnya juga tidak akan mempercepatnya untuk
mencapai derajat tinggi tersebut, karena Allah mengiringkan balasan itu
seimbang dengan amalan, bukan dengan nasab” [Jami’ul Ulum wal Hikam
2/308]
Akan tetapi, apabila kita melihat ahli bait yang bersalah, nasehatilah
dengan baik, karena mereka pun kaum muslimin, berhak menerima nasehat.
Nasehatilah bahwa perbuatannya menyelisihi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, tidak pantas dikerjakan, imbasnya akan banyak ditiru oleh
manusia lantaran status ahli bait terpandang. Nasehati dengan
kelembutan, maafkan apabila bersalah.
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah ketika berada pada hari-hari yang
penuh cobaan, beliau dipukul dan diikat. Kemudian beliau dibawa ke
hadapan Khalifah Al-Watsiq. Al-Watsiq berkata : “Lepaskan ikatan tangan
Syaikh”. Tatkala ikatan telah terlepas, Imam Ahmad rahimahullah hendak
mengambilnya, Al-Watsiq pun bertanya : “mengapa engkau hendak mengambil
ikatan tali itu?”. Imam Ahmad rahimahullah menjawab : “Karena aku
berniat untuk berwasiat agar tali ikatan ini disatukan dalam kain
kafanku, hingga aku bisa menuntut balas pada hari kiamat atas perbuatan
zholim kamu”. Imam Ahmad rahimahullah menangis dan Al-Watsiq pun
menangis sambil meminta agar dihalalkan. Imam Ahmad rahimahullah
menjawab : “Sungguh aku telah memaafkanmu sejak hari pertama siksaan
ini, demi memuliakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena
kamu termasuk keturunan ahli baitnya!!” [Siyar A’lam An-Nubala 11/315]
[6]. Besholawat Kepada Mereka
Berdasarkan hadits Ka’ab bin Ujroh : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam keluar menemui kami, dan kami pun bertanya kepadanya : “Kami
sudah mengetahui bagaimana mengucapkan salam kepadamu, sekarang
bagaimana kami bershalawat kepadamu?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab : Ucapkanlah.
“Artinya : Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga
Muhammad sebagaimana engkau telah bershalawat kepada Ibrahim,
sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah berkahilah
Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi
keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia” [HR
Bukhari : 4797, Muslim 4/126]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Demikian pula ahli
bait Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai hak-hak yang
wajib dijaga. Sungguh Allah telah menjadikan bagi mereka hak dalam
seperlima harta ghonimah dan fa’i, dan telah memerintahkan kita untuk
bershalawat kepada mereka dan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam”
[Majmu Fatawa 3/407]
HARAMNYA MENGAKU AHLI BAIT TANPA HAK
Sungguh di zaman kita sekarang banyak sekali dari keturunan Arab maupun
orang non Arab yang mengaku dan menyandarkan bahwa dia ahli bait Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di negeri kita santer istilah Habib yang
katanya mereka itu masih keturunan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam
alias ahli bait Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalau pengakuannya
memang benar dan ia mu’min sungguh Allah telah mengumpulkan pada dirinya
antara kemuliaan iman dan kemuliaan nasab. Akan tetapi, lain masalahnya
jika pengakuannya hanya sekedar omong kosong, maka orang yang semacam
ini telah menerjang keharaman yang besar dia bagaikan orang yang
pura-pura kenyang dengan sesuatu yang tidak diberi!! Benarlah sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi.
“Artinya : Orang yang pura-pura kenyang dengan apa yang tidak diberi,
ibaratnya seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan” [HR Muslim :
2129]
Keharaman mengaku atau menyandarkan pada suatu kaum yang bukan haknya
telah tegas dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
sabdanya.
“Artinya : Tidaklah seseorang mengaku-aku kepada bukan bapaknya sedang
ia tahu, kecuali ia telah kafir [9] kepada Allah. Dan barangsiapa yang
mengaku bahwa dia termasuk kaum ini padahal bukan, maka hendaklah ia
mengambil tempat duduknya di neraka” [HR Bukhari : 3508, Muslim : 112]
Inilah yang dapat kami kumpulkan tentang ahli bait, keutamaan dan adab
kepada mereka. Kita memohon kepada Allah taufiq-Nya, kefaqihan dalam
agama, dan tegar di atas kebenaran. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan
Mengabulkan do’a. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada nabi kita
Muhammad, keluarganya, dan para shahabatnya. Amin Allahu A’lam
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Foote Note
[6]. Kewajiban mencintai ahli bait telah ditegaskan oleh Imam
Al-Baihaqi, Al-baghowi, Asy-Syafi’i, dan lain-lain. Lihat Ihya Al-Mayyit
fi Fadha’il Ali Al-bait oleh As-Suyuthi.
[7]. Dalam tempat yang lain beliau berkata : “Demikian pula ahli bait
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, wajib mencintai mereka,
berloyalitas dan menjaga hak-hak mereka” (Majmu Fatawa 28/491)
[8]. Ahkam Al-Qur’an 3/1356 oleh Ibnul Arabi, Asy-Syifa 2/267 oleh Al-Qadhi Iyadh 2/267, Ash-Shorimul Maslul hal. 571
[9]. Kafir disini maknanya adalah kufur nikmat, bukan kufur akbar (besar) yang mengeluarkan pelakunya dari Islam (red).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar