KEMAKSIATAN DAN DAMPAK NEGATIFNYA TERHADAP INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Perbuatan dosa dan maksiat memberi pengaruh yang besar serta efek yang
sangat berbahaya bagi masyarakat dan individu. Allah telah menerangkan
dengan sejelas-jelasnya pengaruh perbuatan ini sejak perbuatan maksiat
dilakukan pertama kali.
Marilah kita mengambil beberapa nash Al Qur’an dan hadits, serta atsar
(riwayat) ulama’ Salaf yang menyebutkan pengaruh-pengaruh ini. Allah
berfirman,
وَعَصَى ءَادَمُ رَبَّهُ فَغَوَى . ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ
عَلَيْهِ وَهَدَى . قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ
عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ
فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى . وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ
مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى . قَالَ رَبِّ
لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنتُ بَصِيرًا . قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ
ءَايَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنسَى . وَكَذَلِكَ
نَجْزِي مَنْ أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِن بِئَايَاتِ رَبِّهِ وَلَعَذَابُ
اْلأَخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَى
Dan Adam pun mendurhakai Rabb-nya, maka ia sesat. Kemudian Rabb-nya
(Adam) memilihnya, maka Dia menerima taubatnya dan memberi Adam
petunjuk. Allah berfirman, "Turunlah kamu berdua dari surga
bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh sebagian yang lain. Maka jika
datang kepadamu petunjuk dariKu, lalu barangsiapa yang mengikuti
petunjukKu, ia tidak akan seat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa
yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan
yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam
keadaan buta". Berkatalah ia:"Ya, Rabb-ku, mengapa Engkau menghimpun aku
dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya seorang yang bisa melihat".
Allah berfirman:"Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka
kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari inipun kamu dilupakan".
Dan demikanlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak
percaya terhadap ayat-ayat Rabb-nya. Dan sesungguhnya adzab di akhirat
itu lebih berat dan lebih kekal [Thaha:121-127].
Ayat ini menyebutkan beberapa efek negatif yang ditimbulkan karena
perbuatan maksiat. Allah menjelaskan dalam ayat ini, bahwa akibat (yang
ditimbulkan karena) perbuatan maksiat adalah ghay (kesesatan) yang
merupakan sebuah kerusakan. Seakan-akan Allah berfirman “Barangsiapa
mendurhakai Allah, maka Allah akan merusak kehidupannya di dunia.” Makna
seperti ini juga disebutkan dalam ayat-ayat berikut. FirmanNya:
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى
lalu barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. [Thaha : 123].
Konsekwensinya, orang yang tidak mengikuti petunjuk Allah, maka ia akan
sesat dan sengsara. Dan ayat-ayat berikut ini menjelaskan lebih
gamblang.
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا
Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. [Thaha:124].
Maksudnya, dia akan mendapatkan kesengsaraan dan kesusahan. Dalam
tafsirnya (3/164), Ibnu Katsir berkata: “Di dunia, dia tidak akan
mendapatkan ketenangan dan ketenteraman. Hatinya gelisah yang
diakibatkan kesesatannya. Meskipun dhahirnya nampak begitu enak, bisa
mengenakan pakaian yang ia kehendaki, bisa mengkonsumsi jenis makanan
apa saja yang ia inginkan, dan bisa tinggal dimana saja yang ia
kehendaki; selama ia belum sampai kepada keyakinan dan petunjuk, maka
hatinya akan senantiasa gelisah, bingung, ragu dan masih terus saja
ragu. Inilah bagian dari kehidupan yang sempit”.
Alangkah seringnya kita melihat dan mendengar berita tentang orang yang
memiliki harta yang sangat banyak, mati bunuh diri dengan terjun dari
tempat-tempat yang tinggi (atau gedung-gedung). Apa yang menyebabkan
mereka melakukan itu? (Sudah puaskah mereka menikmati harta kekayaannya,
Pent)? Pasti, penyebabnya adalah sempitnya kehidupan yang menderanya
akibat berpaling dari dzikrullah. Kalau orang-orang yang berpaling dari
dzikrullah itu tidak bertaubat, maka akibatnya mereka akan dikumpulkan
pada hari kiamat di padang Mahsyar dalam keadaan buta. Allah berfirman.
وَمَنْ كَانَ فِي هَذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي اْلأَخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيلاً
Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat
(nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang
benar). [Al Isra:72].
Dan dia akan dibiarkan di dalam neraka. Allah berfirman.
قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنتُ بَصِيرًا . قَالَ
كَذَلِكَ أَتَتْكَ ءَايَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى
Berkatalah ia: "Ya, Rabb-ku. Mengapa Engkau mengumpulkan aku dalam
keadaan buta, padahal aku dahulunya seorang yang dapat melihat?” Allah
berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu
melupakannya, dan begitu(pula) pada hari inipun kamu dilupakan.” [Thaha
:125- 126].
Kata “dilupakan” dalam ayat di atas, maksudnya adalah ia dibiarkan di
dalam neraka sebagai balasan yang setimpal. Jadi balasan itu sejenis
dengan perbuatannya. (Dia melupakan syari’at Allah di dunia, maka Allah
melupakan dia di dalam nerakaNya, Pent).
Perhatikanlah pula pengaruh dan efek dari perbuatan maksiat dalam firman Allah.
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَن نَّصْبِرَ عَلَى طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ
لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنبِتُ اْلأَرْضُ مِن بَقْلِهَا وَ
قِثَّآئِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ
الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ
لَكُم مَّا سَأَلْتُمْ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ
وَبَآءُوا بِغَضَبٍ مِّنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ
بِئَايَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ
بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
Dan (ingatlah), ketika kamu (Bani Israil) berkata: "Hai Musa, kami tidak
bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu
mohonkanlah untuk kami kepada Rabb-mu, agar Dia mengeluarkan bagi kami,
apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang
putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah
kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang baik? Pergilah
kamu ke suatu kota, pastilah kamu memperoleh apa yang kamu minta". Lalu
ditimpakan kenistaan dan kehinaan kepada mereka, serta mereka mendapat
kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari
ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar.
Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan
melampaui batas. [Al Baqarah:61].
Ayat ini memuat beberapa akibat (yang ditimbulkan karena perbuatan) maksiat. Diantaranya:
Pertama : Allah telah menetapkan kehidupan yang rendah buat mereka,
karena mereka menghendaki hal itu. Maka terwujudlah yang mereka minta.
Mereka menukar madu dan salwa (sejenis burung puyuh, Pent) (ini
merupakan sesuatu yang lebih berharga) dengan sayur-mayur, mentimun,
bawang putih, kacang adas dan bawang merah (sesuatu yang lebih rendah).
Kedua : Ditimpakan kepada mereka kehinaan. Bukan itu saja, bahkan kepada
mereka ditimpakan maskanah. Yaitu kefakiran dan kehinaan. Allah telah
menetapkan hal itu bagi mereka.
Ketiga : Mereka akan kembali kepada Allah dengan menanggung kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Renungkanlah firman Allah:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah (Rasulullah) takut
akan ditimpa musibah atau ditimpa adzab yang pedih. [An Nur:63].
Maksud menyelisihi perintah Rasulullah, adalah menyeleweng dari
perintahnya. Akibat yang (ditimbulkan) dari fitnah (musibah), yaitu
meliputi kemurtadan, kematian, kegoncangan, kesusahan, penguasa yang
zhalim dan tertutupnya hati, kemudian setelah itu (akan mendapat adzab
yang pedih).
Ada seorang laki-laki datang kepada Zubair bin Bikar. Dia berkata kepada
Zubair: “Wahai, Abu Abdillah. Dari manakah saya memulai berihram?”
Zubair menjawab: “Dari Dzul Hulaifah (nama tempat), dari tempat mulai
berihramnya Rasulullah.” Orang tadi berkata: “Saya ingin berihram dari
masjid.” Abu Abdillah berkata: “Janganlah anda melakukannya”. Orang tadi
berkata: “Saya ingin berihram dari masjid, dari dekat kubur itu.” Abu
Abdillah berkata: “Janganlah anda melakukannya, saya khawatir akan
terjadi fitnah (musibah) pada dirimu.” Orang tadi berkata lagi: “Fitnah
(musibah) macam apa? Saya hanya menambah beberapa mil saja?” Abu
Abdillah berkata: “Fitnah manakah yang lebih besar dari pada pendapatmu
(yang menganggap bahwa) engkau telah mencapai keutamaan yang telah
ditinggalkan Rasulullah? Saya pernah mendengar Allah berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahNya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. [Thaha:63].
Diantara pengaruh lainnya karena perbuatan maksiat juga, yaitu
ditenggelamkan. Allah menceritakan apa yang Allah lakukan terhadap kaum
Nuh Alaihissallam :
مِّمَّا خَطِيئَاتِهِمْ أُغْرِقُوا فَأُدْخِلُوا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوا لَهُم مِّن دُونِ اللهِ أَنصَارًا
Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu
dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi
mereka selain dari Allah. [Nuh:25].
Diantara pengaruh yang ditimbulkan karena perbuatan maksiat juga, yaitu kehancuran total. Allah berfirman.
وَإِذَآ أَرَدْنَآ أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا
فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (untuk mentaati Allah)
tetapi mereka melakukan kedurhakaan di dalam negeri itu, maka sudah
sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian
Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”. [Al Isra’:16].
Dan (masih ada lagi akibat negatif lainnya, Pent), kitab Allah penuh dengan penyebutan pengaruh-pengaruh ini.
Begitu juga Sunnah, banyak menyebutkan akibat-akibat yang ditimbulkan
karena perbuatan maksiat. Saya kira cukup dengan menyebutkan dua contoh
saja, (yaitu) hadits yang menyebutkan kerendahan dan kehinaan.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
بُعِثْتُ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ
وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ
عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Aku diutus (Allah) sebelum hari kiamat dengan membawa pedang, sampai
hanya Allah yang disembah, tidak ada sekutu bagiNya. Dan rizqiku telah
dijadikan di bawah bayangan tombakku. Dan dijadikan kerendahan dan
kehinaan bagi orang yang menyelisihi perintahku. Barangsiapa yang
menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan kaum itu. [1]
Allah telah menetapkan kerendahan dan kehinaan bagi orang yang
menyelisihi perintah Allah dan RasulNya. Siapa yang ingin mengetahui
tafsir yang sebenarnya dari hadits ini, hendaklah ia melihat kenyataan,
maka dia akan mendapatkan apa yang telah diberitakan Rasulullah n .
Orang-orang muslim pada saat ini telah terhina. Di segala penjuru dunia,
mereka dikuasai oleh musuh-musuh. Bukan itu saja, bahkan musuh-musuh
itu melakukan pembunuhan dan penyiksaan terhadap mereka, padahal
musuh-musuh itu mengetahui bahwa umat Islam itu tidak sedikit. Akan
tetapi, (keadaan) umat Islam seperti apa yang telah dijelaskan oleh
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
,
غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ 2
Buih, seperti buih air bah. [3]
Hadits lain yang memperkuat hadits ini, adalah hadits yang kedua berikut ini.
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ
وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ
عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
Jika kalian jual beli dengan cara ‘inah, dan kalian memegangi ekor sapi,
kalian rela dengan bercocok tanam dan kalian meninggalkan jihad, maka
Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian. Allah tidak akan
menghilangkan kehinaan itu sampai kalian kembali kepada dien kalian. [4]
Dan kata “hina” yang disebutkan dalam hadits ini sama dengan kata “hina”
yang terdapat pada hadits sebelumnya. Pendek kata, umat Islam pada masa
kita sekarang ini telah terpecah-pecah, maka mereka menjadi
berkelompok-kelompok dan bercerai-berai Wala haula wala quwwata illa
billah.
Jika seseorang telah menjadi hina dalam pandangan Allah, maka tidak ada
yang bisa memuliakannya, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla.
وَمَن يُهِنِ اللهُ فَمَالَهُ مِن مُّكْرِمٍ
Dan barangsiapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorangpun yang memuliakannya. [Al Hajj:18].
Meskipun nampaknya dia diagungkan oleh manusia, karena manusia masih
membutuhkannya atau takut kepada kejahatannya, namun hakikatnya dia
adalah orang yang paling hina dalam hati-hati manusia tersebut.[5]
Adapun atsar (riwayat) ulama’ Salaf (yang menyebutkan pengaruh perbuatan
maksiat), Ibnu Al Jauzi berkata dalam kitab Talbisul Iblis (227): Dari
Abu Abdillah bin Al Jalla’, dia berkata: “Aku sedang melihat seorang
anak Nashrani yang tampan wajahnya, lalu lewat di depan saya Abu
Abdillah Al Balkha, dia berkata,“Kenapa berhenti?” Saya menjawab,”Wahai,
paman. Tidakkah anda melihat bentuk ini? Bagaimana ia bisa disiksa
dengan api?” Lalu dia menepukkan kedua tangannya di bahuku sambil
berkata: “Sungguh kamu akan menanggung akibatnya.” Al-Jalla’ berkata:
“Sayapun menanggung risikonya empat puluh tahun kemudian. Saya lupa
(hapalan) Qur’an”
Terakhir, hendaklah setiap diri kita mengetahui, bahwasanya pengaruh
perbuatan maksiat itu tidak hanya terbatas pada pelaku itu sendiri, akan
tetapi pengaruhnya akan menular kepada anak-anak. Mereka akan merasakan
efek negatif, sebagaimana juga perbuatan taat akan menularkan pengaruh
positif pada anak-anak. Dua hal ini telah ditetapkankan dalam
Kitabullah. Allah berfirman,
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا
خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar. [An Nisa’:9].
Ini adalah pengaruh negatifnya. Adapun pengaruh positifnya, Allah berfirman:
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلاَمَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ
وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ
رَبُّكَ أَن يَبْلُغَآ أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً
مِن رَّبِّكَ
Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota
itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang
ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Rabb-mu menghendaki agar
supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanan itu,
sebagai rahmat dari Rabb-mu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut
kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang
kamu tidak dapat sabar terhadapnya. [Al Kahfi:82].
Allah telah menjaga harta benda milik dua orang anak yatim dikarenakan
keshalihan kedua orangtua mereka. Pengaruh amalan shalih menjadi jelas
dan menular kepada anak keturunan.
Diantara efek negatif perbuatan dosa lainnya, yaitu hilangnya anggapan
dosa itu jelek. Orang yang gemar melakukan perbuatan maksiat, berarti
sama dengan menorehkan titik hitam di dalam hatinya, sampai akhirnya
tertutup dengan titik-titik itu akibat dosanya. Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan Imam Ahmad dan Imam Tirmidzi dengan sanad yang jayyid
(bagus), dari Abu Shalih dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia
berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ ذَنْبًا نُكِتَ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ
سَوْدَاءُ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ
زَادَ زَادَتْ حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي الْقُرْآنِ كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ
مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Sesungguhnya seorang mukmin, jika melakukan satu perbuatan dosa, maka
ditorehkan di hatinya satu titik hitam. Jika ia bertaubat, berhenti dan
minta ampun, maka hatinya akan dibuat mengkilat (lagi). Jika semakin
sering berbuat dosa, maka titik-titik itu akan bertambah sampai menutupi
hatinya. Itulah raan yang disebutkan Allah dalam Al Qur’an.
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. [Al Muthaffifin:14]. [6]
Pemilik hati seperti ini, tidak akan bisa membedakan antara yang baik
dan buruk dalam pandangan Allah dan RasulNya, kecuali sesuatu yang
dianggap baik atau buruk oleh hawa nafsunya. Tolok ukurnya bukan lagi
firman Allah atau sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia
tidak menganggap jelek perbuatan maksiat yang dinyatakan jelek oleh
Allah dan RasulNya, sehingga ia tidak merasa malu melakukan perbuatan
maksiat di hadapan khalayak. Ia melakukan perbuatan maksiat dengan
terang-terangan, bahkan dengan bangga ia menceritakan perbuatan
maksiatnya yang tidak diketahui oleh orang lain. Orang-orang seperti ini
termasuk golongan orang-orang yang tidak mendapatkan ampunan dari
Allah, terhalangi dari pintu taubat baginya, bahkan biasanya tertutup.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنْ
الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ
يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ يَا فُلَانُ عَمِلْتُ
الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ
يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
Setiap umatku akan dimaafkan, kecuali mujahirin (pelaku maksiat dengan
terang-terangan). Dan termasuk dalam mujaharah (berbuat maksiat dengan
terang-terangan), (yaitu) seseorang melakukan satu perbuatan pada malam
hari, kemudian dia memasuki waktu pagi dan Allah menutupi perbuatannya
itu, lalu ia mengatakan “Wahai, fulan. Semalam aku melakuan ini dan itu”
Dia tidur semalam dan Allah menutupi perbuatannya, lalu ketika memasuki
waktu pagi dia membuka tabir Allah. [HR Bukhari Muslim].[7]
Diantara efek negatif yang lain, yaitu melemahkan hati. Ini merupakan
akibat yang paling mengkhawatirkan atas seorang hamba. Dosa akan
melemahkan keinginan hati, keingian berbuat maksiat semakin menguat,
sementara keinginan untuk bertaubat sedikit demi sedikit semakin
melemah. Sampai akhirnya, keinginan untuk bertaubat hilang sama sekali.
Kalau seandainya, hati seseorang mati separuh saja, maka dia tidak akan
bisa bertaubat, (apalagi kalau mati total). Akibatnya, dia akan sering
melakukan istighfar atau taubat dusta, sementara hatinya tertambat
dengan perbuatan maksiat, dan dia tetap berazam untuk melakukannya
ketika kondisi memungkinkan. Inilah penyakit hati yang paling berat dan
paling dekat kepada kehancuran [8]. Dan masih banyak lagi efek negatif
yang diakibatkan karena perbuatan maksiat. [9]
Terakhir sekali, hendaklah setiap diri kita mengetahui, bahwasanya
perbuatan maksiat terlihat pada wajah dan ucapan para pelaku. Tidak ada
satu rahasiapun yang disembunyikan, melainkan Allah akan memasang
bungkusnya. Jika baik, maka baik pula (tutupnya). Dan jika jelek, maka
jelek pula tutupnya. Oleh karena itu, Allah berfirman kepada NabiNya
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
وَلَوْ نَشَآءُ لأَرَيْنَاكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُم بِسِيمَاهُمْ
وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ وَاللهُ يَعْلَمُ أَعْمَالَكُمْ
Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami perlihatkan mereka kepadamu
sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya.
Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan
mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu. [Muhammad:30].
أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ أَن لَّن يُخْرِجَ اللهُ أَضْغَانَهُمْ
Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa
Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka. [Muhammad:29].
Dan diriwayatkan dari Amirul Mukminin Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu
'anhu, beliau berkata: “Tidaklah seseorang itu menyembunyikan satu
rahasiapun, kecuali Allah nampakkan pada rona wajahnya dan ucapan
lisannya”.
Sebagian Salaf mengatakan: “Demi, Allah. Sungguh saya bisa mengetahui
perbuatan maksiat saya dari perangai isteri saya dan mogoknya tunggangan
saya”.
Waakhiru da’wanaa alhamdulillah Rabbil ‘alamin.
(Diterjemahkan dari majalah Al Ashalah, Edisi tanggal 15 Dzulhijjah 1416
H, halaman 60-64, dengan tambahan catatan kaki dan sedikit tambahan
dari kitab Ad Da’ Wad Dawa’)
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
_______
Footnote
[1]. HR Imam Ahmad dengan sanad jayyid (baik). Lihat Ad Da’ Wad Dawa’,
karya Ibnul Qayyim rahimahullah, tahqiq Syaikh Ali Hasan Al Halabi, hlm.
93.
[2]. HR Ahmad.
[3]. Terjemahan lengkapnya “Hampir-hampir umat-umat (orang-orang kafir)
bersekongkol untuk mengerubuti kalian, sebagaimana orang yang telah siap
menyantap makanan yang ada di nampan (piring besar).” Ditanyakan kepada
Beliau,”Wahai, Rasulullah. Apakah karena jumlah kami sedikit?”
Rasulullah menjawab,”Tidak! Akan tatapi kalian seperti buih yang dibawa
oleh banjir. Rasa takut dicabut dari hati-hati musuh terhadap kalian,
dan akan diletakkan di dalam hati kalian al wahn” Mereka
bertanya,”Apakah al wahn itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,”Cinta
dunia dan benci kematian.”
[4]. HR Abu Dawud.
[5]. Lihat Ad Da’ Wad Dawa’ , karya Ibnul Qayyim rahimahullah, tahqiq Syaikh Ali Hasan Al Halabi hafizhahullah, hlm. 93.
[6]. Lihat Ad Da’ Wad Dawa’, karya Ibnul Qayyim rahimahullah, tahqiq Syaikh Ali Hasan Al Halaby hafizhahullah, hlm. 83.
[7]. Lihat Ad Da’ Wad Dawa’, karya Ibnul Qayyim rahimahullah, tahqiq Syaikh Ali Hasan Al Halabi hafizhahullah, hlm. 92.
[8]. Lihat Ad Da’ Wad Dawa’, karya Ibnul Qayyim rahimahullah, tahqiq Syaikh Ali Hasan Al Halabi hafizhahullah, hlm. 91.
[9]. Bagi yang ingin mengetahui secara lebih luas, kami persilahkan
membaca kitab Ad Da’ Wad Dawa’, karya Ibnul Qayyim rahimahullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar