CARA MEWUJUDKAN IBADAH
Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ كَعْبٍ الأَسْلَمِيِّ قَالَ كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ
بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي: سَلْ. فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ
مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ. قَالَ: أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ؟ قُلْتُ: هُوَ
ذَاكَ، قَالَ: فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
Dari Rabi’ah bin Ka’ab Al Aslami Radhiyallahu 'anhu, dia mengatakan: Aku
menginap di rumah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku
membantu membawakan air wudhu dan keperluan beliau, lalu beliau
berkata,”Mintalah sesuatu kepadaku!” Saya menjawab,”Saya minta agar bisa
bersamamu di surga!” Beliau bersabda,”Atau yang lain (dari) itu?” Aku
menjawab,”Itu saja,” maka beliau bersabda,”Bantulah aku (untuk
mengalahkan) nafsu (diri)mu dengan banyak bersujud.” [HR Imam Muslim].
Peribadatan kepada Allah merupakan tujuan diciptakannya seorang hamba. Lalu bagaimanakan cara mewujudkannya?
1. Meminta Tolong Kepada Allah Azza Wa Jalla.
Jika beribadah kepada Allah Azza wa Jalla merupakan tujuan dan keinginan
akhir seorang hamba, maka dia akan bertawajjuh (menghadap) kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala, agar Allah menolongnya dalam beribadah dan agar
Allah memberikan hidayah kepadanya untuk mampu menunaikan hak-hak Allah
Azza wa Jalla. Karenanya meminta tolong kepada Allah agar bisa mencapai
ridhaNya merupakan permintaan yang paling utama. Oleh karena itu juga
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepada sahabat
kesayangannya, Muadz Bin Jabbal Radhiyallahu 'anhu. Beliau bersabda,
يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَلاَ تَنْسَ أَنْ تَقُولَ فِي
دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ
وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
"Wahai Muadz! Sungguh saya suka kepadamu, maka di akhir tiap shalat
janganlah engkau lupa membaca doa (artinya), Ya Allah bantulah saya
untuk berdzikir kepadaMu, untuk bersyukur kepadaMu, dan untuk menjadi
baik dalam beribadah kepadaMu" [1].
Ketahuilah, wahai hamba-hamba Allah! Jika engkau konsisten beribadah
kepada Allah dan engkau masukkan dirimu ke dalam peribadatan kepadanya,
maka Dia Azza wa Jalla akan membantumu. Jadi masuknya dirimu ke dalam
pengabdian kepada Allah merupakan sebab untuk mendapatkan pertolongan
dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Semakin sempurna peribadatan seorang
hamba, maka semakin besar pula ia mendapatkan pertolongan dari Allah
Azza wa Jalla.
Beribadah kepada Allah diapit oleh dua jenis pertolongan, yaitu
pertolongan sebelum melakukannya, yakni untuk teguh menjalankan
peribadatan terkait; dan pertolongan kedua, yakni untuk istiqamah
menjalankan peribadatan terkait serta menjalankan peribadatan lainnya.
Demikianlah seterusnya, selama engkau menjadi hamba Allah Azza wa Jalla.
Orang yang menghayati kedudukan ini, niscaya ia akan mendapati bahwa
do’a yang diajarkan Nabi di atas merupakan do’a paling bermanfaat.
Bahkan merupakan inti do’a yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam. Itulah yang dimaksudkan Allah dalam Al Fatihah.
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
"Hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan".
2. Sabar Dalam Beribadah
Wahai sekalian umat! Orang yang tujuan akhirnya adalah Allah, ia pasti
akan memiliki semangat yang tinggi. Dia kumpulkan semangatnya. Dia
siapkan kemampuannya, dan ia singkirkan tuntutan hawa nafsunya, supaya
ia bisa naik pada posisi tinggi di hadapan Allah Azza wa Jalla, Dzat
yang dicintai dan ditaatinya. Ia juga akan memperbaiki
kesalahan-kesalahan di jalan, agar tetap mapan di peringkat ini.
Ya, itu merupakan perbuatan sulit; sulitnya mengumpulkan, menyiapkan dan melepaskan diri dari segala yang menghalangi ibadah …
Namun, itu juga merupakan kenikmatan yang tidak bisa dirasakan, kecuali
oleh orang yang sudah merasakan nikmat dan manisnya perbuatan itu. …
Akan tetapi, itu semua tidak akan bisa didapatkan, kecuali dengan kerja
keras. Jika engkau sudah mampu melewati masa-masa sulit itu, maka ia
akan memberimu keharuman, sehingga tertebarlah bau wanginya. Engkaupun
menjadi orang yang pantas berada pada posisi itu, dan engkau termasuk
orang yang bisa memahaminya dengan pemahaman yang sebenarnya.
Allah Azza wa Jalla berfirman,
فَاعْبُدُوْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ
"Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepadaNya".[Maryam:65].
Dan
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya". [Thaha:132].
Perbuatan ibadah dalam Islam itu, mencakup semua kegiatan, gerakan,
kesibukan, niat dan arah. Sungguh (betapa) sulit bagi seorang manusia
mengarahkan semua itu hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Sebuah kesulitan
yang membutuhkan kesabaran. Dan sebuah jalan yang membutuhkan
kesungguh-sungguhan, agar hati bisa terbebas dari noda-noda hawa nafsu,
tipuan syethan dan keburukan jiwa.
Namun, siapapun yang menanam keikhlasan, ia pasti akan menuai
keselamatan. Dan siapapun yang menanam benih ittiba’ (mengikuti
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam), ia akan memetik hasil
kebenaran dalam berkata dan berbuat. Dan barangsiapa yang menjaga
(syari’at) Allah, Allah Azza wa Jalla pasti akan menjaganya. Allah
berfirman,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami,
benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik"
[Al Ankabut:69]
Dan kepada posisi inilah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan isyarat,
حُجِبَتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَحُجِبَتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ
"Neraka itu ditutupi dengan syahwat (yang disenangi hawa nafsu) dan
surga ditutupi dengan makarih (hal-hal yang tidak menyenangkan)" [2]
Jadi surga itu ditutupi dan dikelilingi dengan makarih.
Makarih adalah perintah yang dibebankan kepada mukallaf untuk melawan
hawa nafsu dalam melaksanakan perintah itu; baik itu (berupa) perintah
untuk mengerjakan ataupun perintah untuk meninggalkan. Seperti
melaksanakan ibadah dengan benar dan menjauhi larangan dalam bentuk
perkataan maupun perbuatan. Dan diungkapkan dengan kalimat makarih
(sesuatu yang dibenci, tidak menyenangkan, pent.) karena berat dan
sulitnya hal itu bagi pelaku. Namun akibatnya lebih manis daripada madu.
لاَ تَحْسَبَنَّ الْمَجْدَ تَمْرًا أَنْتَ آكِلُهُ
لَنْ تَبْلُغَ الْمَجْدَ حَتَّى تَلْعَقَ الصَّبْرَ
Jangan engkau sangka kemuliaan itu seperti kurma yang engkau makan
Engkau tak akan mencapai kemuliaan sebelum engkau teguk kesabaran
Dan benarlah pekataan seorang penya’ir
وَالصَّبْرُ مِثْلُ اسْمِهِ مُرٌّ مَذَاقَتُهُ
لَكِنْ عَوَاقِبُهُ أَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ
Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya
Akan tetapi akibatnya lebih manis daripada madu
3. Muraqabatullah (Merasa Selalu Dalam Pengawasan Allah)
Ini adalah tingkatan ihsan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
memberikan isyarat kepada tingkatan ihsan ini dalam hadits Jibril yang
panjang, ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang
ihsan, beliau bersabda:
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
"(Ihsan adalah) engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya,
jika engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau". [3]
Al Hafizh Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan, “Ini memberikan
isyarat, bahwa seorang hamba dalam beribadah kepada Allah (hendaknya)
dengan cara seperti ini. Yaitu merasakan kedekatan Allah, dan bahwasanya
Allah itu di depannya, seolah-olah hamba ini melihatNya. Itu semua
dapat menimbulkan rasa takut kepada Allah Azza wa Jalla dan pengagungan
kepadaNya, sebagaimana tersebut dalam sebuah riwayat Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu.
أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ
"Hendaknya engkau takut kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya.”[4]
Wajib juga hukumnya, untuk ikhlas dalam beribadah, mengerahkan seluruh
kemampuan dalam memperbaiki, meningkatkan dan menyempurnakan ibadah.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
"Jika engkau tidak dapat melihatnya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau".
Ada yang mengatakan, ungkapan itu merupakan pengungkapan alasan bagi
perkara yang pertama (yaitu engkau beribadah kepada Allah seakan-akan
engkau melihatNya, pent.). Sesungguhnya seorang hamba jika diperintahkan
untuk muraqabatullah (merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla) dalam
ibadahnya dan merasakan kedekatan Allah kepada hambaNya sampai
seakan-akan ia melihatNya, maka ini terkadang sulit bagi seorang hamba.
Untuk mewujudkan ini semua, seorang hamba bisa memanfaatkan
keyakinannya, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa melihatnya.
Allah mengetahui perbuatan hamba yang dikerjakan dengan
sembunyi-sembunyi dan dengan terang-terangan. Allah mengetahui hati dan
zhahirnya. Tidak ada sesuatupun yang luput dari pengetahuan Allah Azza
wa Jalla.
Jika ini sudah terwujud, maka akan mudah baginya untuk naik ke tingkat
berikutnya, yaitu senantiasa menyadari kedekatan Allah kepada hambaNya
dan ma’iyah Allah (kebersamaan ilmu Allah dengan hambaNya, pent.),
sampai seakan-akan dia melihatNya. [5]
Ibnul Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan, “Orang yang mencapai
tingkatan ini, seakan bisa melihat RabbNya Azza wa Jalla di atas langit,
di atas ‘ArsyNya sedang mengawasi hamba-hambaNya. Dia melihat mereka.
Allah mendengar ucapan-ucapan mereka dan Allah melihat zhahir dan bathin
mereka.
Seakan hamba ini mendengar Rabbnya sedang berbicara kepada Jibril
Alaihissalam, lalu Jibril menyampaikan wahyu kepada hamba Allah. Allah
memerintahkan dan melarang sesuai dengan keinginanNya. Allah mengatur
alam ini, makhlukNya naik turun berdasarkan perintahNya.
Seakan hamba ini dapat melihat Rabbnya dalam keadaan ridha, murka,
senang, benci, memberi, menahan rizki, tertawa, gembira, memuji
wali-waliNya di hadapan para malaikatNya dan mencela musuh-musuhNya.
Seakan hamba ini dapat melihat Rabb dan kedua tanganNya. Satu
menggenggam tujuh lapis langit, dan yang satunya lagi menggenggam tujuh
lapis bumi. Allah k melipat tujuh lapis langit dengan tangan kananNya
sebagaimana dilipatnya kertas-kertas buku.
Seakan hamba ini dapat melihat Rabbnya yang datang untuk memberikan
pengadilan kepada hamba-hambaNya, sehingga bumi penuh dengan cahayaNya.
Kemudian Allah berseru –dari atas ArsyNya- dengan suara yang dapat
didengar oleh yang jauh, sebagaimana didengar oleh yang dekat,
وَعِزَّتِيْ وَجَلاَلِيْ لاَ يُجَاوِزُنِيْ الْيَوْمَ ظُلْمُ ظَالِمٍ
"Demi keperkasaan dan keagunganKu, pada hari ini tidak akan ada kezhaliman seorangpun yang luput dariKu".
Seakan hamba ini mendengar seruan Rabb kepada Adam Alaihissalam,
يَا آدَمُ قُمْ فَابْعَثْ بِعْثَ النَّارِ
"Wahai Adam, bangkitlah! Pisahkanlah golongan orang yang masuk neraka".
Begitu juga seruan Rabb kepada makhluk di Mahsyar
مَاذَآ أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ
"Apakah jawabanmu kepada para rasul?" [Al Qashash:65]
Apakah yang kalian sembah dulu?
Singkat kata, dengan hati, seseorang dapat melihat Rabb yang
diperkenalkan oleh para rasul, sebagaimana dikenalkan juga oleh
kitab-kitab Allah Azza wa Jalla dan agama yang didakwahkan oleh para
rasul, serta kenyataan-kenyataan yang dikabarkan para rasul.
Demikianlah, ia bangkit menyaksikan semua itu dengan hatinya, laksana
bangkitnya seseorang yang menyaksikan berita mutawatir. Maka orang
seperti ini, keimanannya seperti orang yang terbuka matanya. Sedangkan
iman orang lain hanya ikut-ikutan, laksana orang buta.”[6]
Dan nasihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada pembantu
beliau Rabi’ah bin Ka’ab As Aslami Radhiyallahu 'anhu, yang termasuk
Ahli Shuffah, telah mencakup langkah-langkah mewujudkan penghambaan diri
kepada Allah Azza wa Jalla.
Berikut ini adalah penjelasannya,
Pertama : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar ia
membantu beliau untuk mengalahkan nafsu (diri) Rabi’ah sendiri. Maka
tidak diragukan lagi, bahwa barangsiapa yang membantu Nabi untuk
mengalahkan nafsu dirinya, maka pertolongan yang pertama kali diminta
untuk mengalahkan nafsu adalah pertolongan dari Allah Azza wa Jalla.
Diantara do’a yang ma’tsur (dalam hal ini) ialah:
وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ
"Janganlah engkau bebankan aku kepada diriku meskipun sekejap"[7].
Jadi, seorang hamba sangat membutuhkan pertolongan dari Allah k untuk mengalahkan nafsunya yang berada di sampingnya.
Hanya kepunyaan Allah sajalah jika ada mutiara kata berikut : Bila
pertolongan Allah tidak diberikan pada seorang pemuda. Maka dosa pertama
yang ia tanggung adalah ijtihadnya
Kedua : Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, “Tolonglah aku
untuk mengalahkan nafsu (diri)mu.” Disini terdapat penjelasan, bahwa
hawa nafsu itu tabi’atnya bertolak belakang dengan usaha mencapai
derajat yang tinggi di akhirat. Karenanya membutuhkan
kesungguh-sungguhan dan kesabaran dalam beribadah, agar tidak tertinggal
dari golongan orang-orang yang senantiasa beribadah kepada Allah.
Ketiga : Sabda Rasulullah “dengan banyak bersujud”.
Barangsiapa banyak bersujud kepada Allah, maka dia akan mendapatkan
kedekatan dengan Allah Azza wa Jalla, sebagimana yang diisyaratkan dalam
firman Allah Azza wa Jalla,
وَاسْجُدْ وَاقْتَرِب
"Dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Rabb)!" [Al Alaq:9].
Dan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
"Seorang hamba paling dekat kepada Rabbnya ketika dia sujud, maka perbanyaklah do’a" [8]
Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
فَأَمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا
السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ
"Adapun ruku’, maka pada waktu itu agungkanlah Rabb kalian. Sedangkan
sujud, maka pada saat itu bersungguh-sungguhlah dalam berdo’a. Niscaya
do’a kalian akan dipenuhi" [9]
Jadi sujud termasuk diantara saat-saat dikabulkannya do’a. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menunjukkan (kepada Rabi’ah Bin Ka’ah)
saat-saat terkabulnya do’a. Beliau menyuruh Rabi’ah agar membiasakan
diri mengetuk pintu do’a, dan beliau juga mengajari Rabi’ah cara
mengetuk pintu do’a tersebut. Barangsiapa keadaannya seperti ini, maka
sebentar lagi pintu ijabah akan dibukakan. Dan hanya kepada Allah kita
mohon pertolongan.
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
_______
Footnote
[1]. Hadits shahih, sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab Shahih Kitabil Adzkar Wa Dha’ifuhu
[2]. Diriwayatkan Imam Bukhari 320/11 dalam Fathul Bari dan Imam Muslim
2823, dari Abu Hurairah, dan diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas
dengan kalimat
[3]. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Umar bin Khattab dan diriwayatkan oleh Bukhari serta Muslim dari Abu Hurairah
[4] HR Muslim, pent
[5]. Iqazhul Himam Al-Muntaqa Min Jami'il 'Ulum Wal Hikam, halaman 71-72 karya saya (Syaikh Salim)
[6]. Madarikussalikin 3/153-154
[7]. Dikeluarkan oleh Imam Nasa’i dalam kitab Amalul Yaumi Wal Lailati,
dan juga Ibnu Sunni no. 49 dengan sanad yang baik, sebagaimana sudah
saya jelaskan dalam kitab Ujalatur Raghibil Mutamanni.
[8]. Dikeluarkan oleh Imam Muslim no. 482.
[9]. Imam Muslim no. 479
Tidak ada komentar:
Posting Komentar