AS-SUNNAH DAN PARA PENENTANGNYA DI MASA LALU DAN MASA SEKARANG
Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
D. Dalil-Dalil Para Penolak As-Sunnah
Dalil-dalil yang dijadikan dasar dan argumentasi mereka untuk menolak As-Sunnah ialah: [1]
Pertama:
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
مَّا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِن شَيْءٍ
“...Tiada sesuatu pun yang terluput dalam Al-Qur-an ini...” [Al-An'aam: 38]
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ
“...Dan kami turunkan Al-Qur-an kepadamu sebagai penjelasan segala hal...” [An-Nahl: 89]
أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلًا
“Maka patutlah aku mencari hakim selain dari pada Allah, padahal Dia-lah
yang telah menurunkan Al-Qur-an kepadamu dengan terperinci?..”
[Al-An’aam: 114]
Ketiga ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa Al-Qur-an mencakup segala
sesuatu yang berkenaan dengan masalah agama, baik hukum-hukumnya dalam
kehi-dupan di dunia dan akhirat. Dengan ketiga ayat itu menurut mereka
sesungguhnya Allah telah menerangkan dan merinci segala sesuatunya
hingga tidak diperlukan lagi keterangan lain, seperti halnya As-Sunnah.
Karena kalau seandainya Al-Qur-an masih belum lengkap atau masih
meninggalkan bagian-bagian tertentu, maka kalau demikian mengapa Allah
mengatakan bahwa Al-Qur-an telah menjelaskan segala sesuatunya?
Sekiranya masih diperlukan keterangan lain, berarti Allah telah
menya-lahi pemberitaan-Nya sendiri, dan hal ini sangat mustahil.
Kedua:
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur-an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” [Al-Hijr: 9]
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah menjamin akan menjaga keutuhan
Al-Qur-an, sedangkan As-Sunnah tidak. Sekiranya As-Sunnah dapat
dijadikan hujjah, tentulah Allah akan menjaminnya.
Ketiga:
As-Sunnah tidak ditulis di zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
para Shahabat, sekiranya As-Sunnah dapat dijadikan hujjah pastilah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk
menuliskannya. Demikian juga para Shahabat dan Tabi'in akan berusaha
mengumpulkan dan melembagakannya. Para Shahabat hanya diperintahkan
untuk menulis Al-Qur-an, tapi sebaliknya Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam justru melarang mereka untuk menuliskan hadits-hadits, bahkan
beliau memerintahkan untuk menghapusnya bagi mereka yang sudah terlanjur
menulisnya.
Di antara hadits-hadits yang dipakai sebagai hujjahnya adalah:
a). Dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Jangan kalian menulis sesuatu
dariku, dan barangsiapa menulis sesuatu dariku selain Al-Qur-an
hendaklah ia hapus. Dan tidak dihalangi kalian menyampaikan sesuatu
dariku, dan barang-siapa berdusta atas namaku dengan sengaja hendaklah
ia menempatkan tempat duduknya di Neraka.” [HR. Muslim]
b). ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa Abu Bakar telah
membakar sebuah dokumen yang mencatat hadits, seraya berkata: “Aku
khawatir kelak setelah mati, tersebar hadits pada orang yang kupercayai
seolah-olah aku menguatkannya, padahal mungkin saja orang tersebut tidak
meriwayatkannya sesuai dengan apa yang telah disampaikan kepadaku.”
[HR. Al-Hakim]
c). Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu bertindak serupa ketika berkunjung
kepada Mu'awiyah, ia ditanya tentang suatu hadits. Zaid
memberitahukannya kepada Mu’awiyah, lalu Mu’awiyah menyuruh seseorang
mencatat hadits tersebut. Akan tetapi Zaid berkata: “Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kami menulis apa pun
tentang hadits yang disampaikannya.” Lalu orang tersebut menghapus
kembali apa yang telah ditulisnya.
d). Diriwayatkan bahwa ‘Umar bin al-Khaththab z bermaksud untuk mencatat
As-Sunnah, kemudian berputar haluan sambil berkata, “Pernah aku
bermaksud menuliskan hadits, kemudian aku ingat pada satu kaum yang
hidup sebelum kalian membukukan catatan yang didapatnya sehingga mereka
tenggelam dalam karya tersebut dan Al-Qur-an dilupakan. Demi Allah, aku
tidak mau mencampur Kitab Allah dengan apa pun juga selama-lamanya.”
e). Demikian pula halnya ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, yang
meminta agar siapa saja yang telah menuliskan hadits untuk menghapusnya.
Selanjutnya Dr. Taufik Sidqy menjelaskan bahwa As-Sunnah baru
dilembagakan setelah munculnya kesalahan dan kealpaan, sehingga
menyusuplah penyelewengan dan perubahan yang menimbulkan keraguan dan
menghilangkan kepercayaan untuk memakai hadits Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam.
Keempat:
Taufik Shidqy pernah membawakan hadits yang di dalamnya mengisyaratkan
bahwa As-Sunnah tidak dapat dijadikan hujjah, di antaranya:
إِنَّ الْحَدِيْثَ سَيُقْشُوْ عَنِّي فَمَا أَتَا يُوَافِقُ الْقُرْآنَ
فَهُوَ عَنِّي وَمَا أَتَاكُمْ عَنِّي يُخَالِفُ الْقُرْآنَ فَلَيْسَ
مِنِّي.
“Akan bertebaran hadits-hadits dariku, apa-apa yang datang kepadamu dari
hadits-haditsku, bacalah Kitabullah dan bandingkanlah yang cocok dengan
Al-Qur-an, dan yang berbeda dari Al-Qur-an bukanlah dari diriku.”
إِذَا حَدِّثْتُمْ عِنِّي حَدِيْثاً تَعْرِفُوْنَهُ وَلاَ تُنْكِرُوْنَهُ
قُلْتُهُ أَوْ لَمْ أَقُلْهُ، فَصَدَّقُوْا بِهِ فَإِنِّي أَقُوْلُ مَا
يُعْرَفُ وَلاَ يُنْكَرُ، وَإِذَا حَدِّثْتُمْ عَنِّي حَدِيْثاً
تُنْكِرُوْنَهُ قُلْتُهُ أَوْ لَمْ أَقُلْهُ فَلاَ تُصَدِّقُوْا بِهِ
فِإِنِّي لاَ أَقُوْلُ مَا يُنْكَرُ وَلاَ يُعْرَفُ.
“Apabila disampaikan kepada kalian hadits dariku dan kalian
mengetahuinya dan tidak mengingkarinya, yang aku katakan atau yang aku
tidak katakan, benarkanlah dia. Karena sesungguhnya aku bersabda dengan
apa-apa yang sudah dikenal dan tidak diingkari. Tetapi bila disampaikan
kepada kalian hadits yang kalian ingkari dan kalian tidak mengenalnya,
maka dustakanlah hadits itu karena aku tidak berkata sesuatu yang tidak
dikenal atau diingkari.”
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
_______
Footnote
[1]. Lihat penjelasan mereka dan bantahannya dalam kitab:
- As-Sunnah Makaanatuha fit Tasyri’ al-Islamy, hal. 176-189.
- Difa’ ‘anis Sunnah wa Raddu Syubahil Mustasyriqin wal Kuttaabil Mu’aa-hirin, Dr. Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah.
- Diraasat fil Hadits an-Nabawy (I/30-42).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar