SUNNAH DAN BID’AH
Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Sunnah dengan makna apa-apa yang disyari’atkan oleh Rasul-Nya adalah
lawan dari bid’ah, yakni apa-apa yang baru yang tidak dicontohkan oleh
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.[1]
Bid’ah menurut bahasa adalah perkara baru yang diada-adakan. [2]
Imam asy-Syathibi rahimahullah berkata:
مَا اخْتُرِعَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَابِقٍ.
“Lafazh bid’ah pada asalnya bermakna apa saja yang diada-adakan yang tidak ada contoh sebelumnya.”
Di antara kata bid’ah yang dinamakan demikian ialah kata bid’ah yang terdapat dalam firman Allah:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Allah yang menciptakan langit dan bumi...” [Al-Baqarah: 117]
Maksudnya, kata بَدِيْعُ di sini bahwa Allah mengadakan atau
menciptakannya dengan rupa (bentuk) yang tidak ada contoh sebelumnya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
قُلْ مَا كُنتُ بِدْعًا مِّنَ الرُّسُلِ
“Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Aku bukan seorang Rasul yang baru (bid’ah)...’” [Al-Ahqaaf: 9]
Maksud بِدْعاً di sini ialah: “Bukanlah aku seorang Rasul pertama yang
membawa risalah dari Allah kepada hamba-hamba-Nya, bahkan telah banyak
Rasul-Rasul yang telah mendahuluiku.”
Apabila dikatakan si fulan telah membuat satu bid‘ah, maka artinya si
fulan telah mengadakan suatu jalan (cara) yang belum pernah ada orang
yang melakukan sebelumnya. [3]
Bid’ah menurut syari’at ialah apa-apa yang diadakan oleh manusia baik
perkataan maupun perbuatan di dalam agama dan syi’ar-syi’arnya yang
tidak ada keterangan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
para Shahabatnya yang maksud mengerjakannya untuk ta’abbud
(peribadahan).[4]
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.
‘Barangsiapa membuat cara baru dalam urusan (agama) kami dengan sesuatu
yang tidak ada contohnya, maka (amalan) itu tertolak.’”[5]
Dalam hadits lain dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاًً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
‘Barangsiapa yang beramal denganl satu amalan yang tidak ada contohnya dari kami, maka amalan itu tertolak.’” [6]
Ketika Ibnu Taimiyyah mendefinisikan bid’ah, beliau berkata: “Bid’ah itu
adalah apa-apa yang menyalahi Al-Kitab, As-Sunnah dan Ijma’ Salafush
Shalih, baik masaah-masalah aqidah maupun masalah-masalah ibadah,
seperti perkataan-perkataan orang-orang Khawarij, Rafidhah, Qadariyyah,
dan Jahmiyyah serta orang-orang yang beribadah sambil menari-nari dan
bernyanyi di masjid-masjid.” [7]
Jadi, terkadang As-Sunnah dimaksudkan kepada lawan dari bid’ah. Bila
dikatakan si fulan mengikuti Sunnah artinya si fulan beramal menurut
apa-apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu dan para Shahabatnya.
Dan bila dikatakan si fulan berbuat bid’ah artinya si fulan beramal
menyalahi apa-apa yang dilaksanakan Rasulullah dan para Shahabatnya
Radhiyallahu anhum.
As-Sunnah yang dimaksud dalam pembahasan itu adalah arti Sunnah menurut
pengertian ulama ushul, karena pengertian inilah yang digunakan dalam
pembahasan dalil-dalil pokok dan kedudukannya dalam pembinaan dan
pembuatan hukum syara’. Kendatipun demikian dalam analisis sejarah akan
diketengahkan pula pengertian secara umum sebagaimana yang digunakan
oleh ahli hadits.
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Footnote
[1]. Mafhuum Ahlis Sunnah (hal. 32, 35).
[2]. Lihat kitab Lisaanul ‘Arab (I/342), Mukhtasharush Shihhah (hal. 43-44).
[3]. Al I’tisham (I/49), tahqiq Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly.
[4]. Ibid, (I/50).
[5]. HR. Al-Bukhari (no. 2697) dan Muslim (no. 1718), dari ‘Aisyah x.
[6]. HR. Muslim (no. 1718 (17)) dan selainnya.
[7]. Majmu’ Fataawaa (XVIII/346 dan XXXV/414).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar