KEDUDUKAN AS-SUNNAH DALAM SYARI’AT ISLAM
Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
C. Dalil-Dalil Ijma’ Yang Memerintahkan Untuk Mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam
Umat Islam telah bersepakat tentang wajibnya beramal dengan Sunnah Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih, bahkan yang demikian termasuk
memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya. Kaum Muslimin menerima As-Sunnah
sebagaimana mereka menerima Al-Qur-an, karena As-Sunnah merupakan sumber
tasyri’ yang disaksikan Allah.
قُل لَّا أَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ
الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا
يُوحَىٰ إِلَيَّ ۚ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ ۚ
أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ
“Katakanlah: ‘Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah
padaku, dan tidak pula aku mengetahui yang ghaib dan tidak pula aku
mengatakan kepadamu bahwa aku seorang Malaikat. Aku tidak mengikuti
kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.’ Katakanlah: ‘Apakah sama orang
yang buta dengan orang yang melihat?’ Maka apakah kamu tidak
memikirkannya?” [Al-An’aam: 50]
Kaum muslimin sejak masa Shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, Tabi’in, Tabiut Tabi’in, dan generasi-generasi yang sesudahnya
sampai hari ini mereka selalu mengembalikan setiap persoalan agama
kepada Al-Qur-an dan As-Sun-nah, berpegang teguh dengannya dan
menjaganya.
Di antara dalil-dalil yang menunjukkan bahwa para Shabahat dan Tabi’in berpegang teguh kepada As-Sunnah adalah:
Pertama : Tatkala Abu Bakar Radhiyallahu anhu memegang tampuk khilafah,
datang Fathimah binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menemuinya menanyakan bagian warisan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam, kemudian Abu Bakar Radhiyallahu anhu berkata kepadanya,
“Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: ‘Sesungguhnya apabila Allah memberi makan seorang Nabi
kemudian ia diwafatkan, maka ia menjadikan warisan bagi orang yang
sesudahnya.’ Karena itu, aku memandang bagian itu harus dikembalikan
kepada kaum muslimin.” Fathimah berkata, “Engkau lebih mengetahui
daripada aku tentang apa-apa yang telah engkau dengar dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam.” [1]
Dalam riwayat yang lain, Abu Bakar Radhiyallahu anhu berkata,
لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلاَّ عَمِلْتُ بِهِ، فَإِنِّي أَخْشَى إِنْ
تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ.
“Aku tidak akan meninggalkan sesuatu pun yang diamalkan oleh Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, aku khawatir bila aku meninggalkan
perintahnya aku akan tersesat.” [2]
Kedua : ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu berdiri di hadapan
Hajar Aswad seraya berkata, “Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau adalah
batu, seandainya aku tidak lihat kekasihku (Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam) menciummu atau menyentuhmu, niscaya aku tidak akan
menyentuh dan menciummu.”[3]
Ketiga : ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu berkata tentang
berdirinya orang-orang ketika jenazah lewat: “Aku pernah melihat
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri, maka kami pun berdiri,
dan ketika beliau duduk, kami pun duduk.” [4]
Keempat : Ada orang berkata kepada ‘Abdullah bin ‘Umar: “Kami tidak
mendapati dalam Al-Qur-an tentang cara shalat Safar?” Ibnu ‘Umar
berkata, “Sesungguhnya Allah telah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam kepada kita dan tadinya kita tidak mengetahui sesuatu.
Karena itu, kita berbuat (beramal) sebagaimana kita melihat apa yang
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam amalkan.”
Dalam riwayat yang lain ia berkata: “Tadinya kita sesat, lalu Allah
menunjukkan kita dengan beliau, karena itu kita wajib mengikuti jejak
beliau.” [5]
Kelima : Datang seorang wanita kepada ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu
anhu, ia berkata: “Aku diberi kabar bahwa engkau melarang wanita
menyambung rambut?” ‘Abdullah bin Mas’ud berkata: “Benar.” Wanita
tersebut berkata: “Apakah larangan itu ada dalam Kitabullah atau engkau
dengar langsung dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam?”
‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu menjawab, “Aku mendapatkan
larangan itu dalam Kitabullah dan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam!” Wanita tersebut berkata lagi: “Demi Allah, aku telah membaca
mushhaf Al-Qur-an dari awal hingga akhir tetapi aku tidak mendapatkan
larangan itu.” Ibnu Mas’ud berkata: “Bukankah ada di dalamnya ayat:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
‘... Apa-apa yang datang dari Rasul, kamu ambil dan apa-apa yang dilarang kamu tinggalkan…’” [Al-Hasyr: 7]
Wanita itu menjawab: “Ya.” Selanjutnya Ibnu Mas’ud berkata:
“Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
melarang (dalam lafazh lain: melaknat) mencabut bulu dahi, mengikir
gigi, menyambung rambut dan mencacah kecuali karena sakit.” [6]
Keenam : Abu Nadhrah meriwayatkan dari Shahabat ‘Imran bin Hushain, ada
seorang datang kepadanya bertanya tentang sesuatu, lalu ‘Imran bin
Hushain menjawabnya dari Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu
orang yang bertanya tadi berkata, “Jawablah dari Kitabullah, jangan
engkau sampaikan selainnya.” ‘Imran berkata: “Engkau adalah orang bodoh
(tolol)... Apakah engkau mendapatkan dalam Al-Qur-an tentang shalat
Zhuhur yang empat raka’at, tidak dijahrkan bacaannya, bilangan raka’at
shalat, ukuran zakat…?” Kemudian ia berkata lagi, “Apakah engkau
mendapatkan semua itu diterangkan dalam Al-Qur-an? Ketahuilah, Al-Qur-an
yang memerintahkan dan As-Sunnah yang menafsirkan atau menjelaskannya.”
[7]
Sebenarnya masih banyak lagi contoh-contoh tentang berpegangnya para
Shahabat dan Tabi’in terhadap Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
yang kemudian diikuti oleh orang-orang sesudahnya. Mutharrif bin
‘Abdillah bin Syikhir (salah seorang dari kalangan Tabi’in) pernah
ditanya oleh seseorang: “Jangan engkau sampaikan kepada kami melainkan
dari Al-Qur-an saja.” Mutharrif berkata, “Demi Allah, kami tidak
menghendaki ganti dari Al-Qur-an, tetapi kami ingin (menyampaikan)
penjelasan dari orang yang lebih mengetahui tentang Al-Qur-an daripada
kami, yaitu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam [8]. Beliau yang
menjelaskan Al-Qur-an, me-nerapkan dalam taklimnya, menerangkan maksud
dan tujuan firman Allah, serta merinci hukum-hukumNya dengan Sunnah
beliau yang suci. Beliau adalah qudwah bagi kaum Muslimin (sampai hari
Kiamat), oleh karena itu berpeganglah kalian dengan As-Sunnah ini
sebagai-mana kalian berpegang kepada Al-Qur-anul Karim, dan jagalah
As-Sunnah ini sebagaimana kalian menjaga Al-Qur-an.
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
_______
Footnote
[1]. Hadits shahih riwayat Ahmad (I/4), Syaikh Ahmad Muhammad Syakir
menshahihkan hadits ini dalam Tahqiq Musnad Imam Ahmad (no. 14).
[2]. Hadits shahih riwayat al-Bukhari (no. 3093).
[3]. Hadits shahih riwayat al-Bukhari (no. 1597) dan Muslim (no. 1270).
[4]. Hadits shahih riwayat Ahmad (no. 631, 1094, 1167) tahqiq Ahmad
Syakir, Muslim (no. 962 (84)), Ibnu Majah (no. 1544) dan ath-Tha-yalisy
(I/127 no. 145).
[5]. Hadits shahih riwayat Ahmad (II/66 dan 94 atau no. 5333 dan 5683) tahqiq Ahmad Muhammad Syakir.
[6]. Hadits shahih riwayat al-Bukhari (no. 4886), Muslim (no. 2125
(120)), Ahmad (no. 3945) tahqiq Ahmad Syakir, Abu Dawud (no. 4169), Ibnu
Baththah fil Ibaanah (I/ 236 no. 68) dan al-Ajurry fisy Syari’ah
(I/420-422 no. 103-104), ini adalah lafazh Ahmad.
[7]. Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (II/1192 no. 2348) tahqiq Abul Asybal az-Zuhairy.
[8]. Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (II/1193 no. 2349).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar