PEMBAGIAN AS-SUNNAH MENURUT SAMPAINYA KEPADA KITA
Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Sanad Dan Matan
Sanad (سَنَدٌ) atau isnad (إِسْنَادٌ) secara bahasa artinya sandaran,
maksudnya adalah jalan yang bersambung sampai kepada matan, rawi-rawi
yang meriwayatkan matan hadits dan menyampaikannya. Sanad dimulai dari
rawi yang awal (sebelum pencatat hadits) dan berakhir pada orang sebelum
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yakni Shahabat. Misalnya
al-Bukhari meriwayatkan satu hadits, maka al-Bukhari dikatakan mukharrij
atau mudawwin (yang mengeluarkan hadits atau yang mencatat hadits),
rawi yang sebelum al-Bukhari dikatakan awal sanad sedangkan Shahabat
yang meriwayatkan hadits itu dikatakan akhir sanad.
Matan (مَتَنٌ) secara bahasa artinya kuat, kokoh, keras, maksudnya
adalah isi, ucapan atau lafazh-lafazh hadits yang terletak sesudah rawi
dari sanad yang akhir.
Para ulama hadits tidak mau menerima hadits yang datang kepada mereka
melainkan jika mempunyai sanad, mereka melakukan demikian sejak
tersebarnya dusta atas nama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang
dipelopori oleh orang-orang Syi’ah.
Seorang Tabi’in yang bernama Muhammad bin Sirin (wafat tahun 110 H)
rahimahullah berkata, “Mereka (yakni para ulama hadits) tadinya tidak
menanyakan tentang sanad, tetapi tatkala terjadi fitnah, mereka berkata,
‘Sebutkan kepada kami nama rawi-rawimu, bila dilihat yang
menyampaikannya Ahlus Sunnah, maka haditsnya diterima, tetapi bila yang
menyampaikannya ahlul bid’ah, maka haditsnya ditolak.’” [1]
Kemudian, semenjak itu para ulama meneliti setiap sanad yang sampai
kepada mereka dan bila syarat-syarat hadits shahih dan hasan terpenuhi,
maka mereka menerima hadits tersebut sebagai hujjah, dan bila
syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka mereka menolaknya.
‘Abdullah bin al-Mubarak (wafat th. 181 H) rahimahullah berkata:
َاْلإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ، وَلَوْ لاَ اْلإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ.
“Sanad itu termasuk dari agama, kalau seandainya tidak ada sanad, maka
orang akan berkata sekehendaknya apa yang ia inginkan.” [2]
Para ulama hadits telah menetapkan kaidah-kaidah dan pokok-pokok
pembahasan bagi tiap-tiap sanad dan matan, apakah hadits tersebut dapat
diterima atau tidak. Ilmu yang membahas tentang masalah ini ialah ilmu
Mushthalah Hadits.
Pembagian As-Sunnah Menurut Sampainya Kepada Kita
As-Sunnah yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
kepada kita dilihat dari segi sampainya dibagi menjadi dua, yaitu
mutawatir dan ahad. Hadits mutawatir ialah berita dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang disampaikan secara bersamaan oleh
orang-orang kepercayaan dengan cara yang mustahil mereka bisa bersepakat
untuk berdusta.
Hadits mutawatir mempunyai empat syarat yaitu:
1. Rawi-rawinya tsiqat dan mengerti terhadap apa yang dikabarkan dan (menyampaikannya) dengan kalimat pasti.
2. Sandaran penyampaian kepada sesuatu yang konkret, seperti penyaksian atau mendengar langsung, seperti:
سَمِعْتُ aku mendengar
سَمِعْنَا kami mendengar
رَأَيْتُ aku melihat
رَأَيْنَا kami melihat
3. Bilangan (jumlah) mereka banyak, mustahil menurut adat mereka berdusta.
4. Bilangan yang banyak ini tetap demikian dari mulai awal sanad,
pertengahan sampai akhir sanad, rawi yang meriwayatkannya minimal 10
orang. [3]
Hadits ahad ialah hadits yang derajatnya tidak sampai ke derajat mutawatir. Hadits-hadits ahad terbagi menjadi tiga macam:
a. Hadits masyhur, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan 3 sanad.
b. Hadits ‘aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan 2 sanad.
c. Hadits gharib, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan sanad. [4]
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
_______
Footnote
[1]. Muqaddimah Shahih Muslim.
[2]. Syarah Shahih Muslim, an-Nawawi (1/87).
[3]. Taisir Musthalaahil Hadiits, Dr. Mahmud Thah-han (hal. 19-20).
[4]. Lihat rinciannya dalam kitab Taisir Musthalaahil Hadiits, Dr. Mahmud Thah-han (hal. 22-31).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar