HAL-HAL YANG TERLARANG KETIKA IHRAM.https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag, Diharamkan bagi seseorang yang telah berihram melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Memakai pakaian yang dijahit
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar:
أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ مِنَ
الثِّيَابِ؟ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ
يَلْبَسُ الْقُمُصَ وَلاَ الْعَمَائِمَ وَلاَ السَّرَاوِيْلاَتِ وَلاَ
الْبَرَانِسَ وَلاَ الْخِفَافَ، إِلاَّ أَحَدٌ لاَ يَجِدُ نَعْلَيْنِ
فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ ولْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ،
وَلاَ تَلْبَسُوْا مِنَ الثِّيَابِ شَيْئًا مَسَّهُ زَعْفَرَانٌ أَوْ
وَرْسٌ.
“Bahwa seseorang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, pakaian apa yang boleh
dipakai oleh orang yang berihram?’ Beliau bersabda, ‘Tidak boleh memakai
baju, surban, celana, penutup kepala dan sepatu kecuali seseorang yang
tidak memiliki sandal, ia boleh menggunakan sepatu, namun hendaknya ia
memotong bagian yang lebih bawah dari mata kaki. Dan hendaknya jangan
memakai pakaian yang diolesi minyak Za’faran dan Wars.’” [1]
Bagi orang yang tidak mempunyai pakaian kecuali celana dan sepatu diberi
keringanan memakai celana dan sepatu tanpa dipotong, berdasarkan hadits
Ibnu ‘Abbas, ia berkata:
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ
بِعَرَفَاتٍ: مَنْ لَمْ يَجِدِ النَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسِ الْخُفَّيْنِ،
وَمَنْ لَمْ يَجِدْ إِزَارًا فَلْيَلْبَسْ سَرَاوِيْلَ لِلْمُحْرِمِ.
“Aku mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di ‘Arafah,
‘Barangsiapa yang tidak mempunyai sandal hendaknya ia memakai sepatunya
dan barangsiapa yang tidak mempunyai izar (kain ihram) hendaknya ia
memakai celana, bagi orang yang berihram.’” [2]
2. Menutup wajah dan kedua tangan bagi wanita
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَنْتَقِبُ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبَسُ الْقُفَّازَيْنِ.
“Bagi wanita yang berihram tidak boleh memakai niqab (penutup muka/cadar) dan kaos tangan.” [3]
Ia boleh menutup mukanya jika ada laki-laki yang lewat, berdasarkan
hadits Hisyam bin ‘Urwah dari Fatimah binti al-Mundzir, ia berkata,
“Kami menutup muka kami sedangkan kami tengah berihram dan bersama kami
Asma’ binti Abi Bakar ash-Shiddiq.” [4]
3. Menutup kepala bagi laki-laki baik dengan surban atau yang lainnya
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar:
لاَ يَلْبَسُ الْقُمُصَ وَلاَ الْعَمَائِمَ.
“Tidak boleh memakai baju dan surban.” [5]
Namun boleh berteduh dalam kemah atau yang lainnya, berdasarkan hadits
Jabir yang lalu, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan
untuk mendirikan kemah, maka didirikan untuk beliau kemah di Namirah,
kemudian beliau mampir di kemah tersebut.”
4. Memakai minyak wangi
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar:
وَلاَ تَلْبَسُوْا مِنَ الثِّيَابِ شَيْئًا مَسَّهُ زَعْفَرَانٌ أَوْ وَرْسٌ.
“Dan hendaknya jangan memakai pakaian yang diolesi minyak Za’faran dan Wars.” [6]
Juga sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang orang yang masih
dalam ihramnya kemudian ia terjatuh dari untanya sehingga lehernya
patah:
وَلاَ تُحَنِّطُوْهُ، وَلاَ تُخَمِّرُوْا رَأْسَهُ، فَإِنَّ اللهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّيًا.
“Jangan diberi minyak wangi dan kepalanya jangan ditutup, karena
sesungguhnya Allah akan membangkitkannya pada hari Kiamat dalam keadaan
bertalbiyah.” [7]
5,6. Memotong kuku dan menghilangkan rambut, baik dengan cara mencukur atau memendekkan atau dengan cara lainnya
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ
"... Jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum kurban sampai ke tempat penyembelihannya... [Al-Baqarah: 196].
Para ulama juga sepakat akan haramnya memotong kuku bagi orang yang berihram.
Bagi orang yang terganggu dengan keberadaan rambutnya boleh mencukur
rambut tersebut dan ia wajib membayar fidyah (denda), berdasarkan firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala :
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ
“... Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepa-lanya
(lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa atau
bersedekah atau berkurban...” [Al-Baqarah: 196]
Dan hadits yang diriwayatkan dari Ka’ab bin ‘Ujrah:
أَنَّ النَّبِيَّ مَرَّ بِهِ وَهُوَ بِالْحُدَيْبِيَةِ، قَبْلَ أَنْ
يَدْخُلَ مَكَّةَ، وَهُوَ مُحْرِمٌ، وَهُوَ يُوْقِدُ تَحْتَ قِدْرٍ،
وَالْقَمْلُ يَتَهَافَتُ عَلَىٰ وَجْهِهِ. فَقَالَ: أَيُؤْذِيْكَ
هَوَامُّكَ هٰذِهِ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَاحْلِقْ رَأْسَكَ، وَأَطْعِمْ
فَرَقاً بَيْنَ سِتَّةِ مَسَاكِيْنَ، (وَالْفَرَقُ ثَلاَثَةُ آصُعٍ) أَوْ
صُمْ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ. أَوِ انْسُكْ نَسِيْكَةً.
“Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mampir menemuinya di
Hudaibiyah sebelum beliau memasuki kota Makkah. Ka’ab pada saat itu
sedang berihram, ia menyalakan api di bawah panci sedangkan kutunya
berjatuhan di wajahnya satu demi satu. Kemudian Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bertanya kepadanya, ‘Apakah kutu-kutu ini
mengganggumu.’ ‘Benar,’ jawab Ka’ab. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, ‘Cukurlah rambutmu lalu berilah makan sebanyak satu
faraq untuk enam orang (satu faraq sama dengan tiga sha’) atau
berpuasalah tiga hari atau sembelihlah seekor hewan kurban.’”[8]
7. Berhubungan intim dan faktor-faktor yang dapat membuatnya tertarik untuk berhubungan intim
8. Mengerjakan kemaksiatan
9. Bermusuhan dan berdebat
Dalil pengharaman tiga poin ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang-siapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerja-kan haji, maka tidak
boleh rafats, berbuat fasiq dan berbantah-bantahan di dalam masa
mengerjakan haji.” [Al-Baqarah: 197]
10,11. Melamar dan menikah
Berdasarkan hadits ‘Utsman bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَنْكِحُ الْمُحْرِمُ وَلاَ يُنْكَحُ، وَلاَ يَخْطُبُ، وَلاَ يُخْطَبُ عَلَيْهِ.
“Orang yang sedang berihram dilarang menikah dan menikahkan serta melamar dan dilamar.”
12. Membunuh atau menyembelih hewan buruan darat atau mengisyaratkan atau memberi tanda untuk membunuh hewan buruan tersebut.
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا
“... Dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram...” [Al-Maa-idah: 96]
Juga sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beberapa
orang Sahabat bertanya tentang keledai betina yang diburu oleh Abu
Qatadah, ia pada saat itu tidak sedang berihram sedangkan yang lainnya
berihram. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya:
أَمِنْكُمْ أَحَدٌ أَمَرَهُ أَنْ يَحْمِلَ عَلَيْهَا أَوْ أَشَارَ إِلَيْهَا؟ قَالُوْا: لاَ قَالَ: فَكُلُوْا.
“Apakah ada salah seorang di antara kalian memerintahkan agar ia memburu
keledai itu, atau memberi isyarat ke keledai itu?” “Tidak,” jawab
mereka. Beliau bersabda, “Makanlah.” [9]
13. Makan hewan buruan yang diburu untuknya atau yang ia isyaratkan untuk diburu, atau yang diburu dengan bantuannya
Berdasarkan apa yang difahami dari sabda beliau:
أَمِنْكُمْ أَحَدٌ أَمَرَهُ أَنْ يَحْمِلَ عَلَيْهَا أَوْ أَشَارَ إِلَيْهَا؟ قَالُوْا: لاَ، قَالَ: فَكُلُوْا.
“Apakah ada salah seorang di antara kalian memerintahkan agar ia memburu
keledai itu atau memberi isyarat ke keledai itu?” “Tidak,” jawab
mereka. Beliau bersabda, “Makanlah.” [10]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz,
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
_______
Footnote
[1]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (III/401, no. 1542), Shahiih
Muslim (II/834, no. 1177), Sunan Abi Dawud (V/269, no. 1806), Sunan
an-Nasa-i (V/129).
[2]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/57, no. 1841), Sunan
an-Nasa-i (V/132), Shahiih Muslim (II/835, no. 1178), Sunan at-Tirmidzi
(II/165, no. 835), Sunan Abi Dawud (V/275, no. 1812).
[3]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1022)], Shahiih al-Bukhari (IV/52,
no. 1838), Sunan Abi Dawud (V/271, no. 1808), Sunan an-Nasa-i (V/133),
Sunan at-Tirmidzi (II/164, no. 834).
[4]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1023)], Muwatha' Imam Malik (224/724), Mus-tadrak al-Hakim (I/454).
[5]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1012)].
[6]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (III/401, no. 1542), Shahiih
Muslim (II/ 834, no. 117), Sunan Abi Dawud (V/269, no. 1806), Sunan
an-Nasa-i (V/129
[7]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (III/135, no. 1265), Shahiih
Muslim (II/865, no. 1206), Sunan Abi Dawud (IX/63, no. 3223-3222), Sunan
an-Nasa-i (V/196).
[8]. Muttafaq 'alaih: Shahiih Muslim (II/861, no. 1201 (83)) ini adalah
lafazh beliau, Shahiih al-Bukhari (IV/12, no. 1814), Sunan Abi Dawud
(V/309, no. 1739), Sunan an-Nasa-i (V/194), Sunan at-Tirmidzi (II/214,
no. 960), Sunan Ibni Majah (II/1028, no. 3079).
[9]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (V/28, no. 1824), Shahiih
Muslim (II/853, no. 1196 (60)), Sunan an-Nasa-i (V/186) semisal hadits
tersebut.
[10]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (V/28, no. 1824), Shahiih
Muslim (II/853, no. 1196 (60)), Sunan an-Nasa-i (V/186) semisal hadits
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar