TATA CARA SHALAT. https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag, A. Rukun-Rukun Shalat
Shalat memiliki beberapa kewajiban dan rukun yang hakekat shalat itu
tersusun darinya. Sehingga, jika satu rukun saja tertinggal, maka shalat
tersebut tidak terealisir dan secara hukum tidak di-anggap (batal).
Berikut adalah rukun-rukunnya:
1. Takbiratul ihram
Dari 'Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
مِفْتَـاحُ الصَّلاَةِ الطَّهُوْرُ، وَتَحْرِيْمُهَـا التَّكْبِيْرُ، وَالتَّحْلِيْلُهَا التَّسْلِيْمُ.
"Kunci shalat adalah bersuci. Pengharamnya adalah takbir dan penghalalnya adalah salam."[1]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata pada orang yang buruk shalatnya:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ.
"Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah." [2]
2. Berdiri bagi yang mampu saat mengerjakan shalat wajib
Allah berfirman:
وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
“... Dan berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.” [Al-Baqarah: 238]
Adalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat sambil berdiri. Beliau
juga menyuruh 'Imran bin Hushain untuk mengerjakan yang demikian. Beliau
berkata kepadanya:
صَلِّ قَـائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ.
"Shalatlah sambil berdiri. Jika engkau tidak bisa, maka (shalatlah)
sambil duduk. Jika tidak bisa, maka (shalatlah) dengan (tidur) miring
(yaitu di atas tubuh bagian kanan dengan wajah menghadap kiblat.-ed."
[3]
3. Membaca al-Faatihah pada setiap raka'at
Dari 'Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بَفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.
"Tidak (sah) shalat orang yang tidak membaca fatihatul kitab (al-Faatihah)."[4]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh orang yang buruk shalatnya
untuk membacanya kemudian berkata, "Kemudian lakukanlah yang seperti itu
pada seluruh shalatmu." [5]
4, 5. Ruku' secara thuma'ninah (tenang)
Berdasarkan firman Allah Ta'ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Rabb-mu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”
[Al-Hajj: 77]
Juga sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada orang yang buruk shalatnya:
ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَعِنَّ رَاكِعًا.
"Kemudian ruku'lah hingga kau merasa tenang dalam ruku'mu." [6]
6, 7. Berdiri tegak setelah ruku' sambil thuma'ninah di dalamnya
Dari Abu Mas'ud al-Anshari Radhiyallahu anhuma. Dia mengatakan bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak diganjar
shalat seseorang yang tidak menegakkan punggungnya dalam ruku' dan
sujud." [7]
Beliau juga berkata kepada orang yang buruk shalatnya:
ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا.
"Kemudian bangkitlah hingga kau tegak berdiri." [8]
8, 9. Sujud dan thuma'ninah di dalamnya
Berdasarkan firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu...” [Al-Hajj: 77]
.
Juga sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm terhadap orang yang buruk
shalatnya, "Kemudian bersujudlah hingga engkau thuma’ninah dalam
sujudmu. Lalu bangkitlah hingga engkau thuma’ninah dalam dudukmu. Lantas
bersujudlah hingga engkau thuma’ninah dalam sujudmu." [9]
Anggota sujud:
Dari Ibnu 'Abbas, dia mengatakan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظَمٍ: عَلَى الْجَبْهَةِ
وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ، وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ
وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ.
"Aku diperintah untuk bersujud di atas tujuh tulang: di atas dahi,
-sambil menunjuk ke hidungnya-, kedua tangan, kedua lutut, serta ujung
jari-jemari kedua kaki." [10]
Juga dari Ibnu 'Abbas, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ يُصِيْبُ أَنْفَهُ مِنَ اْلأَرْضِ مَا يُصِيْبُ الْجَبِيْنَ.
"Tidak (sempurna) shalat orang yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah sebagaimana menempelkan dahinya." [11]
10, 11. Duduk di antara dua sujud serta thuma'ninah padanya
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Tidak diganjar
shalat seseorang yang tidak menegakkan (meluruskan) punggungnya dalam
ruku' dan sujud."
Juga berdasarkan perintah beliau pada orang yang buruk shalatnya agar
melakukan hal ini, sebagaimana telah dibicarakan dalam pembahasan sujud.
12. Tasyahhud akhir
Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhu, dia berkata, "Sebelum diwajibkan tasyahhud, dulu kami mengucapkan:
"اَلسَّلاَمُ عَلَـى اللهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَـى جِبْرِيْلَ
وَمِيْكَـائِيْلَ،" فَقَـالَ رَسُـوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : لاَ تَقُوْلُوْا هكَذَا، وَلكِنْ قُوْلُوْا: اَلتَّحِيَّاتُ
للهِ...
"Semoga kesejahteraan terlimpahkan atas Allah. Semoga kesejahteraan
terlimpahkan atas Jibril dan Mikail." Lalu Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, 'Janganlah kalian mengucapkan seperti itu.
Tapi ucapkanlah, 'Segala penghormatan... [12]
Catatan:
Riwayat paling shahih tentang tasyahhud adalah riwayat Ibnu Mas'ud
Radhiyallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam mengajariku tasyahhud secara langsung sebagaimana mengajariku
surat al-Qur-an.
"التَّحِيَّاتُ للهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ
أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، اَلسَّلاَمُ
عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ
إِلاَّ اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ."
“Segala penghormatan hanya bagi Allah. Begitupula seluruh pengagungan
dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan atas engkau, wahai Nabi.
Begitu pula kasih sayang Allah dan berkahNya. Mudah-mudahan
kesejahteraan tercurahkan atas kita semua dan para hamba Allah yang
shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain
Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya."[13]
Catatan lain:
Sabda beliau:
"اََلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ."
"Semoga kesejahteraan terlimpahkan atas engkau, wahai Nabi. Begitupula kasih sayang Allah dan barakah-Nya."
Al-Hafizh berkata dalam al-Fat-h (II/314), "Terdapat pada sejumlah jalur
hadits Ibnu Mas'ud Radhiyallahu ini adanya konsekuensi perbedaan antara
zaman beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam (dan kita) sehingga (pada
waktu itu) diucapkan dengan lafazh kalimat langsung. Adapun (zaman)
selanjutnya, maka diucapkan dengan lafazh tidak langsung. Dalam kitab
"al-'Isti'dzan" pada Shahiih al-Bukhari dari jalur Abu Ma’mar, dari Ibnu
Mas'ud. Setelah menyebutkan hadits tasyahhud dia berkata, "Beliau
(masih) berada di antara kami. Ketika beliau meninggal, kami
mengucapkan: “اَلسَّلاَمُ، يَعْنِيْ عَلىَ النَّبِيِّ (semoga
kesejahteraan terlimpahkan, -maksudnya- atas Nabi), maksudnya kepada
Nabi." Seperti itulah disebutkan dalam al-Bukhari. Abu 'Awwanah juga
mengeluarkannya dalam kitab Shahiihnya. Begitu pula as-Siraj,
al-Jauzaqi, Abu Nu'aim al-Ashbahani, dan al-Baihaqi dari berbagai jalur
menuju Abu Nu'aim guru al-Bukhari. Di situ disebutkan dengan lafazh,
"Ketika beliau meninggal, kami mengucapkan "اَلسَّلاَمُ عَلَى
النَّبِيِّ" tanpa lafazh: يعنى (maksudnya). Begitupula riwayat Abu Bakr
bin Abi Syaibah dari Abu Nu'aim.
As-Subki berkata dalam Syarh al-Minhaaj setelah menyebutkan riwayat ini
dari jalur Abu 'Awwanah secara sendiri, "Jika benar ini dari Sahabat,
maka menunjukkan bahwa kalimat langsung dalam salam setelah Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak wajib. Maka dikatakan: “اَلسَّلاَمُ
عَلَى النَّبِيِّ”. Saya berkata (al-Hafizh), “Riwayat tersebut shahih
tidak diragukan lagi. Saya telah menemukan jalur lain yang menguatkan.
'Abdurrazzaq berkata, "Ibnu Juraij memberitahu kami, dia berkata, 'Atha’
memberitahuku bahwa dulu semasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
masih hidup para Sahabat mengucapkan: “اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَـا
النَّبِيُّ”. Ketika beliau sudah meninggal, mereka mengatakan:
“اَلسَّلاَمُ عَلَى النَّبِيِّ”. Ini adalah sanad yang shahih.
Al-Albani berkata dalam Shifatush Shalaah (hal. 126), "Itu pasti
berdasarkan petunjuk langsung dari beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Hal ini juga diperkuat oleh riwayat 'Aisyah Radhiyallahu anhuma yang
menyatakan bahwa dia mengajari mereka tasyahhud dalam shalat:
“اَلسَّلاَمُ عَلَى النَّبِيِّ” diriwayatkan as-Siraj dalam Musnadnya
(II/1/9) dan Mukhallash dalam al-Fawaa-id (I/54/11) dengan dua sanad
yang shahih dari ‘Aisyah.
13. Shalawat atas Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam setelah tasyahhud akhir
Berdasarkan hadits Fadhalah bin 'Ubaid al-Anshari: "Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki yang sedang
shalat. Dia tidak memuji dan mengagungkan Allah. Tidak pula bershalawat
atas Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia lalu pergi. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam lantas berkata, "Orang ini terlalu
tergesa-gesa." Kemudian beliau memanggilnya lalu berkata kepadanya dan
kepada selainnya, "Jika salah seorang di antara kalian shalat, hendaklah
ia memulai dengan sanjungan dan pujian pada Rabb-nya lalu bershalawat
atas Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah itu dia boleh berdo’a
sesuka hatinya." [14]
Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhu, dia berkata, "Seorang laki-laki
datang dan duduk di depan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
sedangkan kami berada di sisi beliau. lalu dia berkata, "Wahai
Rasulullah, adapun mengucap salam atas engkau, maka kami sudah tahu.
Lalu bagaimanakah kami bershalawat atas engkau jika kami bershalawat
atas engkau dalam shalat-shalat kami? Semoga Allah mencurahkan
keselamatan-Nya atas engkau?" Dia (Ibnu Mas’ud) berkata, "Beliau terdiam
hingga kami berharap laki-laki itu tak pernah menanyainya (seperti
itu)." Beliau kemudian berkata, "Jika kalian bershalawat atasku, maka
ucapkanlah:
"اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ اَلنَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ..."
“Ya Allah, berilah rahmat kepada Muhammad, Nabi yang buta huruf, serta kepada keluarga Muhammad...” [15]
Catatan:
Kalimat shalawat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang terbaik adalah
yang diriwayatkan Ka'b bin 'Ujrah, dia mengatakan bahwa kami berkata,
"Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui atau mengenal bagaimana
mengucap salam atas engkau. Lalu bagaimana dengan shalawatnya?" beliau
berkata, "Ucapkanlah:
"اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ
عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اَللّهُمَّ بَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ."
"Ya Allah, berilah rahmat kepada Muhammad, dan kepada keluarga Muhammad,
sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada keluarga Ibrahim.
Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji dan Mahaagung. Serta berilah berkah
kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah
memberikan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji dan
Mahaagung.” [16]
14. Salam
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
مِفْتَـاحُ الصَّلاَةِ الطَّهُوْرُ، وَالتَّحْرِيْمُهَا التَّكْبِيْرُ، وَالتَّحْلِيْلُهَا التَّسْلِيْمُ.
"Kunci shalat adalah bersuci. Pengharamnya adalah takbir dan penghalalnya adalah salam."[17]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz,
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
_______
Footnote
[1]. Hasan Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 222)], Sunan
at-Tirmidzi (I/5 no. 3), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/88 no. 61),
dan Sunan Ibni Majah (I/101 no. 270).
[2]. Telah disebutkan takhirjnya.
[3]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 3778)], Shahiih
al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/587 no. 1117). Sunan Abi Dawud (‘Aunul
Ma’buud) (III/233 no. 939) dan Sunan at-Tirmidzi (I/231 no. 369).
[4]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/236 no.
756)], Shahiih Muslim (I/295 no. 394), Sunan at-Tirmidzi (I/156 no.
247), Sunan an-Nasa-i (II/137), Sunan Ibni Majah (I/273 no. 837), dan
Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/42 no. 807), dengan tambahan: "Dan
begitulah seterusnya." Hal ini tidak terdapat pada riwayat selainnya.
[5]. Telah disebutkan takhrijnya.
[6]. Ibid.
[7]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 71)], Sunan an-Nasa-i
(II/183), Sunan at-Tirmidzi (I/165 no. 264), Sunan Abi Dawud (‘Aunul
Ma’buud) (III/93 no. 840), dan Sunan Ibni Majah (I/282 no. 870).
[8]. Telah berlalu takhrijnya
[9]. Telah berlalu takhrijnya.
[10]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari)
(II/297/812)], Shahiih Muslim (I/354/230-490), dan Sunan an-Nasa-i
(II/209).
[11]. Shahiih: [Ad-Daraquthni (I/348/3). Al-Albani menyebutkannya dalam "Shifatu ash-Shalaah." Hal. 123.
[12]. Shahiih: [Irwaa’ul Ghaliil (no. 319)], Sunan an-Nasa-i (III/40), ad-Daraquthni (I/350 no. 4), dan al-Baihaqi (II/138).
[13]. Shahih: [Irwaa’ul Ghaliil (no. 319)], Sunan an-Nasa-i (III/40), ad-Daraquthni (I/350 no. 4), dan al-Baihaqi (II/138).
[14]. Sanadnya Shahih: [Shifatush Shalaah (no. 128). Cet. Maktabah
al-Ma'arif], Sunan at-Tirmidzi (V/180 no. 3546), dan Sunan Abi Dawud
(‘Aunul Ma’buud) (IV/354 no. 1468).
[15]. Sanadnya Hasan: [Shahiih Ibni Khuzaimah (I/351 dan 352 no. 711)].
[16]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (XI/152 no.
6357)], Shahiih Muslim (I/305 no. 406), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud)
(III/264 no. 963), Sunan at-Tirmidzi (I/301/482), Sunan Ibni Majah
(I/293 no. 904), dan Sunan an-Nasa-i (III/47).
[17]. Telah disebutkan takhrijnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar