KITAB JENAZAH [1]https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag.Siapa saja dari kaum muslimin yang sedang menghadapi sakaratul maut,
maka disunnahkan bagi keluarganya untuk mentalqinkan (mengajarkan)
kepadanya dengan kalimat syahadat.
Dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ.
“Talqinkanlah orang yang akan wafat di antara kalian dengan: Laa Ilaaha illallaah.” [2]
Maksud dari perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menalqinkannya adalah agar diharapkan nantinya akhir dari perkataan
orang yang wafat tersebut adalah laa Ilaaha illallaah.
Telah diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu, ia berkata
bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
مَنْ كاَنَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ.
“Barangsiapa yang akhir ucapannya (ketika akan wafat): Laa ilaaha illallaah, maka ia akan masuk Surga.” [3]
Manakala seseorang telah menghembuskan nafas terakhirnya, maka ada
beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh keluarganya, di antaranya:
1, 2. Segera Memejamkan Mata Mayit dan Mendo’akan
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam mendatangi Abu Salamah yang telah menghembuskan
nafasnya yang terakhir dengan kedua mata terbelalak, kemudian beliau
memejamkan kedua mata Abu Salamah dan berkata, ‘Sesungguhnya bila ruh
telah dicabut, maka ia diikuti oleh pandangan mata.’ Tiba-tiba terdengar
kegaduhan dari sebagian keluarga Abu Salamah, maka beliau pun bersabda,
‘Janganlah kalian berdo’a atas diri kalian kecuali dengan kebaikan,
karena sesungguhnya Malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.’
Kemudian beliau mendo’akan Abu Salamah seraya berkata:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ ِلأَبِي سَلَمَةَ, وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي
الْمَهْدِيِّيْنَ, وَاخْلُفْ فِيْ عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِيْنَ,
وَاغْفِرْلَناَ وَلَهُ يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ, وَافْسَحْ لَهُ فِيْ
قَبْرِهِ, وَنَوِّرْ لَهُ فِيْهِ.
‘Ya Allah, ampunilah dosa dan kesalahan Abu Salamah, tinggikanlah
derajatnya di kalangan orang-orang yang diberi petunjuk, dan jagalah
keturunan sesudahnya [4] agar termasuk dalam orang-orang yang selamat
[5] . Ampunilah kami dan ia, lapangkanlah kuburnya serta berilah cahaya
di dalamnya.’” [6]
3. Menutup Seluruh Badan Mayit dengan Pakaian (Kain)
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Ketika Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, seluruh jasadnya ditutupi dengan
kain lurik (sejenis kain buatan Yaman).” [7]
4. Menyegerakan Persiapan Pemakamannya dan Membawanya Keluar
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
أَسْرِعُوْا بِالْجَنَازَةِ, فَإِنْ تَكُنْ صَالِحَةً فَخَيْرٌ
تُقَدِّمُوْنَهَا عَلَيْهِ, وَإِنْ تكُنْ غَيْرَذَلِكَ فَشَرٌّ تَضَعُونَهُ
عَنْ رِقَابِكمْ.
“Segerakanlah pemakaman jenazah. Jika ia termasuk orang-orang yang
berbuat kebaikan, maka kalian telah menyerahkan kebaikan itu kepadanya.
Dan jika ia bukan termasuk orang yang berbuat kebaikan, maka kalian
telah melepaskan kejelekan dari pundak-pundak kalian.” [8]
5. Hendaklah Sebagian di Antara Mereka Menyegerakan Untuk Melunasi
Hutang-Hutang Mayit dari Harta yang Dimilikinya, walaupun Hartanya Habis
untuk Melunasi Hutang Tersebut
Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Seseorang telah
meninggal, lalu kami segera memandikannya, mengkafaninya, dan
memberinya wewangian, kemudian kami meletakkannya di tempat yang biasa
digunakan untuk meletakkan jenazah, yaitu di maqam Jibril. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengizinkan kami untuk menshalatinya, lalu
beliau bersama kami mendekati jenazah tersebut beberapa langkah dan
bersabda, ‘Barangkali Sahabat kalian ini masih mempunyai hutang?’
Orang-orang yang hadir menjawab, ‘Ya ada, sebanyak dua dinar.’ Maka
beliau pun mundur (enggan menshalatinya). Seseorang di antara kami yang
bernama Abu Qatadah berkata, ‘Ya Rasulullah, hutangnya menjadi
tanggunganku.’ Maka beliau bersabda, ‘Dua dinar hutangnya menjadi
tanggunganmu dan murni dibayar dari hartamu, sedangkan mayit ini
terbebas dari hutang itu?’ Orang itu berkata, ‘Ya, benar.’ Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam pun kemudian menshalatinya, dan setiap
beliau bertemu dengan Abu Qatadah beliau selalu bertanya, ‘Apa yang
telah engkau perbuat dengan dua dinar hutangnya?’ Akhirnya ia menjawab,
‘Aku telah melunasinya, wahai Rasulullah.’ Kemudian beliau bersabda,
‘Sekarang barulah kulitnya merasa dingin karena bebas dari siksaan.’”
[9]
Hal-Hal Yang Boleh Dilakukan Oleh Para Pelayat
Diperbolehkan bagi mereka untuk membuka tutup wajah si mayit dan
menciumnya, juga menangis atasnya selama tiga hari, sebagaimana yang
diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Bahwasanya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam datang melayati ‘Utsman bin
Mazh‘un yang telah wafat, beliau membuka penutup wajahnya dan
menciumnya, kemudian beliau menangis, hingga aku melihat air matanya
membasahi kedua pipinya.”[10]
Juga diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Ja’far, bahwasanya Rasulullah telah
menunda melayat keluarga Ja’far selama tiga hari, kemudian beliau
mendatangi mereka dan bersabda:
لاَ تَبْكُوْا عَلَى أَخِي بَعْدَ الْيَوْمِ.
“Janganlah kalian menangisi saudaraku ini setelah hari ini.” [11]
Hal-Hal Yang Wajib Dilakukan Oleh Kerabat Si Mayit
Ada dua hal yang diwajibkan atas kerabat si mayit, ketika mendengar kabar kematian:
Pertama: Bersabar dan ridha dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana firman-Nya:
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ
الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا
إِلَيْهِ رَاجِعُونأُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ
وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونََ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Innaa
lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.’ Mereka itulah yang mendapatkan
keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb-nya, dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk.” [Al-Baqarah: 155-157]
Juga berdasarkan riwayat dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata:
مَرَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِامْرَأَةٍ
عِنْدَ قَبْرٍ وَهِيَ تَبْكِي فَقَالَ لَهاَ: اِتَّقِي اللهَ وَاصْبِرِي.
فَقَالَتْ: إِلَيْكَ عَنِّي, فَإِنَّكَ لَمْ تُصِبْ بِمُصِيْبَتِي، قَالَ:
وَلَمْ تَعْرِفْهُ. فَقِيْلَ لَهاَ: هُوَ رَسُوْلُ اللهِ, فَأَخَذَهاَ
مِثْلَ الْمَوْتِ. فَأَتَتْ بَابَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَابَيْنِ. فَقَالَتْ: يَارَسُوْلَ
اللهِ, إِنِّي لَمْ أَعْرِفْكَ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّم َإِنَّ الصَّبْرَ عِنْدَ أَوَّلِ الصَّدْمَةِ.
“Suatu ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melewati seorang
wanita yang tengah berada di kuburan sambil menangis, lalu beliau
berkata kepadanya, ‘Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah engkau.’
Wanita itu menjawab, ‘Diamlah dan biarkanlah aku begini, karena engkau
belum tertimpa musibah seperti musibah yang menimpaku.’ Anas berkata,
‘Wanita tersebut tidak mengetahui siapa yang menegurnya. Lalu
diberitakan kepadanya bahwa yang menegurnya tadi adalah Rasulullah, maka
ia sangat terkejut. Kemudian ia mendatangi Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dan saat itu tidak menemukan penjaga pintunya, lalu ia
berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak mengetahui yang
menegurku tadi adalah engkau.’ Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menjawab dengan sabdanya, ‘Sesungguhnya sabar itu pada saat benturan
yang pertama.’” [12]
Dan barangsiapa bersabar ketika mendapat ujian karena kematian anaknya,
maka ia akan mendapatkan pahala yang besar, sebagaimana hadits yang
diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu bahwasanya para
wanita meminta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk
dikhususkan bagi mereka satu hari, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam menasihati mereka dengan sabdanya:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَ لَهاَ ثَلاَثَةٌ مِنَ الْوَلَدِ كَانُوْا لَهَا
حِجَابًا مِنَ النَّارِ, قَالَتِ امْرَأَةٌ: وَاثْناَنِ؟ قَالَ:
وَاثْناَنِ.
“Wanita mana saja yang ditimpa musibah dengan kematian tiga anaknya,
niscaya hal tersebut akan menjadi tabir penghalang baginya masuk ke
dalam Neraka.” Seorang wanita bertanya, “Bagaimana dengan dua orang
anak?” Rasulullah menjawab, “Juga dua orang anak.” [13]
Kedua: Diharuskan bagi mereka (kerabat mayit) adalah istirja', yaitu
mengucapkan (kalimat): “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji'un,”
sebagaimana yang diterangkan dalam firman Allah di atas, dan menambahnya
dengan do’a:
اَللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيْبَتِي وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا.
“Ya Allah, anugerahkanlah pahala atas kesabaranku menghadapi musibah dan berikanlah aku pengganti yang lebih baik darinya.”
Sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu anha, ia
berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيْبُهُ مُصِيْبَةٌ فَيَقُوْلُ مَا أَمَرَ اللهُ:
إِنَّا ِللهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ، اَللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي
مُصِيْبَتِي وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا. إِلاَّ أَخْلَفَ اللهُ لَهُ
خَيْرًا مِنْهَا. فَقَالَتْ: فَلَمَّا مَاتَ أَبُوْ سَلَمَةَ، قُلْتُ:
أَيُّ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرٌ مِنْ أَبِي سَلَمَةَ, أَوَّلُ بَيْتٍ هَاجَرَ
إِلَى رَسُوْلِ اللهِ؟ ثُمَّ إِنِّي قُلْتُهَا, فَأَخْلَفَ اللهُ لِي
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
“Tidaklah seorang muslim yang tertimpa suatu musibah, kemudian ia
mengucapkan seperti yang diperintahkan Allah: ‘Innalillaahi wa inna
ilaihi raaji’uun. (Ya Allah, anugerahkanlah pahala atas kesabaranku
menghadapi musibah dan berikanlah aku pengganti yang lebih baik darinya,
kecuali Allah akan mengganti baginya yang lebih baik).’” Ummu Salamah
berkata, “Ketika Abu Salamah meninggal aku berkata, ‘Siapakah dari kaum
muslimin yang lebih baik dari Abu Salamah? Dia adalah keluarga yang
pertama hijrah kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan aku
pun telah mengucapkannya, kemudian Allah memberiku ganti (seorang
suami), yaitu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.’” [14]
Hal-Hal Yang Haram Dilakukan Oleh Kerabat Mayit
1. Meratapi mayit
Diriwayatkan dari Abu Malik al-Asy’ari bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أُمُوْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ
يَتْرُكُوْنَهُنَّ: اَلْفَخْرُ فِي اْلأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِي
اْلأَنْسَابِ وَاْلإِسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُوْمِ وَالنِّيَاحَةُ.
“Empat hal dari kebiasaan Jahiliyyah yang masih dilakukan umatku dan
tidak juga ditinggalkannya, yaitu berbangga-bangga dengan keturunan,
mengingkari keturunan, meminta hujan dengan ramalan bintang, dan
meratapi mayit.”
Juga dalam hadits yang lain beliau bersabda:
اَلنَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ.
“Wanita yang meratapi mayit, jika tidak bertaubat sebelum wafat, maka di
hari Kiamat kelak dia akan memakai gamis dari ter (pelangkin) dan baju
besi...” [15]
2, 3. Memukul-mukul pipi dan merobek-robek baju
Diriwayatkan dari ‘Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْحُدُوْدَ وَشَقَّ الْجُيُوْبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ.
“Bukanlah dari golongan kami orang yang memukul-mukul pipi (ketika
ditimpa musibah) dan yang merobek-robek baju dan menyeru dengan seruan
Jahiliyyah.” [16]
4. Mencukur (menggunduli) rambut
Diriwayatkan dari Abu Burdah bin Abi Musa, dia berkata, “Abu Musa pernah
jatuh sakit hingga tak sadarkan diri sementara kepalanya berada di atas
pangkuan isterinya, lalu berteriaklah isterinya dan dia (Abu Musa)
tidak mampu untuk melarangnya, manakala dia siuman, ia berkata:
أَنَا بَرِيْءٌ مِمَّا بَرِيءَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ، فَإِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بَرِيءَ مِنَ الصَّالِقَةِ وَالْحَالِقَةِ وَالشَّاقَةِ.
“Aku berlepas diri dari orang yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam berlepas diri darinya, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam berlepas diri dari wanita yang berteriak-teriak ketika
tertimpa musibah, wanita yang mencukur rambutnya dan merobek-robek
baju.” [17]
5. Menguraikan rambut
Hal ini berdasarkan hadits dari seorang wanita yang pernah ikut
berbai’at kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata:
كَانَ فِيْمَا أَخَذَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي الْمَعْرُوْفِ الَّذِى أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ لاَ نَعْصِيَهُ
فِيْهِ وَأَنْ لاَ فَخْمُشَ وَجْهًا وَلاَ نَدْعُوَ بِوَيْلٍ وَلاَ
نَشُقَّ جَيْباً وَأَنْ لاَ نَنْشُرَ شَعْرًا.
“Termasuk dari hal-hal yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
ambil perjanjian dengan kami dari perbuatan kebaikan dan kami berjanji
tidak akan melanggarnya adalah agar kami tidak mencakar wajah, tidak
menjerit-jerit dengan berucap celaka, tidak merobek-robek baju, dan
tidak mengurai-urai rambut.”[18]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz,
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag
_______
Footnote
[1]. Ringkasan dari kitab Ahkaamul Janaa-iz, oleh Syaikh al-Albani.
[2]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 686)], Shahiih Muslim (II/631, no.
916), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud VIII/386, no. 3101), Sunan
at-Tirmidzi (II/225, no. 983), Sunan Ibni Majah (I/464, no. 1445), Sunan
an-Nasa-i (IV/5).
[3]. Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 2673)], Sunan Abi Dawud (VIII/385, no. 3100).
[4]. ‘Aqibihi: Anak dan cucunya
[5]. Al-Ghaabiriin: Yang tersisa (selamat)
[6]. Shahih: [Ahkaamul Janaa-iz (no. 12)], Shahiih Muslim (II/634, no.
920), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud VIII/387, no. 3102), tanpa ada
kalimat: “Se-sungguhnya ruh.”
[7]. Muttafaq ‘alaihi: Shahiih Muslim (II/651, no. 942) secara ringkas,
Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari (III/113, no. 1241)), secara panjang.
[8]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari (III/182, no.
1315)), Shahiih Muslim (II/651, no. 944), Sunan Abi Dawud (‘Aunul
Ma’buud) (VIII/469, no. 3125), Sunan at-Tirmidzi (II/1020) dan Sunan
an-Nasa-i (IV/42).
[9]. Shahih: [Ahkaamul Janaa-iz (no. 16)], Mustadrak al-Hakim (II/58), al-Baihaqi (VI/74).
[10]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 693)], (Shahih Sunan Ibni Majah no.
1191), Sunan Ibni Majah (I/468, no. 1456), Sunan Abi Dawud (‘Aunul
Ma’buud (VIII/443, no. 3147)), Sunan at-Tirmidzi (II/229, no. 994).
[11]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 4823)], [Ahkaamul Janaa-iz
(hal. 21)], Su-nan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud (XI/240, no. 4174)), Sunan
an-Nasa-i (VIII/182).
[12]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih Muslim (II/637, no. 262 (15)) dan ini
adalah lafazh-nya, Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari (III/148, no.
1283), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud (VIII/395, no. 3108)).
[13]. Muttafaqun ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari (III/118, no. 1249)), Sha-hiih Muslim (IV/2028, no. 2623)
[14]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghir (no. 5764)], Ahkaamul Janaa-iz (hal. 23), Shahiih Muslim (II/631, no. 918)
[15]. Shahih: [Ahkaamul Janaa-iz (hal. 27)], [Silsilah al-Ahaadits ash-Shahiihah (no. 734)], Shahiih Muslim (II/644, no. 934).
[16]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari (III/163, no.
1294)), Shahiih Muslim (I/99, no. 103), Sunan at-Tirmidzi (II/234, no.
1004), Sunan an-Nasa-i (IV/19).
[17]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari (III/165, no.
1296)), Shahiih Muslim (I/100, no. 104), Sunan an-Nasa-i (IV/20).
Ash-Shaliqah: wanita yang menangis dengan mengeraskan suara.
Al-Haliqah: wanita yang mencukur rambutnya ketika tertimpa musibah.
Asy-Syaaqah: wanita yang merobek-robek baju. (Fat-hul Baari III/65, cet. Darul Ma’rifah).
[18]. Shahih: [Ahkaamul Janaa-iz hal. 30], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (VIII/405, no. 3115).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar