ADZAN. https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag, A. Hukum Adzan
Adzan adalah pemberitahuan tentang masuknya waktu shalat dengan lafazh yang khusus [1]. Hukumnya adalah wajib.
Dari Malik bin al-Huwairits, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ.
"Jika telah tiba (waktu) shalat, maka hendaklah salah seorang dari
kalian mengumandangkan adzan untuk kalian. Dan hendak-lah yang paling
tua di antara kalian mengimami kalian."[2]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan adzan, dan perintah mengandung pewajiban sebagaimana yang telah diketahui.
Dari Anas Radhiyallahu anhu, bahwasanya ketika Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersama kami untuk memerangi sebuah kaum, tidaklah beliau
berperang hingga datangnya pagi. Beliau menunggu, jika mendengar adzan,
beliau tidak memerangi mereka. Sebaliknya, jika tidak mendengar adzan,
maka beliau menyerang mereka." [3]
B. Keutamaan Adzan
Dari Mu'awiyah Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْمُؤَذِّنِيْنَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“Sesungguhnya para mu-adzin adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari Kiamat.” [4]
Dari 'Abdurrahman bin 'Abdillah bin 'Abdirrahman bin Abi Sha'sha'ah
al-Anshari kemudian al-Mazini dari ayahnya, dia mengabarkan bahwa Abu
Sa'id al-Khudri berkata kepadanya, “Sungguh aku melihat engkau menyukai
kambing dan gurun (pedalaman). Jika engkau berada di antara kambingmu
atau di gurunmu, maka adzanlah untuk shalat dan keraskanlah suaramu
dengan seruan itu. Karena sesungguhnya tidaklah jin, manusia, dan
lain-lain mendengar suara mu-adzin melainkan mereka akan memberikan
kesaksian baginya di hari Kiamat." Abu Sa'id melanjutkan, "Aku
mendengarnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam." [5]
C. Tata Cara Adzan
Dari 'Abdullah bin Zaid bin 'Abdi Rabbih, dia berkata, “Ketika
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah sepakat untuk menabuh
lonceng, padahal beliau membencinya karena menyerupai kaum Nasrani, aku
bermimpi berpapasan dengan seorang pria di malam hari. Ia mengenakan dua
pakaian hijau sambil membawa lonceng. 'Aku berkata kepadanya, “Wahai
hamba Allah, apakah engkau menjual lonceng?” Ia bertanya, “Apakah yang
kau perbuat dengannya?" Aku menjawab, "Kami menggunakannya untuk menyeru
shalat." Dia berkata, "Maukah kau kutunjuki (cara) yang lebih baik dari
itu?" Aku berkata: "Tentu." Dia berkata, "Katakanlah:
أَللهُ أَكْبَرُ أَللهُ أَكْبَرُ، أَللهُ أَكْبَرُ أَللهُ أَكْبَرُ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلهَ إِلاَّ اللهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلهَ إِلاَّ الله.
أَشهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله، أَشهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله.
حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ، حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ.
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ، حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ.
أَللهُ أَكْبَرُ أَللهُ أَكْبَرُ. لاَ اِلهَ إِلاَّ الله.
Agak lama kemudian dia melanjutkan, "Kemudian jika engkau hendak mendirikan shalat (mengumandangkan iqamat) engkau mengucapkan:
أَللهُ أَكْبَرُ أَللهُ أَكْبَرُ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلهَ إِلاَّ الله، أَشهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله.
حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ، حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ.
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ، قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ.
أَللهُ أَكْبَرُ أَللهُ أَكْبَرُ، لاَ اِلهَ إِلاَّ الله.
Ketika pagi tiba, aku mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam dan kuberitahukan kepada beliau tentang apa yang telah kulihat
(dalam mimpi). Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya ini adalah mimpi yang benar insya Allah.” Kemudian beliau
menyuruh adzan. Dan Bilal budak yang dimerdekakan oleh Abu Bakar
mengumandangkan adzan dengan (lafazh tersebut).[6]
Disunnahkan agar mu'adzin menggabungkan dua takbir dalam satu nafas.
Dari ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika mu'adzin
mengatakan, ‘Allaahu Akbar, Allaahu Akbar.’ Maka hendaklah seorang di
antara kalian mengatakan, ‘Allaahu Akbar, Allaahu Akbar.’ Kemudian jika
mengatakan, ‘Asyhadu allaa ilaaha illallaah.’ Maka dia mengatakan,
‘Asyhadu allaa ilaaha illallaah.’ ..." [7] Di sini terdapat isyarat yang
jelas bahwa muadzin menggabungkan setiap dua takbir dalam satu nafas.
Dan pendengar juga menjawab seperti itu. [8]
Disunnahkannya at-Tarjiil (Pengulangan).
At-tarjiil adalah mengucapkan kembali dua kalimat syahadat dengan suara
keras sebanyak dua kali, setelah pengucapan dua kalimat syahadat
sebanyak dua kali dengan suara yang pelan. [9]
Dari Abu Mahdzurah, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
mengajarinya adzan (dengan cara) ini, “Allaahu Akbar, Allaahu Akbar.
Asyhadu allaa ilaaha illallaah, Asyhadu allaa ilaaha illallaah. Asyhadu
anna Muhammadar Rasulullaah, Asyhadu anna Muhammadar Rasulullaah.”
Kemudian mengulang dan mengucapkan, “Asyhadu allaa ilaaha illallaah,
Asyhadu allaa ilaaha illallaah. Asyhadu anna Muhammadar Rasulullaah,
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullaah. Hayya 'alash Shalaah. dua kali.
Hayya 'alal Falaah. dua kali. Allaahu Akbar, Allaahu Akbar. Laa ilaaha
illallaah.” [10]
At-Tatswib (*) Pada Adzan Shubuh Pertama.
Dari Abu Mahdzurah, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
mengajarinya adzan, di dalamnya terdapat lafazh, “Hayya 'alal falaah,
hayya 'alal falaah. Ash-shalatu khairun minan nauum, Ash shalatu khairun
minan nauum.” Pada (adzan) awal Shubuh. (Lalu dilanjutkan dengan)
“Allaahu akbar, Allaahu akbar. Laa ilaaha illallaah.” [11]
Al-Amir ash-Shan'ani berkata dalam Subulus Salaam (I/120): Ibnu Ruslan
berkata, “At-Tatswib hanya disyari'atkan pada adzan Shubuh pertama.
Karena ia berfungsi membangunkan orang tidur. Adapun adzan kedua
berfungsi memberitahukan masuknya waktu dan seruan untuk shalat."
Disunnahkan adzan pada awal waktu dan mendahulukan khusus untuk shalat Shubuh.
Dari Jabir bin Samurah, dia berkata, “Bilal adzan jika matahari telah
tergelincir, dan dia tidak mengurangi (sedikit pun dari lafazh adzan).
Dan dia tidak iqamat hingga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar.
Jika beliau keluar, maka dia mengumandangkan iqamat ketika melihatnya."
[12]
Dari Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya Bilal adzan di malam hari, maka makan dan
minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum adzan.” [13]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan hikmah mendahulukan
adzan Shubuh dari waktunya dengan sabdanya, “Janganlah adzan Bilal
menghalangi salah seorang dari kalian dari sahur. Karena sesungguhnya
dia adzan -atau beliau bersabda: menyeru di malam hari agar orang yang
shalat malam di antara kalian kembali (istirahat) dan juga untuk
membangunkan orang yang tidur di antara kalian.” [14]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz,https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
_______
Footnote
[1]. Fiqhus Sunnah (I/94).
[2]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/111 no. 631)], Shahiih Muslim (I/465 no. 674).
[3]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/89/610)],
ini adalah lafazhnya, dan Shahiih Muslim (I/288 no. 382), dengan makna
serupa.
[4]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 6645)], Shahiih Muslim (I/290 no. 387).
[5]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 625)], Shahiih al-Bukhari
(Fat-hul Baari) (II/87 no. 609), dan Sunan an-Nasa-i (II/12).
[6]. Hasan shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 469)], Ahmad
(al-Fat-hur Rabbaani) (III/14 no. 244), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud)
(II/169 no. 495), Sunan at-Tirmidzi (I/122 no. 189), secara ringkas,
dan Sunan Ibni Majah (I/232 no. 706).
[7]. Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 527)], Shahiih Muslim (I/289
no. 385), dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/228 no. 523).
[8]. Syarh Muslim karya an-Nawawi (III/79).
[9]. Ibid.
(*). Tatswib adalah mengucapkan "Ash-Shalaatu khairun minan naum" ed
[10]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 191)], Shahiih Muslim (I/287 no. 379).
[11]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 628)], Sunan an-Nasa-i (II/7).
[12]. Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 503)] Ahmad (al-Fat-hur
Rabbaani) (III/35 no. 283) ini adalah lafazhnya, Shahiih Muslim (I/423
no. 606), dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/241 no. 533), dengan
lafazh serupa. Dan makna "tidak mengurangi" adalah "Tidak meninggalkan
lafazhnya sedikit pun." Demikianlah pendapat asy-Syaukani dalam Nailul
Authaar (II/31).
[13]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/104 no. 622)], dan Shahiih Muslim (II/768 no. 1092 (38)).
[14]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/103 no.
621)], Shahiih Muslim (II/768 no. 1093), dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul
Ma’buud) (VI/472 no. 2330).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar