MANDINYA SEORANG PEREMPUAN YANG MENYANGGUL RAMBUTNYA
Pertanyaan.
Bagaimana menurut pendapat ulama mengenai wanita setelah masa haidh atau
nifas kemudian mandi besar tanpa membuka sanggul atau kepang rambutnya?
Ini berdasarkan hadits: Telah berkata Ummu Salamah kepada Nabi: "Saya
ini seorang perempuan yang menyanggul rambut. Lantaran itu, apakah saya
harus membuka sanggul itu bagi mandi haidh atau janabat?" Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak usah, tetapi cukuplah
engkau menyiram kepalamu tiga kali, engkau sudah bersih". [HR Muslim]
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Jawab:
Hadits yang ditanyakan berbunyi:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي
امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟
قَالَ: لاَ إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ
حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ
"Dari Ummu Salamah, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: Aku
berkata: "Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya aku seorang wanita yang sangat
baik mengepang rambutku. Lalu apakah aku melepasnya untuk mandi
janabah?" Beliau menjawab: "Tidak usah, cukuplah bagimu menuangkan air
ke kepalamu tiga kali caukan, kemudian basahilah tubuhnya dengan air,
maka engkau telah bersuci". [HR Muslim]
Memang Imam Muslim menyampaikan perbedaan riwayat dalam hal ini. Beliau katakan:
وَفِي حَدِيثِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ فَأَنْقُضُهُ لِلْحَيْضَةِ وَالْجَنَابَةِ
"Dalam hadits Abdur-Razaq, berbunyi: "Apakah aku lepas karena haidh dan junub?"
Tentang hadits ini, Imam Muslim menjelaskan, di dalam sanadnya terdapat
Ayyub bin Musa yang diambil riwayatnya oleh Sufyan bin 'Uyainah, Ruh bin
al Qasim dan Sufyan ats-Tsauri. Sufyan bin 'Uyainah dan Ruh bin al
Qasim meriwayatkan darinya, tanpa tambahan kata (الْحَيْضَةَ).
Sedangkan Sufyan ats-Tsauri diriwayatkan darinya oleh Abdur-Razaq dan
Yazid bin Zurai'. Yazid sendiri meriwayatkan hadits ini dari ats-Tsauri,
juga tanpa tambahan kata tersebut. Sehingga Abdur-Razaq menyelisihi
Yazid dan para perawi tsiqah lainnya yang tidak meriwayatkan tambahan
ini. Karena itu, Ibnul Qayyim menghukumi tambahan kata ini syadz (lemah
karena menyelisihi yang lebih shahih). Demikian juga Syaikh Mushthofa al
'Adawi di dalam Jami' AhkamuNisaa' (1/109).
Hadits Ummu Salamah ini jelas menunjukkan tidak wajib melepas ikatan
rambut atau kepang rambut atau sanggul ketika seorang wanita mandi dari
janabat. Demikianlah yang diamalkan dipahami oleh para ulama.
Imam at-Tirmidzi mengatakan: "Demikian inilah yang diamalkan dipahami
oleh para ulama. Yaitu bila seorang wanita mandi dari janabat, lalu
tidak melepas kepang rambutnya, maka mandinya sah setelah menyiram air
ke atas kepalanya".[1]
Ibnul Qayyim berkata: "Hadits Ummu Salamah ini menunjukkan, bahwa wanita
tidak wajib melepas kepang rambutnya untuk mandi janabat. Dan ini telah
disepakati para ulama, kecuali yang dikisahkan dari 'Abdullah bin 'Amru
dan Ibrahim an-Nakha'i. Bahwasanya keduanya mengatakan, wanita harus
melepasnya. Namun (demikian), tidak diketahui adanya kesepakatan di
antara keduanya. 'Aisyah sendiri mengingkari pendapat 'Abdullah dan
berkata: 'Aneh sekali Ibnu 'Amru ini. (Dia) memerintahkan wanita bila
mandi untuk melepas kepang rambutnya. Sekaligus saja ia perintahkan para
wanita untuk mencukur gundul kepala mereka. Aku, dulu, pernah mandi
bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari satu bejana. Aku
menyiramkan air ke kepalaku tidak lebih dari tiga kali'." [HR Muslim][2]
Ibnu Hazm mengatakan: "Wanita tidak wajib menyela-nyela rambut
ubun-ubunnya atau (melepas) kepangnya pada mandi janabat saja".[3]
Asy-Syaukani mengatakan: "Hadits ini menunjukkan, tidak wajibnya wanita melepas kepang rambutnya".[4]
Ash-Shan'ani mengatakan: "Hadits ini sebagai dalil yang menunjukan,
tidak wajibnya bagi wanita melepas kepang rambutnya pada waktu mandi
dari janabat dan haidh".
Kesimpulannya :Para ulama hampir sepakat, tidak wajibnya wanita melepas
kepang rambutnya pada waktu mandi janabat, selama air bisa sampai ke
dasar kepala. Dan yang masih menjadi perbedaan pendapat, yaitu dalam
masalah mandi setelah selesai haidh. Yang rajih adalah tidak wajib,
sebagaimana pendapat madzhab Syafi'i dan Syaikh Mush-thafa al 'Adawi di
dalam Jami' Ahkamun-Nisaa'. Wallahu a'lam.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun X/1428H/2007M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo-Puwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183, Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Sunan at-Tirnidzi (1/176).
[2]. Lihat pernyataan beliau ini dalam catatan kaki di kitab 'Aunul Ma'bud (1/292).
[3]. Al Muhalla (2/37).
[4]. Nailul-Authar (1/250).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar