BERAKHLAK BAIK DAN PENTINGNYA BAGI PENUNTUT ILMU.https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag, Bagian Ketiga dari Empat Tulisan 3/4
ADAPUN PERKARA KETIGA DALAM PEMBAHASAN BERAKHLAK BAIK KEPADA ALLAH ADALAH : RIDHA DAN SABAR PADA TAQDIR-TAQDIR ALLAH
Ridha dan sabar pada taqdir-taqdir Allah, dan kita semua telah
mengetahui bahwa taqdir-taqdir Allah yang Allah timpakan kepada
mahluk-Nya, sebagiannya sesuai dan sebagiannya tidak disukai.
Apakah sakit disukai manusia ? (tidak sama sekali). Manusia menyukai sehat.
Apakah kefakiran disukai manusia ? Tidak, manusia menyukai menjadi orang kaya.
Apakah bodoh disukai manusia ? tidak, manusia menyukai menjadi seorang yang pandai (alim).
Akan tetapi taqdir Allah dengan hikmah-Nya bermacam-macam, sebagiannya
ada yang disukai manusia dan ia lapang dada dengan taqdir sesuai dengan
tabiatnya, dan sebagiannya tidak demikian halnya. Maka bagaimanakah
berakhlak baik kepada kepada Allah terhadap taqdir-taqdir-Nya ?
Berakhlak baik kepada Allah berkenaan dengan taqdir-taqdir-Nya adalah
dengan sikap engkau ridha dengan apa yang Allah taqdirkan bagimu, dan
hendaknya engkau merasa tenang pada taqdir itu, dan hendaknya engkau
mengetahui bahwa tidaklah Allah mentakdirkan bagimu melainkan dengan
hikmah dan tujuan yang terpuji serta patut dipuji dan syukur. Dan
berdasarkan hal ini, berakhlak baik kepada Allah berkenaan dengan
taqdir-taqdir-Nya adalah ridha, menyerah dan merasa tenang. Oleh karena
itu Allah memuji orang-orang yang sabar yaitu orang –orang yang apabila
ditimpa dengan suatu musibah mereka berkata :
"Artinya : Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nya lah kita kembali” [Al-Baqarah : 156]
Dan Allah berfirman :
"Artinya : Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" [Al Baqarah : 155]
Dan kita meringkas pembahasn yang di atas bahwa berakhlak baik
sebagaimana terjadi kepada makhluk juga terjadi kepada Al Khalik
(Allah), dan yang dimaksud berakhlak baik kepada Allah adalah menerima
Al Qur’an dengan membenarkannya, dan “menemui” hukum-hukumnya dengan
menerima serta mengamalkannya, dan menerima taqdir-taqdir-Nya dengan
sabar, dan ridha, inilah yang dimaksud berakhlak baik terhadap Allah.
Adapun berakhlak baik terhadap mahluk, sebagian ulama menerangkan dan
menyebutkan dari Hasan Al Basri bahwa berakhlak baik adalah : mencegah
gangguan, mengerahkan kedermawanan, dan berwajah ceria.
Tiga perkara :
[1]. Mencegah gangguan [Kaffu Al-Adzdzaa]
[2]. Dermawan [Badzlu An-Nadaa]
[3]. Berwajah ceria [Tholaaqotu Al-wajhi]
Pertama : MENCEGAH GANGGUAN [Kaffu Al-Adzdzaa]
Apakah makna "Mencegah gangguan " Maknanya adalah bahwa seseorang
mencegah (dirinya) untuk mengganggu orang lain, baik itu gangguan yang
berhubungan dengan harta, jiwa, atau kehormatan. Barangsiapa tidak
menahan dirinya dari mengganggu orang lain, maka ia tidak mempunyai
akhlak yang baik, dan ia berakhlak jelek. Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam telah memberitahukan dihadapan sejumlah besar umat beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam (ketika beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam menunaikan haji wada’)
"Artinya : Sesungguhnya darah kalian dan harta kalian dan kehormatan
kalian haram atas kalian sebagaimana keharaman hari kalian ini, pada
bulan kalian ini, dinegeri kalian ini” [Hadits riwayat Bukhari dan
Muslim]
Jika seseorang berbuat aniaya kepada manusia dengan melakukan
pengkhianatan, atau berbuat aniaya dengan memukul, dan kejahatan, atau
berbuat aniaya kepada manusia dalam kehormatannya, atau mencela, atau
ghibah (menggunjing hal-hal yang jelek), maka hal ini bukanlah termasuk
berakhlak baik kepada manusia, karena ia tidak menahan (dirinya) dari
mengganggu orang. Dan dosanya semakin besar manakala perbuatan aniaya
itu dilakuakan kepada seseorang yang mempunyai hak paling besar padamu.
Berbuat jahat kepada kedua orangtua misalnya, lebih besar (dosanya) dari
berbuat jahat kepada selain keduanya, dan berbuat jahat kepada karib
kerabat lebih besar (dosanya) dari berbuat jahat kepada orang yang lebih
jauh, dan berbuat jahat kepada tetangga lebih besar dosanya dari
berbuat jahat kepada selain tetanggamu, oleh karena itu Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Demi Allah, demi Allah, demi Allah, tidaklah beriman,
ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : Siapa wahai
Rasulullah ? beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : orang yang
tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya".
Dalam riwayat Muslim :
"Artinya : Tidak akan masuk surga, seseorang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya”
Kedua : DERMAWAN [Badzlu An-Nadaa]
Makna "Dermawan" [Badzlu An-Nadaa] : Yaitu engkau mendermawakan
kedermawanan. Dan Kedermawan itu artinya bukanlah sebagaimana yang
difahami oleh sebagian manusia, yaitu engkau mendermakan harta (hanya
bermakna ini), tetapi yang dimaksud dermawan adalah mendermakan jiwa,
kedudukan dan harta.
Jika kita melihat seseorang memenuhi kebutuhan manusia, membantu mereka,
membantu mengarahkan mereka kepada seseorang yang mereka tidak mampu
(menemuinya kecuali dengan perantaraannya) hingga berhasil (menemui)
nya, atau menyebarkan ilmu diantara manusia, mendermakan hartanya kepada
manusia, maka kami mensifatinya sebagai orang yang berakhlak baik,
karena ia mendermakan kedermawanan, oleh karena itu Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kalian berada, ikutilah
perbuatan jahat dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik itu akan
menghapuskan perbuatan jahat, dan bergaullah dengan manusia dengan
akhlak yang baik" [Hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi dan Darimi]
Dan makna hal itu adalah jika engkau dianiaya atau dipergauli dengan
perbuatan buruk maka engkau memaafkan. Dan sungguh Allah telah memuji
orang-orang yang memaafkan kesalahan manusia, Allah berfirman tentang
penghuni surga :
"Artinya : (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema`afkan (kesalahan)orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan" [Ali Imran :134]
Dan Allah berfirman
"Artinya : Dan pema`afan kamu itu lebih dekat kepada takwa” [Al-Baqarah : 237]
"Artinya : Dan hendaklah mereka mema`afkan dan berlapang dada" [An-Nur : 22]
Dan Allah berfirman :
"Artinya : Maka barangsiapa mema`afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah" [Asy Syuura : 40]
Seseorang yang berhubungan dengan manusia lainnya, mesti akan mengalami
suatu gangguan, maka sepatutnya sikapnya dalam menghadapi gangguan ini
adalah hendaknya memaafkan dan berlapang dada. Dan hendaknya ia
mengetahui dengan seyakin-yakinnya bahwa sikap pemaaf dan lapang dadanya
dan harapannya untuk mendapatkan balasan kebaikan kelak di akhirat
(dapat mengakibatkan) permusuhan antara dia dengan saudaranya menjadi
kasih sayang dan persaudaraan. Allah berfirman :
"Artinya : Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan
itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu
dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang
sangat setia" [Al Fushilat : 34]
Maka apakah yang lebih baik ? bersikap buruk atau baik ? (tentu)
bersikap baik, dan perhatikanlah wahai orang yang mengerti bahasa Arab,
bagaimana datang hasil yang diperoleh dengan “idza Al fujaiyyah” yang
menunjukkan kejadian langsung dalam hasil yang diperolehnya :
"Artinya : Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada
permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia" [Al
Fushilat : 34]
Akan tetapi apakah setiap orang mendapatkan petunjuk untuk mengamalkan hal ini ?
Tidak, :
"Artinya : Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan
kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar" [Al Fushilat : 35]
Dan disini terdapat masalah :
Apakah kita memahami dari keterangan ini memaafkan orang yang berbuat
jahat secara mutlak (merupakan tindakan) terpuji dan diperintahkan ?
Akan tetapi, hendaknya kalian ketahui bahwa memaafkan itu akan terpuji,
jika sikap memaafkan itu lebih terpuji. Maka jika sikap memaafkan lebih
terpuji, maka sikap itu lebih utama. Oleh Karena itu Allah berfirman :
"Artinya : Maka barangsiapa mema`afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah" [Asy Syuura : 40]
Allah menjadikan sikap memaaf diiringi dengan (kata) berbuat baik (pada
ayat di atas). Maka apakah mungkin sikap memaafkan tanpa diiringi
berbuat baik ?
Jawabannya : Ya, mungkin, terkadang seseorang berani dan berbuat aniaya
padamu, dan ia seorang yang dikenal jahat dan berbuat kerusakan oleh
manusia. Kalau engkau memaafkannya ia akan terus dalam perbuatan
jahatnya dan berbuat kerusakan. Maka sikap apakah yang lebih utama dalam
kondisi ini ? kita maafkan atau kita membalas kejahatannya ? yang lebih
utama adalah membalas kejahatannya. Karena dengan sikap ini terdapat
sikap berbuat baik.https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : "Memperbaiki itu wajib, dan memaafkan itu dianjurkan".
Maka jika dalam sikap memaaf itu terlewatkan sikap berbuat baik, maka
maknanya bahwa kita mendahulukan anjuran daripada kewajiban, dan hal ini
tidak ada dalam syariat. Dan Ibnu Taimiyyah benar (semoga Allah
merahmatinya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar