BERAKHLAK BAIK DAN PENTINGNYA BAGI PENUNTUT ILMU.https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag, Bagian Pertama dari Empat Tulisan 1/4
Wahai saudara-saudara sekalian, (pada) kesempatan baik ini saya akan
menyampaikan pembicaraan tentang berakhlak baik. Dan akhlak, sebagaimana
dikatakan ulama adalah gambaran batin manusia, karena (pada dasarnya)
manusia mempunyai dua bentuk, bentuk luar (yaitu fisik) yang Allah
ciptakan badan padanya. Dan sebagaimana kita ketahui bersama bahwa
bentuk luar ini ada yang diciptakan dalam bentuk yang indah, dan ada
yang diciptakan dalam bentuk yang buruk, dan ada yang diciptakan dalam
bentuk diantara keduanya. Dan bentuk batin (demikian juga) ada yang baik
dan ada yang buruk, serta ada yang diantara keduanya, dan bentuk batin
inilah yang dikatakan sebagai akhlak.
Jika demikian halnya, maka yang dinamakan akhlak adalah : “Gambaran
batin, dimana manusia berwatak seperti gambaran batin itu”. Dan
sebagaimana akhlak itu merupakan suatu tabiat (pemberian Allah),
sesungguhnya akhlak baik juga dapat diperoleh dengan berusaha untuk
berakhlak baik, artinya bahwa (ada) manusia yang diciptakan Allah dalam
keadaan berperangai baik, dan terkadang ada yang memperoleh akhlak baik
itu dengan cara berusaha dan memaksa (serta mengalahkan jiwa untuk
berakhlak baik) - oleh karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda kepada (sahabat yang bernama) Al Asaj bin Qais :
"Artinya : Sesunggunhya dalam dirimu terdapat dua perangai yang dicintai
Allah, yaitu sabar dan tenang, (lalu) Al Asaj bin Qais berkata : Wahai
Rasulullah, apakah dua perangai itu aku yang membikin (mengusahakan
untuk berakhlak sabar dan tenang) ataukah Allah telah ciptakan keduanya
untukku? Beliau bersabda : “Allah menciptakanmu dalam keadaan berakhlak
sabar dan tenang ”.
Maka ini adalah dalil bahwa akhlak mulia itu terjadi melalui tabiat
(pembawaan asli), dan bisa juga terjadi dari usaha untuk berakhlak
mulia. Akan tetapi, akhlak mulia yang lahir dari tabiat, tentu lebih
baik dari akhlak mulia yang terjadi dari hasil usaha untuk berakhlak
mulia. Karena jika akhlak itu terlahir dari tabiat, ia akan menjadi
karakter dan pembawaan bagi manusia yang tidak membutuhkan usaha
membiasakan dan melatihnya. Akan tetapi, ini adalah karunia Allah, Dia
memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang
tidak diciptakan dalam keadaan berakhlak baik, sesungguhnya ia dapat
memperolehnya dari jalan berusaha untuk berakhlak baik itu, dengan cara
membiasakan dan memaksa (serta mengalahkan jiwa untuk berakhlak baik)
sebagaimana kami akan menyebutkannya insya Allah.
Dan banyak manusia berprasangka bahwa berakhlak baik hanyalah dilakukan
dalam bermuamalah dengan makhluk, tanpa bermuamalah dengan Allah. Akan
tetapi ini adalah pemahaman yang sempit (dalam memahami makna berakhlak
baik), karena sesungguhnya berakhlak baik itu sebagaimana dilakukan
dalam bermuamalah dengan mahluk, juga dilakukan dalam bermuamalah dengan
Al Khaliq (Sang Pencipta). Maka pembahasan tentang berakhlak baik
adalah bermuamalah dengan Allah dan bermuamalah dengan mahluk.
Maka apakah yan dimaksud dengan berakhlak baik dalam bermuamalah dengan
Allah ? Berakhlak baik dalam bermuamalah dengan Allah terkumpul dalam
tiga perkara :
[1]. Menerima berita-berita dari Allah (Al Qur'an) dengan membenarkannya.
[2]. Menerima hukum-hukum Allah dengan cara mengamalkannya.
[3]. Menerima takdir Allah dengan sabar dan ridha.
Maka dalam tiga hal inilah berkisar sesuatu yang berkenaan dengan berakhlaq baik dengan Allah.
PERTAMA : MENERIMAN BERITA-BERITA DARI ALLAH (AL-QUR'AN) DENGAN MEMBENARKANNYA.
Di mana (artinya adalah) tidak terdapat keraguan dalam diri manusia atau
kebimbangan dalam membenarkan berita dari Allah (Al Qur’an) , karena
berita dari Allah bersumber dari ilmu yaitu Allah Dzat yang paling benar
perkataannya. Sebagaimana firman Allah :
“Artinya : Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan (nya) daripada Allah” [An Nisa : 87]
Dan wajib membenarkan berita dari Allah dengan sikap mempercayainya,
membelanya, berjihad dengannya, dimana keraguan dan kebimbangan terhadap
Al Qur’an dan hadits tidak memasukinya. Dan jika seseorang menampakkan
akhlak seperti ini, maka mungkin baginya untuk menolak setiap subhat
(kerancuan) yang dibawa oleh orang-orang yang menentang terhadap Al
Hadits, baik itu mereka yang menentang dari kalangan orang muslim yang
mengadakan perbuatan bid’ah (perkara yang tidak ada contohnya dari Allah
dan Rasul-Nya) atau orang-orang non muslim yang melemparkan subhat
dalam hati kaum muslimin. Dan kami beri contoh tentang hal itu :
Tersebut dalam shahih Bukhari sebuah hadits dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“Jika lalat terjatuh dalam minuman salah seoran dari kalian, maka
hendaklah ia benamkan lalat itu kedalam minuman, lalu setelah itu
hendaknya ia membuang lalat itu, karena sesunguhnya di dalam salah satu
sayapnya terdapat penyakit, dan disayap lainnya terdapat obat” [Bukhari
5782]
Ini adalah berita dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam
perkara-perkara yang ghaib, Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
tidaklah mengucapkan dari hawa nafsunya, tetapi yang beliau Shallallahu
alaihi wa sallam ucapkan adalah wahyu Allah. (Hal ini) karena Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam adalah manusia, sedangkan manusia tidak
mengetahui hal-hal yang ghaib, bahkan Allah berfirman kepada Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Artinya : Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa
perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang
ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang
malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku." [Al
An’am : 50]
Berita ini (hadits tentang lalat), wajib bagi kita menerimanya dengan
akhak yang baik. Dan berakhlak baik terhadap hadits ini adalah dengan
menerimanya serta menetapkan bahwa hadits yang disabdakan oleh Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah haq dan benar, walaupun ditentang
orang yang menentangnya. Dan kita mengetahui dengan seyakin-yakinnya,
bahwa pendapat yang menyelisihi hadits yang benar keshahihannya dari
Rasulullah r adalah (pendapat) batil, hal ini karena Allah berfirman :
“Artinya : Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan” [Yunus : 32]https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Contoh lainnya :
Dari peristiwa hari kiamat, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
mengabarkan bahwa matahari berada dekat dengan manusia pada hari kiamat
seukuran saru mil. Baik itu mil "al-makhalah" (ukuran jaraj) atau mil
perjalanan. Jarak ini (antara matahari dan manusia) dekat sekali, tetapi
manusia tidak terbakar oleh panasnya, padahal kalau matahari saat ini
(didunia) dekat sekali pasti dunia terbakar. Maka terkadang seseorang
berkata : “Bagaimana matahari berada dekat kepala-kepala manusia pada
hari kiamat sejarak ukuran ini lalu manusia tidak terbakar ? maka
dimanakah akhlak yang baik terhadap hadits ini? Berakhlak baik terhadap
hadits ini adalah dengan menerima dan membenarkannya, dan hendaknya
tidak terdapat dalam hati kita kesempitan, kegalauan dan kebimbangan.
Dan hendaknya kita mengetahui bahwa hadits yang diberitakan Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal ini adalah haq dan tidak
mungkin kita mengqiyaskan (menyerupakan) keadaan-keadaan di akhirat
berdasarkan keadaan-keadaan didunia, (hal ini) karena adanya perbedaan
besar. Maka jika keadaannya demikian, maka seorang yang beriman akan
menerima hadits semisal ini dengan lapang dada dan ketenangan, dan
pemahaman tentangnya akan bertambah luas, inilah (berakhlak baik)
terhadap berita-berita (dalam Al Qur’an dan hadits).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar