ALLAH BERSAMA MAKHLUK-NYA.https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Keyakinan seorang hamba bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa
bersama makhluk-Nya akan mendorongnya menjadi orang yang selalu sadar
akan posisi dirinya. Ia akan merasa terus terawasi oleh Allah, sehingga
gerak geriknya selalu terkontrol dan takut terjerumus dalam perilaku
menyimpang, baik penyimpangan dalam bentuk ekstrim maupun penyimpangan
dalam bentuk mengabaikan. Sebaliknya keyakinan inipun mendorongnya untuk
berani dan lugas, ketika harus mendakwahkan kebenaran atau
mempertahankannya. Sebab ia merasa Allah senantiasa menyertai, menolong
dan membelanya. Sementara itu, tidak ada seseorangpun yang dapat
terbebas dari pengawasan Allah. Berkaitan dengan masalah mai'yyah ini ada beberapa hal yang perlu dijelaskan.
Pertama : Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memiliki sifat selalu
bersama dengan makhluk-Nya, merupakan perkara yang sudah jelas
berdasarkan al Qur`an, Sunnah dan Ijma' para salaf.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. [al Hadid/57:4].
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.[an-Nahl/16:128].
Allah juga berfirman kepada Musa dan Harun, ketika keduanya diutus untuk berdakwah kepada Fir'aun:
قَالَ لَا تَخَافَا ۖ إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَىٰ
Allah berfirman: "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku
beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat." [Thaahaa/20:46].
Demikian pula, Allah telah berfirman kepada Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ
كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ
لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
Jikalau tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah
menolongnya, (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekkah)
mengeluarkannya (dari Mekkah) sedang dia salah seseorang dari dua orang
ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya:
"Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita".
[at-Taubah9:40].
Di samping beberapa nash di atas, para salafpun telah berijma' untuk menetapkan sifat bersamanya Allah dengan para makhluk-Nya.
Kedua : Bahwa sifat bersamanya Allah terhadap makhluk ini adalah benar
sesuai dengan hakikatnya. Akan tetapi, sifat bersaman-Nya itu adalah
bersama yang sesuai dengan kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala , tidak
serupa dengan bersama antar sesama makhluk.
Hal ini didasarkan pada firman Allah tentang diri-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [asy-Syura42:11].
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah). [Maryam/19:65].
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. [al Ikhlas/112:4].
Abu 'Umar Ibnu 'Abdil-Barr mengatakan: "Ahlu Sunnah telah bersepakat
untuk menetapkan seluruh sifat Allah yang ada di dalam al Qur'an dan
Sunnah, serta bersepakat untuk mengimaninya dan membawanya pada
pengertian yang sebenarnya, tidak pada pengertian majaz (kiasan/tidak
sebenarnya). Namun Ahlu Sunnah tidak mentakyif (membayang-bayangkan
bentuk sesungguhnya dari) sifat-sifat tersebut, dan tidak menetapkan
batasan bagi sifat-sifat Allah dengan sifat yang terbatas".
Demikian seperti yang dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam al
Fatwa al Hamawiyah yang termuat dalam Majmu' Fatawa-nya.[1]
Ketiga : Sifat bersamanya Allah dengan para makhluk ini mempunyai
pengertian, bahwa Allah; ilmu-Nya, kekuasaan-Nya, Pendengaran-Nya,
Penglihatan-Nya, kesultanan-Nya, pengaturan-Nya, dan semua kewenangan
lainnya, meliputi segenap makhluk.
Ini bila yang dimaksud dengan sifat bersama adalah bersama secara umum,
tidak dikhususkan pada pribadi tertentu, atau pada suatu sifat tertentu.
Misalnya adalah firman Allah Ta'ala:
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. [Al-Hadid/57:4].
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَىٰ ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا
خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَىٰ مِنْ ذَٰلِكَ وَلَا
أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا
Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang
keempatnya.Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah
yang keenamnya.Dan tiadak (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang
dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di manapun
mereka berada. [al Mujadilah/58:7].
Namun jika sifat bersama itu ditujukan khusus kepada pribadi tertentu
atau kepada suatu sifat tertentu, maka makna bersama di situ adalah
bersama dalam arti untuk memberikan pertolongan, pembelaan, taufiq dan
pelurusan.
Contoh sifat bersama yang dikhususkan pada pribadi tertentu ialah firman Allah Ta'ala kepada Musa dan Harun:
قَالَ لَا تَخَافَا ۖ إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَىٰ
Allah berfirman: "Jangan kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta
kamu berdua, Aku mendengar dan melihat". [Thaahaa/20:46].
Juga firman Allah Ta'ala tentang Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
Diwaktu dia (Muhmmad) berkata kepada sahabatnya: "Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita". [at Taubah/9:40].
Sedangkan contoh sifat bersama yang dikhususkan pada suatu sifat tertentu ialah firman Allah Ta'ala:
وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. [al Anfal/8:46].
Dan masih banyak contoh lainnya.
Keempat : Sifat bersamanya Allah dengan makhluk ini, sama sekali tidak
berarti bahwa Dzat Allah bersama-sama berbaur dengan makhluk atau
menempat di tempat-tempat mereka.
Jadi Allah yang senantiasa bersama makhluk-Nya itu, sama sekali tidak
menunjukkan pembauran dan percampuran dengan makhluk, ditinjau dari
sudut manapun. Sebab faham yang demikian adalah faham yang batil.
Mustahil bagi Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Luhur. Tidak mungkin makna
yang dikandung dari kalam Allah dan kalam RasulNya merupakan makna yang
batil.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Kitab al Aqidah al Wasithiyah berkata:
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
ۖ وَهُوَ مَعَكُمْ (Dan Allah bersamamu) –QS al Hadid/57 ayat 4- tidaklah
berarti bahwa Allah bercampur baur dengan makhluk-Nya. Sesungguhnya
makna seperti ini tidak ditunjukkan oleh bahasa Arab. Bahkan bulan,
salah satu di antara tanda kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
merupakan salah satu makhluk Allah yang kecil, ternyata bulan itu tetap
terletak di atas, namun ia bersama (menyertai) orang yang tengah dalam
perjalanan dan bersama orang yang tidak sedang dalam perjalanan,
dimanapun mereka berada.[2]
Tidak ada seorangpun yang memahami makna batil semacam ini, kecuali kaum
hululiyah (yang berfaham manunggaling kawulo lan gusti (bersatunya
Tuhan dengan makhluk) dari kalangan orang-orang Jahmiyah kuno dan
orang-orang yang sefaham dengan mereka. Yaitu orang-orang yang
mengatakan: "Sesungguhnya Dzat Allah ada dimana-mana". Maha Tinggi dan
Maha Suci Allah dari perkataan keji mereka. Betapa besar kekejian
perkataan yang keluar dari mulut mereka. Dan betapa dusta mereka itu.
Pernyataan kaum hululiyah ini sudah menuai bantahan dari ulama Salaf yang sempat mendengar perkataan jahat mereka.
Kelima : Sifat bersamanya Allah dengan makhluk tidak bertentangan dengan
sifat Maha Tingginya Allah di atas segenap makhluk dan sifat
bersemayamnya Allah di atas 'Arasy.
Sesungguhnya sudah jelas sekali bahwa Allah memiliki sifat Maha Tinggi
yang mutlak. Maha Tinggi Dzat-Nya dan Maha Tinggi Sifat-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. [al Baqarah/2:255]
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى
Sucikanlah nama Rabbmu Yang Maha Tinggi. [al A'la/87:1].
وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَىٰ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [an Nahl/16:60].
Banyak sekali dalil yang menunjukkan bahwa Allah Maha Tinggi, baik dari
al Qur`an, Sunnah, Ijma', akal maupun fitrah. Namun Maha Tingginya Allah
tidak bertentangan dengan ma'iyyah-Nya (bersamanya Allah dengan
makhluk). Hal itu dapat dijelaskan melalui beberapa penjelasan.
1. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menggabungkan sifat Maha Tinggi di
satu sisi dan sifat selalu bersama dengan makhluk di sisi lain dalam
Kitab-Nya, al Qur`anul-Karim. Kitab yang ayat-ayatnya tidak mungkin
bertentangan satu sama lain.
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Kalau sekiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka
mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. [an-Nisa' : 82]
2. Berkumpulnya sifat Maha di atas dengan sifat selalu bersama makhluk,
sangat mungkin bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala . Sebab antara sifat di
atas dan sifat bersama-sama juga mungkin bagi makhluk. Bulan yang berada
di atas, dikatakan bersama-sama dengan manusia di muka bumi. Dan itu
tidak bertentangan. Apalagi bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Jika antara sifat di atas dengan sifat bersama-sama makhluk
diandaikan tidak mungkin bagi makhluk, maka tidaklah demikian bagi
Allah. Bagi Allah tetap mungkin. Sebab tidak ada sesuatupun yang dapat
diserupakan dengan Allah Azza wa Jalla .
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [asy-Syura/42:11].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam al 'Aqidah al
Wasithiyah mengatakan: "Apa yang disebutkan dalam al Qur`an maupun
Sunnah bahwa Allah Maha dekat dan Maha bersama makhluk, tidaklah
bertentangan dengan apa yang disebutkan (dalam al Qur`an maupun Sunnah)
bahwa Allah Maha Tinggi dan Maha di atas. Sebab tidak ada sesuatupun
yang dapat menyerupai Allah dalam semua sifat-Nya. Dia Maha Tinggi,
tetapi sekaligus Maha dekat. Maha Dekat sekaligus Maha Tinggi".[3]
Demikianlah ringkasan apa yang ditulis Syaikh Muhammad bin Shalih al
'Utsaimin rahimahullah . Intinya, setiap muslim harus mengimani bahwa
Allah senantiasa bersama makhluk-Nya dan senantiasa menyertai serta
mengawasi mereka di manapun mereka berada. Baik berupa kesertaan umum
bagi seluruh makhluk, maupun berupa kesertaan khusus bagi orang-orang
tertentu yang berbentuk pembelaan, pertolongan dan taufik. Wallahu a'lam
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
_______
Footnote
[1]. Lihat Majmu' Fatawa Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah (V/87).
[2]. Lihat Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Syarah Syaikh Shalih al
Fauzan, Cet. VI-1413 H/1993 M, Maktabah al Ma'arif, Riyadh, hlm. 129, di
bawah sub judul: Wujub al-Iman bi Istiwa'illah 'ala Arsyihi wa
'Uluwwihi 'ala Khalqihi wa Ma'iyyatihi li Khalqihi wa Annahu laa Tanafa
Bainahuma.
[3]. Lihat Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Syarah Syaikh Shalih al
Fauzan, Cet. VI-1413 H/1993 M, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, hlm. 134, di
bawah sub judul Wujub al-Iman bi Qurbihi min Khalqihi wa Anna Dzalika
la Yunaafi 'Uluwwahu wa Fauqiyyatahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar