ETERANGAN ULAMA TENTANG KEHARUSAN MEMILIKI ILMU DALAM MEMBERI NASEHAT DAN BERDA'WAH. https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan beberapa sifat yang harus
dimiliki oleh seorang da'i yang mengajak kepada perbuatan ma'ruf dan
melarang orang lain berbuat mungkar, di antaranya :
"...Yang dimaksud dengan niat terpuji yang diterima di sisi Allah dan
mendapatkan ganjaranNya adalah hendaknya amalan tersebut ditujukan untuk
mencari ridha Allah dan yang dimaksud dengan amal terpuji yang
merupakan amal saleh adalah amal yang diperintahkan, dan apabila
demikian adanya maka orang yang melakukan amar ma'ruf nahi munkar wajib
menerapkan pada dirinya sendiri dua syarat tadi, dan tidaklah disebut
amal saleh apabila tidak berdasarkan ilmu dan pemahaman ...."
Kemudian beliau berkata pula :
"...maka orang yang menjalankan amar ma'ruf nahi munkar haruslah
memiliki ilmu tentang hal yang ma'ruf dan yang mungkar dan dapat
membedakan antara keduanya dan harus memiliki ilmu tentang keadaan orang
yang diperintah dan yang dilarang.
Dan yang dimaksudkan dengan ilmu adalah apa-apa yang dibawa oleh
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dari apa-apa yang Allah utuskan
kepadanya dan dia adalah As Sulthan sebagaimana Allah berfirman :
"Yaitu orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka." [Ghafir : 35]
Barangsiapa yang berbicara tentang dien Islam ini bukan dengan apa yang
telah Allah utuskan kepada RasulNya, maka ia berbicara tanpa ilmu, dan
barangsiapa yang dikuasai oleh syetan maka syetan pasti menyesatkannya
dan menuntunnya menuju adzab jahannam yang menyala- nyala. Dan
barangsiapa yang tunduk kepada dienullah maka ia telah beribadah kepada
Allah dengan keyakinan." [1]
Syaikh Abdul Azis bin Baz rahimahullah (wafat th.1420 H) berkata ketika
menceritakan tentang akhlak dan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh
seorang da'i :
"Haruslah da'wahmu itu ditegakkan atas hujjah yang nyata, yaitu
berdasarkan ilmu, janganlah engkau jahil dengan apa yang engkau serukan
kepada manusia, Allah berfirman:
"Katakanlah : "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak kalian (kepada) Allah dengan hujjah yang nyata."
[Yusuf : 108]
Maka haruslah engkau memiliki ilmu, dan ini hukumnya wajib, maka
hati-hatilah jangan sekali-kali engkau berýda'wah dengan kebodohan,
janganlah sekali-kali engkau berbicara dalam hal-hal yang tidak engkau
ketahui, maka orang yang bodoh itu menghancurkan, bukannya membangun,
merusak bukannya memperbaiki, maka bertaqwalah kepada Allah wahai hamba
Allah, hati-hati, janganlah sekali-kali engkau mengatakan sesuatu dengan
mengatasnamakan Allah tanpa ilmu, janganlah engkau berýda'wah mengajak
orang lain kepada sesuatu, kecuali dengan ilmu tentang hal tersebut, dan
hujjah yang nyata itu artinya sesuai dengan firman Allah dan sabda
RasulNya.
Maka seharusnya atas setiap penuntut ilmu dan juru ýda'wah agar
memperhatikan tentang apa yang ia serukan dan memperhatikan dalilnya,
apabila nampak bagi dia kebenaran dan mengetahuinya maka baru dia
menýda'wahkannya, menyeru untuk melakukan keta'atan dan melarang
kemaksiatan yang dilarang oleh Allah dan RasulNya." [2]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin hafidzahullah berkata ketika
beliau menjelaskan tentang bekal-bekal juru ýda'wah, di antaranya adalah
:
"Hendaklah seorang da'i memiliki bekal ilmu dalam berýda'wah. Ilmu yang
benar bersumber dari Al-Qur'an dan As Sunnah karena setiap ilmu harus
digali dari keduanya. Adapun ilmu yang datang kepada kita harus
diperiksa terlebih dahulu apakah sesuai dengan Al-Qur'an dan As Sunnah
atau tidak. Apabila sesuai maka harus diterima, dan apabila bertentangan
wajib ditolak siapa pun yang menyatakannya. Ibnu Abas
radliyallahu'anhuma telah berkata,
"Hampir saja batu terjatuh dari langit menimpa kalian, aku mengatakan
Rasulullah bersabda dan kalian mengatakan, "Abu Bakar dan Umar berkata"
Apabila ucapan Abu Bakr dan Umar sebagai seorang khalifah dan shahabat
yang menyalahi sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam harus
ditolak, maka bagaimana kiranya dengan pendapat seorang yang jauh di
bawah mereka berdua dalam hal ilmu dan taqwa ? tentu lebih utama untuk
ditolak ucapannya. Sungguh Allah Subhana wa Ta'ala telah berfirman :
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan
ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih." [An-Nur : 63]
Imam Ahmad rahimahullah berkata, "Tahukah engkau apakah fitnah itu ?
Fitnah itu adalah kesyirikan, barangkali apabila ia menolak sebagian
sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam maka akan menimpa dia sesuatu,
berupa kecondongan kepada kesesatan yang menyebabkan ia binasa."
Sesungguhnya bekal yang pertama yang harus dimilki seorang da'i yang
menyeru manusia kepada agama Allah, haruslah ia memiliki ilmu yang
bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits yang shahih, adapun da'wah tanpa
ilmu maka sesungguhnya ia adalah da'wah berdasarkan kebodohan dan da'wah
berdasarkan kebodohan lebih banyak merugikan dari pada manfaatnya
dikarenakan si da'i ini telah menobatkan dirinya sebagai orang yang
sesat dan menyesatkan, kami memohon pelindungan kepada Allah dari yang
demikian itu, dan orangnya disebut dengan jahil murakkab
(bertumpuk-tumpuk), kebodohan yang bertumpuk-tumpuk ini lebih berbahaya
dari pada kebodohan yang ringan, orang yang bodoh ringan (yaitu merasa
dirinya bodoh, pent) dia tidak akan berbicara dan dengan belajar ia
dapat menghilangkan kebodohannya, tetapi problem yang sangat besar itu
pada diri orang bodoh bertumpuk-tumpuk karena dia tidak akan diam bahkan
terus berbicara meskipun dengan kebodohan. Maka ia lebih banyak menjadi
perusak dan penghancur dari pada menjadi pemberi cahaya.
Wahai saudara-saudara, sesungguhnya da'wah menyeru kepada agama Allah
tanpa didasari ilmu menyalahi praktek Nabi shalallahu 'alaihi wasallam
dan para pengikutnya. Dengarkanlah firman Allah Ta'ala ketika
memerintahkan NabiNya, Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, dalam
firmanNya :
"Katakanlah : "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah dengan hujjah (ilmu) yang
nyata." [Yusuf : 108]
Pada kalimat "Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian)
dengan hujjah (ilmu) yang nyata", maka haruslah seorang da'i untuk
menyeru kepada agama Allah berdasarkan ilmu bukan berdasarkan kebodohan.
Dan perhatikanlah, wahai da'i firman Allah Ta'ala, "Úáì ÈÕíÑÉ" [dengan hujjah (ilmu)], yaitu dalam tiga perkara :
[1]. Dengan ilmu tentang apa yang ia sampaikan, hendaklah ia mengetahui
hukum syari'at karena boleh jadi seseorang mengajak orang lain untuk
melakukan suatu perbuatan yang disangkanya sebagai suatu kewajiban,
padahal sesungguhnya dalam syari'at Allah perbuatan tersebut tidaklah
wajib maka ia telah mengharuskan manusia untuk melakukan sesuatu yang
tidak diharuskan oleh Allah, dan sebaliknya boleh jadi ia melarang orang
lain melakukan suatu perbuatan yang disangkanya sebagai hal yang haram,
padahal sesungguhnya dalam dien Allah bukanlah suatu yang haram, maka
ia telah mengharamkan manusia apa-apa yang Allah halalkan untukmereka.
[2]. Dengan ilmu tentang keadan orang yang dida'wahi, oleh karena itu
ketika Nabi shalallahu 'alaihi wasallam mengutus Muadz bin Jabal
radhiallahu 'anhu ke negeri Yaman beliau berpesan kepadanya,
"Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari ahli kitab," agar
Muadz mengetahui dan bersiap-siap untuk menghadapi mereka. Maka haruslah
engkau mengetahui keadaan orang yang dida'wahi, sejauh mana kapasitas
ilmunya ? Sejauh mana kemampuan bicaranya ?. Supaya engkau memposisikan
diri secara matang untuk berdiskusi dengannya, karena seanýdainya engkau
dalam kebenaran berdebat dengan orang yang jauh lebih panýdai dalam
berbicara, maka engkaulah yang akan terpojokkan. Maka, jadilah musibah
besar terhadap kebenaran sehingga disangka sebagai kebatilan dan engkau
adalah penyebabnya, dan janganlah engkau menyangka bahwa pendukung
kebatilan itu mesti kalah dalam berbicara pada setiap keadaan.
Sesungguhnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam telah bersabda yang artinya:
"Sesungguhnya kalian berselisih dan mengadukan kepadaku, dan barangkali
sebagian di antara kalian lebih pandai dalam berbicara membawakan
alasan-alasannya dibandingkan dari yang lain, maka aku memutuskan yang
menguntungkannya disebabkan yang aku dengar."
Ini menunjukkan bahwa orang yang berselisih tadi, meskipun di pihak yang
batil dikarenakan ia lebih pandai dalam berbicara mengemukakan
alasannya, maka diputuskan sesuai dengan apa yang telah diutarakan oleh
orang tersebut. Oleh karena itu, haruslah engkau mengetahui keadaan
orang yang dida'wahi.
[3]. Dengan ilmu tentang cara berda'wah. Allah Subhana wa Ta'ala berfirman :
"Serulah (manusia) kepada jalan rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik" [An-Nahl : 125]
Sebagian manusia ketika ia melihat kemungkaran segera menyerangnya,
tanpa befikir dampak dari perbuatannya, bukan saja berkenaan dengan dia
pribadi, tetapi dampaknya bagi dia dan teman- temannya sesama da'i. Oleh
karena itu wajib atas setiap da'i sebelum bergerak melakukan sesuatu,
memikirkan apa yang mungkin akan terjadi dan menimbangnya, boleh jadi
pada saat itu ia dapat melampiaskan gejolak kecemburuannya dengan
pengingkaran tersebut, tetapi dalam waktu yang dekat setelah
pengingkaran tadi dapat memadamkan api kecemburuan dia dan orang lain.
Oleh karena itu, saya menganjurkan saudara-saudaraku para da'i untuk
menggunakan hikmah dan ketelitian, dan perkara ini meskipun terlambat
sedikit tetapi membawa akibat yang terpuji dengan kehendak Allah.
Pentingnya seorang da'i berbekal dengan ilmu yang benar berdasarkan
Al-Qur'an dan As-Sunnah disamping telah terdapat dalil-dalilnya dalam
nash-nash syari'at juga akal yang sehat ikut membuktikan juga, karena
bagaimana mungkin engkau berda'wah menyeru manusia kepada dien Allah
sedangkan engkau tidak mengetahui jalan menujuNya, tidak mengetahui
syari'atNya, bagaimana bisa ia dikatakan sebagai da'i ?!
Apabila sesorang belum memiliki ilmu, maka sepantasnya ia belajar terlebih dahulu kemudian baru berda'wah.
Boleh jadi ada seorang yang bertanya, "Apakah ucapanmu tadi bertentangan dengan sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam.
"Sampaikanlah dariku meskipun satu ayat" ?"
Maka saya menjawab, "Tidaklah bertentangan, karena Rasulullah shalallahu
'alaihi wasallam bersabda, "Sampaikanlah dariku," kalau begitu apa yang
kami sampaikan itu harus berasal dari Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam, inilah yang kami inginkan, ketika kami berkata bahwa seorang
da'i membutuhkan ilmu bukan berarti kami mengharuskan ia memiliki ilmu
yang sangat luas, tetapi kami menyatakan janganlah seorang menyampaikan
sesuatu kecuali dengan apa yang ia ketahui saja, janganlah ia berbicara
dengan sesuatu yang tidak ia ketahui." [3]
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
__________
Foote Note
[1]. Majmu'Fatawa, juz 28 hal. 39. Dinukil dari buku Dhowabit All-Amri
bil ma'rufi wan nahyi 'anil mungkari inda Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah
[2]. Wujubud ýda'wah ilallahi wa akhlakud du'at, hal.50
[3]. Zaad Ad-Daa'iyah ilallah, hal 6-10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar