LANGKAH MENANAMKAN KEHORMATAN PADA ANAK
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Pendidikan yang buruk tanpa kontrol kontinyu di rumah, merupakan faktor
dominan munculnya tindak keburukan dari anak-anak. Mereka hidup tanpa
pengarahan atau pembinaan. Jalanan dan lingkungan lebih sering
mempengaruhi otak dan pribadinya. Kondisi sosial yang tidak bersahabat
dengan pertumbuhan anak, mengharuskan para orang tua agar meningkatkan
perhatian mereka terhadap anak, terutama dalam aspek agamanya. Karena,
selain sebagai karunia dari Sang Pencipta Azza wa Jalla, anak juga
sekaligus sebuah tanggung jawab yang tidak boleh disia-siakan.
Oleh karena itu, proses pendidikan yang baik lagi intensif sangat urgens
untuk segera dimulai sejak dini, supaya tercipta insan-insan yang
menjunjung tinggi iffah. Yaitu mentalitas untuk selalu menjauhi segala
sesuatu yang haram dan tidak terpuji untuk dikerjakan. Dengan ini,
berarti para orang tua telah menanam investasi buat kehidupan
akhiratnya, lantaran anak-anaknya shalih dan shalihah. Sebuah investasi
yang tidak terukur harganya buat orang tua. Hilangnya iffah dari hati
anak-anak (remaja) menimbulkan berbagai dampak sosial yang berbahaya.
Para remaja enggan menikah lantaran kebutuhan biologis dapat terpenuhi
dengan jalan haram.
Hancurnya keluarga, banyaknya kasus aborsi ataupun pemerkosaan,
merupakan sebagian kisah memilukan yang nampak di tengah masyarakat.
Belum lagi menyebarnya berbagai jenis penyakit kelamin dan penyakit
jiwa, seakan menjadi pelengkap rusaknya tatanan nilai sosial yang luhur.
Ada beberapa langkah preventif untuk merealisasikan terciptanya iffah (kehormatan) pada diri anak. Yaitu:
PERINTAH MENINGKATKAN KETAKWAAN DAN KEIMANAN.
Pengekang paling efektif dalam menghadapi maksiat ialah dengan
meningkatkan kualitas keimanannya kepada Allah. Caranya, sebagaimana
diungkapkan sebagian ulama, "Janganlah engkau melihat kecilnya suatu
dosa, tetapi ingatlah keagungan Dzat yang engkau hadapi".
Ada ulama yang ditanya tentang resep praktis agar kita dapat menjaga
pandangan dari obyek yang haram, maka ia menjawab: "Dengan keyakinanmu,
bahwa pandangan Allah kepadamu mendahului pandanganmu kepada obyek yang
haram".
Seorang hamba yang meyakini Allah Maha Mendengar, Maha Melihat, tidak
ada sesuatu pun yang tersembunyi dariNya, baik di langit maupun di bumi,
bahkan yang disembunyikan hati; maka sikap ini akan mengarahkan
seseorang untuk memelihara lidah, anggota tubuh yang lain, serta apa
yang terlintas di benaknya. Sehingga tidak ada tindak-tanduknya yang
menyebabkan kemurkaan Allah.
Dalam sebuah hadits, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan
tiga orang yang terjebak dalam gua, karena sebongkah batu menutup mulut
gua, sehingga tidak bisa keluar darinya. Mereka bertiga bertawasul
(memohon kepada Allah dengan perantaraan) dengan amalan terbaiknya,
dengan harapan Allah akan menyelamatkan mereka dari kungkungan kegelapan
gua.
Orang yang ketiga mengatakan: "Ya, Allah. Aku mempunyai sepupu wanita
yang merupakan gadis yang paling aku senangi. Aku pernah merayunya untuk
berzina dengannya, tetapi ia menolak sampai akhirnya datanglah masa
paceklik. Ia pun mendatangiku (untuk minta bantuan). Aku beri ia seratus
dua puluh dinar dengan syarat memberiku jalan untuk berzina dengannya.
Ia pun terpaksa menyetujuinya. Sampai akhirnya, aku berada dalam posisi
akan menyentuhnya, ia berkata: "Tidak halal bagimu untuk membuka ‘segel’
kecuali dengan haknya", maka aku pun merasa tidak sampai hati untuk
menyetubuhinya, dan aku langsung bergegas pergi. Padahal, ia gadis yang
sangat aku idamkan. Dan aku tinggalkan uang emas yang aku berikan. Ya,
Allah! Jika itu aku lakukan karena ingin mengharapkan wajahMu, maka
bebaskan kami dari kondisi yang meliputi kami (ini). Maka batu itupun
bergeser [1]
PERNIKAHAN DINI
Ini terhitung terapi manjur dalam menciptakan kehormatan pada anak.
Orang tua bertanggung jawab menikahkan anak-anaknya. Di banyak ayat, Al
Qur’an menganjurkan orang agar mengakhiri kesendiriannya dengan
pernikahan sebagai media menjaga gejolak seksualnya, dan sekaligus
mengokohkan tatanan sosial. Juga untuk mengeliminasi terjadinya
penyimpangan-penyimpangan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
وَأَنكِحُوا اْلأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ
وَإِمَآئِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ
وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan
orang-orang yang layak menikah di antara hamba-hamba sahayamu yang
lelaki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka
dengan karuniaNya". [An Nur : 32].
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menekankan hal ini dengan
menjadikannya sebagai Sunnah Beliau. Oleh karena itu, pernikahan dini
menjadi pilihan tepat untuk menuntaskan problematika seksual dan sangat
cocok dengan fitrah manusia.
Ketika dua insan, lelaki wanita mengikat tali kasih cinta lewat
pernikahan, maka ada dua manfaat yang diraihnya. Yaitu ketentraman jiwa
dan kenikmatan duniawi melalui jima’. Dua hal ini sangat berpotensi
dalam pengendalian nafsu syahwat manusia.
MENJAGA PANDANGAN.
Makna menjaga pandangan, ialah menahannya dari pandangan yang
diharamkan. Jika tanpa sengaja pandangan matanya mengarah kepada obyek
haram, maka langsung dipalingkan darinya. Ini harus ditekankan orang tua
kepada anak sejak dini. Sehingga nantinya mudah bagi sang anak untuk
menjaga diri dari pandangan haram. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
قُلْ لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya". [An Nur : 30].
Ibnul Qayyim menjelaskan : “Allah Azza wa Jalla menitahkan NabiNya untuk
memerintahkan kepada orang-orang yang beriman, agar mereka menahan
pandangan dan menjaga kemaluannya. Karena awalnya disebabkan oleh
pandangan, maka perintah menjaga pandangan lebih di kedepankan daripada
tekanan untuk menjaga kemaluan. Pasalnya, kasus-kasus yang terjadi
bermula dari pandangan. Kronologisnya, (dimulainya dengan) pandangan,
angan-angan, langkah dan kemudian terjadi dosa. Ada ungkapan:
"Barangsiapa bisa menjaga empat hal ini, niscaya akan dapat membentengi
agamanya. (Yaitu) detik-detik waktunya, angan-angan, tutur kata dan
langkah-langkahnya".[2]
Al Qurthubi memberi nasihat : "Mata adalah gerbang terbesar menuju hati,
dan panca indera yang paling berpengaruh terhadapnya. Karena itu,
banyak terjadi kebinasaan (karenanya), dan wajib diwaspadai. Menjaganya
dari yang haram hukumnya wajib, dan juga (harus menjaganya) dari setiap
yang dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah"[3].
Anas bin Malik berkata : "Jika seorang wanita melewatimu, maka pejamkan matamu sampai dia menjauh". [4].
BERPUASA BAGI YANG BELUM MAMPU MENIKAH.
Puasa dapat meningkatkan ketakwaan seseorang dan memudahkannya untuk
mengekang hasrat seksualnya. Nabi menjadikannya sebagai solusi bagi yang
belum mampu membina rumah tangga. Bukan dengan melampiaskan melalui
sarana yang haram atau maksiat. Sebab perilaku seperti ini tidak akan
bisa mengobatinya, tetapi menumbuhkan penyakit bagi hatinya. Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, (artina) : "Wahai para pemuda,
barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, hendaknya menikah. Dan
barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia berpuasa. Sesungguhnya puasa
akan menjadi pengekang buat dirinya [5].
Perintah puasa buat para pemuda sangat efektif untuk memelihara diri
mereka. Dia akan menahan diri dari berbagai makanan, minuman dan
syahwatnya demi meraih ridha Allah. Puasa bagaikan wahana pembinaan
menghadapi segala perkara yang berat dan meredam gejolak syahwat perut
yang merupakan syahwat yang paling kuat. Juga bermanfaat untuk
melahirkan pribadi yang berkepribadian kuat.
HENDAKNYA DIBERI PENEKANAN AGAR SELALU BERKAWAN DENGAN ORANG-ORANG YANG BAIK
Sahabat yang baik akan menjadi penolong setelah Allah dalam meniti jalan
yang lurus. Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm bersabda :
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
"Seseorang akan mengikuti kebiasaan teman karibnya. Maka hendaknya salah
seorang dari kalian melihat orang yang dia ajak berkawan". [HR Abu
Dawud dan Tirmidzi. Lihat Shahihul Jami’ no. 3539].
Meremehkan bahaya teman yang buruk, akan menjadi bumerang di kemudian
hari. Allah telah menceritakan penyesalan orang yang berkawan dengan
orang yang tidak baik.
Qotadah berpesan: "Demi Allah. Sesungguhnya kami tidak melihat seorang
lelaki yang mencari kawan, kecuali yang sama atau serupa. Maka
berkawanlah dengan orang-orang yang shalih. Semoga kalian selalu bersama
mereka atau menjadi seperti mereka".
MENANANMKAN RASA MALU PADA DIRI ANAK.
Al haya` (rasa malu) merupakan etika yang baik yang akan mengantarkannya
menuju perbuatan yang baik dan menghalanginya dari tindakan buruk.
Karena itu, Islam memuji rasa malu.
Ibnu ‘Umar meriwayatkan dari Nabi yang bersabda: "Rasa malu dan iman
selalu bersanding. Jika salah satunya lenyap, maka yang lain (juga)
hilang".[6]
Abu Said Al Khudri berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ حَيَاءً مِنْ الْعَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا
"Rasulullah sangat pemalu, melebihi seorang gadis perawan dalam pingitannya".[7]
Rasa malu adalah sumber kebaikan. Wajah yang dihiasi dengan rasa malu
bak permata yang mahal. Kehormatan akan terjaga. Terutama bagi seorang
gadis, akan menjaga kesucian dirinya, menjauhkannya dari wilayah rawan
yang bisa memperkeruh kehormatannya. Akhirnya ia menjadi pribadi yang
hidup hatinya dan suci jiwanya.
MENJAUHI OBYEK YANG MENIMBULKAN RANGSANGAN ATAU FITNAH.
Seorang muslim wajib menjauhkan dirinya dari perkara yang bisa
menimbulkan fitnah. Demikian juga, tidak menjadi sumber fitnah untuk
orang lain. Ada beberapa hal yang dilarang syari’at lantaran dapat
menimbulkan gejolak nafsu dan merangsang berbuat maksiat.
1. Berjabat Tangan Antara Lelaki Dan Perempuan Yang Bukan Mahram.
Lelaki dan perempuan yang bukan mahramnya, dilarang keras untuk berjabat
tangan. Dengan tegas Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:
لِأنْ يَطْعَنَ فِي رَأْسِ أحَدَكِمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيرٌ لَهُ مِنْ أنْ يَمَسَّ امْرَأةً لَا تَحِلُّ لَهُ
"Tertusuknya kepala salah seorang dari kalian dengan jarum besi lebih
baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya". [8]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm sebagai pribadi yang paling bertakwa
dan mulia, Beliau tidak pernah berjabat tangan dengan wanita. Umaimah
binti Raqiqah menceritakan, ketika sebagian wanita berbaiat kepada Nabi,
kami berkata: "Ya, Rasulullah! Tidakkah engkau berjabat tangan dengan
kami?" Beliau menjawab:
إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ إِنَّمَا قَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ كَقَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ
"Aku tidak bersalaman dengan wanita. Ucapanku pada seorang wanita (dalam
baiat), seperti halnya ucapanku kepada seratus wanita".[9]
Siapapun, lelaki maupun wanita itu, jika ia bukan mahramnya, maka tidak boleh terjadi persentuhan antara kulit mereka berdua.
2. Menikmati Musik.
Musik termasuk pemicu yang dapat menimbulkan rangsangan syahwat dan
menyebarkannya. Suara merdu, apalagi diiringi dengan alunan musik,
sangat melekat di hati.
Ibnu Taimiyah mengatakan: "Musik rayuan menuju zina. Ia menjadi salah
satu penyebab terjadinya kemungkaran. Seorang lelaki atau anak kecil
atau seorang wanita yang sebelumnya kehormatannya terjaga, begitu
menghadiri tontonan musik, maka jiwanya berubah lepas, dan kemungkaran
mudah ia kerjakan. Ia langsung menjadi pelaku atau sebagai obyek dari
maksiat tersebut, atau menjadi dua-duanya, sebagaimana yang dialami
penenggak minuman keras". [10]
Sedangkan Ibnul Qayyim berkata: "Tidak pelak lagi, lelaki yang punya
ghirah (kecemburuan terhadap agama) akan menjauhkan keluarganya dari
alunan musik, sebagaimana ia menjaga mereka dari perkara-perkara
fitnah,” beliau menambahkan: “Demi Allah. Berapa banyak wanita terhormat
yang akhirnya menjadi wanita jalang karena pengaruh musik…" [11]
3. Tutur Kata Yang Menggoda.
Tutur kata yang menggoda dan terlalu genit, terutama dari pihak
perempuan termasuk faktor yang dapat melunturkan kehormatannya. Di sisi
lain, ia mampu membuat lawan jenisnya terfitnah. Karena itu Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَانِسَآءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ إِنِ
اتَّقَيْتُنَّ فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي
قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَّعْرُوفًا
"Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita lainnya,
jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah
perkataan yang baik". [12]
Dalam ayat ini, Allah melarang al khudhu’fil qaul (berbicara dengan
menggoda) kepada lelaki. Sebab, seperti dijelaskan hikmahnya, agar tidak
menimbulkan rangsangan kepada orang yang hatinya ada penyakit.
Fenomena yang terjadi, sebagian wanita terlalu ramah dalam berkomunikasi
dengan lawan jenisnya. Senyumnya selalu tersungging, seolah-olah sedang
berbicara dengan suami atau ayah dan anaknya. Bahkan tidak itu saja.
Ada yang mencoba mencandainya. Bisa jadi, tingkat keramahannya melebihi
saat ia bersama suaminya. Tentu ini sebuah kesalahan dan kemungkaran
yang bisa mengantarkannya kepada kemaksiatan lainnya.
4. Ikhtlath (Bercampurnya) Lelaki Perempuan.
Islam tidak memprbolehkan terjadinya ikhtilah antara kaum lelaki dengan
perempuan dan sebaliknya. Semua ini untuk menjaga keluhuran akhlak,
kehormatan dan norma-norma.
KHUSUS BAGI ANAK PEREMPUAN, HENDAKNYA MENUTUPI DIRI DENGAN PAKAIAN MUSLIMAH.
Salah satu indikasi kebaikan seorang wanita muslimah, ialah mengenakan
pakaian yang sesuai dengan syari’at Islam yang suci. Hijab, itulah
istilahnya. Dalam hal ini, seorang mukminah tidak mempunyai alternatif
lain, kecuali harus tunduk patuh kepada Rabb-nya. Termasuk dalam hal
ini, yaitu tunduk patuh dalam mengikuti petunjuk perintah tersebut.
Sebab, manakala kaidah-kaidah umumnya diserahkan kepada masing-masing
individu, maka tujuan agung dari peraturan tersebut akan menjadi kabur.
Fenomena sosial menjadi bukti nyata. Apabila prinsip berpakaian ‘bebas’,
maka yang muncul jilbab gaul, desain baju yang sempit lagi transparan
dan terkesan kurang bahan. Ditambah lagi, tampilan yang mengundang
tatapan mata. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman,
(artinya) : "Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu dan istri-istri orang mukmin : “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". [Al Ahzab : 59].
Pakaian wanita harus menutupi sekujur tubuhnya, tidak boleh tranparan
atau berdesain yang menyolok, tidak sempit atau mini. Demikian juga
tidak menyerupai tradisi wanita kafir atau perempuan yang fasik.
Demikianlah diantara kunci untuk memelihara kehormatan anak-anak.
Penjagaan kehormatan sangat penting. Karena ia merupakan cerminan iman
dan kunci untuk menggapai kebahagian abadi. Rasulullah Shallallahu
'alaihi was allam bersabda:
مَنْ ضَمِنَ لِيْ مَا بَينَ لِحْيَيهِ وَفَخِذَيهِ ضَمِنْتُ لَهُ الْجَنَّةَ
"Barangsiapa mampu menjamin pemeliharaan anggota yang ada diantara dua
tulang rahangnya dan diantara dua selangkangannya, maka aku jamin
baginya surga". [Lihat Shahihul Jami’ no. 1029].
Semoga pengakuan Ibnu Sirin di bawah ini bukan lagi khayalan pada
generasi muda. Dia pernah menceritakan tentang dirinya: "Demi Allah. Aku
tidak pernah menyetubuhi wanita sama sekali, kecuali Ummu’Abdillah saja
–istrinya-. Pernah aku bermimpi melihat wanita, dan aku pun ingat bahwa
ia tidak halal bagiku, maka aku palingkan pandanganku darinya".
Maraji:
- Al ‘Iffah Wasailuha, Mu’awwiqatuha, Tsamaratuha, karya Muhammad bin ‘Abdullah Al Habdan.
- Asy Syabab Wal ‘Afaf, karya ‘Adil bin Muhammad Al ‘Abdul ‘Ali.
- Asbabu Tahqiqil ‘Afaf, karya Khali bin ‘Abdur Rahman Asy Syayi’.
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
_______
Footnote
[1]. HR Bukhari, no. 2272 dan Muslim, no. 2743.
[2]. Ad Da`Wa Ad Dawa`, hlm. 232.
[3]. Tafsir Al Qurthubi (2/148).
[4]. Al Wara`, karya Ibnu Abid Dunya, hlm. 16.
[5]. HR Bukhari, no. 1905 dan Muslim, no. 1400.
[6]. HR Al Hakim (1/22) dan dishahihkan Syaikh Al Albani.
[7]. HR Muslim.
[8]. HR Ath Thabrani. Lihat Shahihul Jami’, no. 5045.
[9]. HR Imam Ahmad, At Tirmidzi dan Ibnu Majah. Ibnu Katsir berkomentar: “Ini sanadnya jayyid”.
[10]. Majmu’ Al Fatawa (10/417-418).
[11]. Ighatsatu Al Lahafan (1/370-371).
[12]. QS Al Ahzab : 32.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar