ANTARA HAK ANAK DAN KEWAJIBAN IBU
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ibunya. Anak merupakan
darah daging kedua orang tuanya. Anak mempunyai hak-hak yang merupakan
kewajiban orang tuanya, terutama ibunya, untuk menunaikan hak-hak
tersebut. Jadi bukan hanya anak yang mempunyai kewajiban atas orang tua,
tetapi orang tua pun mempunyai kewajiban atas anak. Secara ringkasnya
kewajiban orangtua atas anaknya adalah sebagai berikut:
PERTAMA : MENYUSUI
Wajib atas seorang ibu menyusui anaknya yang masih kecil, sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya : "Para ibu hendaklah
menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan". [Al Baqarah: 233]
Allah berfirman, yang artinya : "Kami perintahkan kepada manusia Supaya
berbuat baik kepada kedua iorang tuanya. Ibunya telah mengandungnya
dengan susah payah, dan melahirkanya dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan". [Al Ahqaf :
15]
Al ‘Allamah Siddiq Hasan Khan berkata,” Mengandungnya sampai menyapihnya
adalah tiga puluh bulan maksudnya adalah jumlah waktu selama itu
dihitung dari mulai hamil sampai disapih” [1]
KEDUA : MENDIDIKNYA
Mendidik anak dengan baik merupakan salah satu sifat seorang ibu
muslimah dia senatiasa mendidik anak-anaknya dengan akhlaqk yang baik
yaitu akhlak Muhammad dan para sahabatnya yang mulia.
Mendidik anak bukanlah kemurahan hati seorang ibu kepada anak-anaknya,
akan tetapi merupakan kewajiban dan fitrah yang Allah berikan kepada
seorang ibu.
Mendidik anak pun tidak terbatas dalam satu perkara saja tanpa perkara
lainnya seperti mencucikan pakaiannya atau membersihkan badannya saja,
bahkan mendidik anak itu mencakup perkara yang luas, mengingat anak
merupakan generasi penerus yang akan menggantikan kita yang kita
harapkan menjadi generasi yang tagguh yang akan memenuhi bumi ini dengan
kekuatan, hikmah, ilmu, kemuliaan dan kejayaan.
Berikut beberapa perkara yang wajib diperhatikan oleh ibu dalam mendidik anak-anaknya :
1. Menanamkan Aqidah Yang Bersih Yang Bersumber Dari Kitab Dan Sunnah Yang Shahih
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya : "Maka ketahuilah
bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah".
[Muhammad : 19]. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang
artinya : "Dari Abul Abbas Abdullah bin Abbas dia berkata,”Pada suatu
hari aku membonceng di belakang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
kemudian Beliau berkata,” Wahai anak, sesungguhnya aku mengajarimu
beberapa kalimat, yaitu : jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu.
Jagalah Allah niscaya engkau mendapatiNya dihadapanmu. Apabila engkau
meminta, maka mintalah kepada Allah.dan apabila engkau mohon pertolongan
maka mohonlah pertolngan kepada Allah. Ketahuilah seandainya seluruh
umat berkumpul untuk memberimu satu manfaat, niscaya mereka tidak akan
dapat memberimu manfaat kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan
untukmu. Dan jika mereka berkumpul untuk memberimu satu bahaya niscaya
mereka tidak akan bisa membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yamg telah
Allah tetapkan atasmu. Pena-pena telah diangkat dan tinta telah kering”
[2]
Dan dalam riwayat lain (Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata)
:"Jagalah Allah niscaya engkau akan mendapatiNya dihadapanmu.
Perkenalkanlah dirimu kepada Allah disaat kamu senang, niscaya Dia akan
mengenalimu disaat sulit. Ketahuilah, apa-apa yang (ditakdirkan) luput
darimu tidak akan menimpamu, dan apa-apa yang (ditakdirkan) menimpamu
tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan ada bersama
kesabaran dan bahwa kelapangan ada bersama kesempitan dan bahwa bersama
kesusahan ada kemudahan". [3]
Seorang anak terlahir di atas fitrah sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka sesuatu yang sedikit saja akan
berpengaruh padanya. Dan wanita muslimah adalah orang yang bersegera
menanamkan agama yang mudah ini serta menanamkan kecintaan tehadap agama
ini kepada anak-anaknya.
2. Mengajari Mereka Shalat
Mengajarkan anak-anak shalat yaitu dalam hal-hal yang utamanya,
wajib-wajibnya, waktunya, cara berwudhu dan dengan shalat dihadapan
mereka. Demikian pula dengan pergi bersama mereka ke masjid, berdasarkan
sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari hadits Sabroh
Radhiyallahu 'anhu [4].
مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَلاَةِ إذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ وَ إذا بَلَغَ عَشْرَ سِنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا
"Perintahkanlah anakmu shalat, apabila mereka telah berumur tujuh tahun
dan jika mereka telah berumur sepuluh tahun (tetapi tidak shalat) maka
pukullah mereka" [5]
Dan hendaknya para ibu mengajari mereka bahwa shalat bukanlah hanya
sekedar gerakan atau rutinitas seorang hamba kepada Rabbnya Azza wa
Jalla, akan tetapi ia merupakan hubungan yang dalam dan kuat antara
seorang hamba dengan Rabbnya. Maka peringatkanlah mereka dengan
sungguh-sungguh dari meninggalkan shalat dan berilah mereka ancaman dari
perbuatan tersebut. Dan suruhlah mereka untuk senantiasa bersegera
menunaikan shalat pada awal waktu. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
yang artinya: "Maka datanglah sesudah mereka pengganti yang jelek yang
menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka
kelak akan menemui kesesatan kecuali orang yang bertaubat serta
mengerjakan amal shalih..".[Maryam 59-60]
Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
أمِرْتُ أنْ أقَاتِلَ النَّاسِ حتى يَشْهَدُوا أن لاَ إله إلا الله وَ أنَّ
مُحَمّدًا رَسُوْلُ الله وَ يُقِيْمُوْا الصَلاَةَ وَ يُؤْتُوا الزَكَاةَ
فَإذَا فَعَلُوا ذَلك عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأمْوَالَهُمْ إلا
بِحَقِّ الإسْلاَمِ وَ حِسَابُهُمْ على الله تَعَالَى
"Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa
tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan bahwa muhammada adalh
utusan Allah, dan sampai mereka mereka mendirikan shalat, menunaikan
zakat. Apabila mereka melakukan itu, maka terjagalah dariku darah-darah
mereka dan harta-harta mereka kecuali merupakan hak islam dan
perhitungan mereka atas Allah".[6]
Ibnu Hazm berkata,”Barangsiapa mengakhirkan shalat dari waktunya maka dia itu hina” [7]
3. Menanamkan Kecintaan Kepada Allah Dan RasulNya, Dan Mendahulukan Keduanya.
Dari Anas Radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
لاَ يُؤْمِنُ أحَدُكُمْ حتى أكُوْنَ أحَبَ إلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَ وَلَدِهِ وَ النَّاسِ أجْمَعِيْنَ
"Tidak sempurna iman seseorang diantara kalian sampai aku menjadi orang
yang lebih dicintainya daripada bapaknya, anaknya dan seluruh manusia”"
[8]
Dengan mennanamkan kecintaan kepada Allah dan RasulNya di hati anak-anak
akan menyebabkan mereka menyambut seruan Allah dan RasulNya, dan ini
merupakan motivasi dasar untuk seluruh yang mengikuti dibelakangnya.
4. Mengajari Mereka Al Qur’an Dan Menyuruh Mereka Menghafalnya
Ini merupakan masalah besar yang hanya akan di dapatkan oleh orang yang
berusaha sungguh-sungguh menghafalnya dan mengamalkannya. Hendaklah ibu
memulainya dengan menyuruh menghafal surat Al Fatihah dan surat-surat
pendek. Demikian pula hendaklah kita menyuruh mereka menghafal at
tahiyyat untuk shalat.
Hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menunjukkan
keutamaan itu semua, diantaranya apa yang diriwayatkan oleh Utsman bin
Affan Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau
bersabda.
خَيْرُكُمْ مضنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَ عَلَّمَهُ
"Sebaik-baik kalian adalah yang memepelajari al Qur’an dan mengajarkannya".[9]
Para ibu pada masa kejayaan Islam, benar-benar memotivasi anak-anaknya
untuk mendapatkan kebaikan, lebih-lebih al Qur’an, sebagaimana mereka
mengusahakan kebaikan bagi jiwa anak-anaknya.
5. Membuat Mereka Cinta Kepada Sunnah Serta Menyuruh Mereka Menjaganya
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya : "Barangsiapa
mentaati Rasul itu, maka sesunguhnya dia telah mentaati Allah". [An
Nisaa : 80]
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang attinya : "Apa yang diberikan
rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah". [Al Hasyr :7]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dari hadits Irbadh bin
Sariyah Radhiyallahu 'anhu, yang artinya : "Aku wasiatkan kepada kalian
agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meskipun yang
memerintahkan kalian adalah budak dari Habasyah, karena sesungguhnya
barangsiapa diantara kalian hidup setelahku, maka dia akan melihat
perselisihan yang banyak. Berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan
sunnah khulafaur Rasyidin yang mendapat pentunjuk, peganglah ia
erat-erat dan gigitlah ia dengan gerahammu". [10]
6. Membuat Mereka Benci Kepada Bid’ah
Agama Islam adalah agama yang sempuna. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman, yang artinya : "Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah
jelas kebenaran baginya, dia mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, Kami biarkan dia leluasa terhadap kesesatan yang
telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali". [An Nisaa : 115]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dari hadits Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu.
كُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٍ وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ في النَّارِ
"Setiap perkara yang baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka".
Jadi setiap bid’ah itu tertolak atas pelakunya sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits. Adapun tentang pembagian bid’ah menjadi dua,
yaitu bid’ah mahmudah (terpuji) dan bid’ah madzmumah (tercela), maka
sebenarnya yang dimaksud yang dimaksud adalah bid’ah (perkara baru)
secara bahasa saja bukan secara syar’iyyah.
7. Membuat Mereka Cinta Kepada Ilmu Syar’i Dan Bersabar Dalam Mendapatkannya
Ilmu syar’i merupakan ilmu yang paling mulia. Allah telah memuji ilmu
dan ulama lebih dari satu ayat dalam Al Qur’an. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman, yang artinya : "Sesungguhnya yang takut kepada allah
diantra para hamba-hambaNya hanyalah ulama". [Fathir : 28]
Dan katakanlah,” Ya Rabb, tambahkanlah kepadaku ilmu” [Thaha : 114]
Dari Zar bin Hubasyi, dia berkata,”Aku mendatangi Shofan bin ‘Assal Al
Muradi, lalu dia berkata,”Untuk tujuan apa engkau datang kemari” Aku
menjawab, ”Karena mengharapkan ilmu”. Dia berkata,” Sesungguhnya
malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penuntut ilmu karena ridha
dengan apa yang mereka cari”
Belajar diwaktu kecil lebih baik daripada belajar di waktu dewasa, sebagaimana dalam sebuah sya’ir.
“Belajar di waktu kecil bagaikan melukis di atas batu”
Pada masa permulaan Islam para ibu memotivasi anaknya untuk menunutut
ilmu (syar’I). Bahkan ada yang rela bekerja agar si anak bisa belajar
Lihatlah bagaimana manusia memuji Sufyan Ats Tsauri karena keluasan ilmu
yang dimilikinya.
Al Auza’i berkata tentang Beliau,”Tidak ada orang yang padanya orang
awam berkumpul dengan ridha dan lapang dada, kecuali satu orang di Kufah
yaitu Sufyan”
Sufyan tidaklah mencapai apa yang telah beliau capai itu kecuali dengan
pertolongan Allah kemudian pertolongan ibunya yang shalihah.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad dari Waki’, dia berkata,” Ummu
Sufyan berkata kepada Sufyan,”Wahai anakku, tuntutlah ilmu dan aku akan
mencukupimu dengan alat pemintalku”
Alangkah besarnya tokoh-tokoh yang keluar dari madrasah ibu.
Ibu adalah madrasah. Apabila engkau memeprsiapkannya, berarti
Engkau mempersiapkan generai yang kuat akarnya
Ibu adalah tamn. Jika engkua merawatnya, dia akan hidup
Dengan elok, tumbuh daunnya beraneka rupa
Ibu adalah guru pertamanya para guru,
Kemuliaanya terpancar menyebar sepanjang cakrawala
8. Mengajari Anak Minta Izin
Ini termasuk adab mulia yang penting untuk diajarkan dan dibiasakan oleh
seorang ibu muslimah kepada anak-anaknya, khususnya jika anak hampir
baligh. Islam telah memberikan batasan dan rambu-rambu tentang hal ini
dengan jelas. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya : "Hai
orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang
kamu miliki dan orang-orang yang belum baligh diantara kamu, meminya
izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu sebelum shalat
shubuh, ketika kamu sedang menanggalkan pakaian (luarmu) di tengah hari
dan sesudah shalat isya’. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa
atasmu dan tidak pula atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka
melayani kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada sebagian yang lain.
Demikianlah Allah menjelaskan Ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai
umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang
sebelum mereka minta izin. Demikianlha Allah menjelaskan ayat-ayatNya.
Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana".[An Nur :58-59]
Ayat-ayat tersebut menjelaskan waktu-waktu yang tidak diperbolehkan bagi
anak-anak yang belum baligh untuk masuk kecuali setelah mendapat izin.
Adapun selan tiga waktu tersebut, maka tidak berdosa atas mereka masuk
tanpa izin. Imam Ibnu Katsir menjelaskan tentang sebab minta izin pada
tiga waktu tersebut perkataanya, ”Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang
beriman agar para budak ynag mereka miliki dan anak-anak mereka yang
belum baligh untuk meminta izin kepada mereka dalam tiga waktu, yaitu :
Pertama : Sebelum shalat fajar, karena manusia pada waktu itu sedang tidur di tempat tidur mereka.
Kedua : Ketika menanggalkan pakaian pada siang hari yaitu pada waktu
qailulah (tidur siang), karena manusia seringkali sedang menanggalkan
pakaiannya bersama istrinya pada waktu itu.
Ketiga : Setelah shalat Isya, karena itu adalah waktu tidur, maka
diperintah kepada para budak dan anak-anak (yang belum baligh) untuk
tidak masuk kepada ahli bait tanpa izin pada waktu-waktu tersebut,
karena dikhawatirkan ketika itu seorang suami sedang bersama istrinya
atau sedang melakukan hal lainnya.
Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "(Itulah) tiga
aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak pula atas mereka selain
dari (tiga waktu) itu". Maksudnya yaitu apabila mereka masuk selain
dari tiga waktu itu tanpa izin, maka tidak apa-apa atas kalian dan tidak
pula atas mereka apabila mereka melihat sesuatu selain dari tiga waktu
itu, karena telah diizinkan bagi mereka masuk tanpa izin dan karena
mereka banyak berinteraksi dengan kalian untuk melayani kalian atau yang
lainnya. [14]
Adapun bagi anak-anak yang telah baligh, maka mereka harus minta izin
setiap waktu apabila ingin masuk. Al Auza’i berkata dari Yahya bin
Katsir,”Apabila anak masih berumur empat tahun, maka dia meminta izin
kepada kedua orang tuanya dalam tiga waktu. Apabila mereka telah baligh
maka dia harus minta izin setiap waktu.[14]
Keharusan minta izin ini tidak hanya ketika akan masuk ke rumah orang
lain saja, akan tetapi juga ketika masuk ke rumah yang hanya dihuni oleh
ibu atau saudara perempuannya. Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dalam
Adabul Mufrad bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Hudzaifah, ”Apakah
aku harus minta izin kepada ibuku?”, maka dia menjawab,”Jika engkau
tidak minta izin kepadanya, engkau akan melihat apa yang engkau benci”
[15]
Imam Al Bukhari meriwayatkan pula tentang keharusan seorang laki-laki
minta izin kepada saudarinya. ‘Atha bertanya kepada Ibnu Abbas
Radhiyallahu 'anhu tentang meminta izin kepada saudara perempuan, maka
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata,” Ya,” Lalu aku ulangi lagi,”Dua
saudariku itu berada dalam pemeliharaanku, aku yang menjamin dan
menafkahi mereka, apakah aku harus izin?” Beliau menjawab,”Ya, apakah
engkau suka melihat saudarimu sedang telanjang?”, kemudian beliau
membaca, Al-Qur’an surat An Nuur ayat 58.
Kemudian Atha’ berkata,”Mereka diperintahkan minta izin kecuali pada
tiga waktu itu,”. Ibnu Abbas membaca, firman Allah yang artinya : "Dan
apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka
meinta izin, seperti orang-orang sebelum mereka minta izin. [An Nur :
59]
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata,”Minta izin hukumnya wajib”. Ibnu Juraij menambahkan,”Atas setiap manusia” [17]
9. Menanamkan Kejujuran.
Jujur adalah sikap terpuji yang wajib kita menanamkannya kepada
anak-anak kita. Allah berfirman, yang artinya : "Hai orang-orang yang
beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang
yang benar (jujur)". [At Taubah :9]
Ayat-ayat tentang hal ini sangat banyak, demikian pula hadits telah berulang menyitir akhlak terpuji ini.
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda.
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى
الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا وَإِنَّ
الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى
النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ
كَذَّابًا
"Sesungguhnya kejujuran menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan
menuntun kepada surga, dan sesungguhnya seseorang berkata jujur sehingga
dia menjadi orang yang jujjur. Dan sesungguhnya kedustaan menunjukkan
kepada kejahatan, sedangkan kejahatan mengantar kepada neraka, dan
sesungguhnya seseorang berkata dusta hingga ia tercatat di sisi Allah
sebagai pendusta" [18]
Berkata jujur adalah kemuliaan bagi anak-anak kita, dan hal ini tidak
akan tersealisasi kecuali dengan berkata jujur dalam segala urusan.
Jika seseorang biasa berdusta dia akan senantiasa dianggap pendusta di hadapan manusia meskipun dia berkata jujur.
10. Menanamkan Sifat Sabar
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya : "Sesungguhnya hanya
orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa hisab".[Az
Zumar :10]
Dan juga firmanNya Azza wa Jalla, yang artinya : "Hai orang-orang yang
beriman mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar". [Al Baqarah : 153]
Dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan Radhiyallahu 'anhu, dia berkata,”Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
عَجَبًا لأمْرِ المُؤْمِنِ إنَّ أمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ. وَ لَيْسَ
ذلِكَ إلاَّ للِمُؤْمِنِ إنْ أصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا
لَهُ وَ إنْ أصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
"Sungguh menakjubkan urusan orang yang beriman, sesunguhnya semua
urusannya adalah baik baginya, dan hal itu tidak terjadi kecuali bagi
orang yangberiman. Apabila dia diberi kesenangan maka dia bersyukur, dan
itu baik baginya. Dan apabila dia ditimpa kesusahan maka dia bersabar,
dan itupun baik baginya" [19]
11. Menyadarkan Mereka Tentang Berharganya Waktu
Sesungguhnya menjaga waktu akan menanamkan sifat menepati janji pada
waktunya, demikian pula harus diperhatikan untuk menyeleaaikan suatu
pekerjaan tepat pada waktunya. Oleh karena itu Allah menganjurkan kita
untuk menyusun jadwal kegiatan dan mengerjakannya pada waktu yang telah
direncanakan. Dan waktu sangat terbatas.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya : "Sesungguhnya shalat
itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman". [An Nisaa : 103]
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, ”Amal apa yang paling dicintai oleh Allah?” Beliau
menjawab,”shalat pada awal waktunya….” [20]
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengkhususkan masalah shalat karena shalat
dilakukan berulang lima kali sehari semalam. Apabila seseorang menjaga
shalatnya dan melaksanakannya pada awal waktunya, maka hal akan
menanamkan kedisiplinan dan pemanfaatan waktu. Dan agar dia akan
menjadikan waktu sehat dan luangnya sebagai kesempatan untuk melakukan
kebaikan, karena umur itu terbatas. Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu
berkata bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصَّحَّةُ وَ الفَرَاغُ
“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dengannya, yaitu kesehatan dan waktu luang” [21]
Para salafus shalih dan orang-orang yang meniti jalan mereka adalah
manusia yang paling ketat dan paling bersemangat dalam menjaga waktu,
yakni dengan memanfaatkan dan memenuhinya dengan berbagai kebaikan dan
hal-hal bermafaat.
12. Menanamkan Sifat Pemberani
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya : "Sesungguhnya Allah
telah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu
mereka membunuh atau terbunuh." [At Taubah : 111]
Dari Abu Aufa Radhiyallahu 'anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
وَ اعْلَمُوْا أنَّ الجَنَّةَ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوْفِ
"Dan ketahuilah bahwa surga di bawah naungan pedang" [22]
Ibnu Hajar berkata Al Qurtubi berkata,”Sabda Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam di atas termasuk ucapan yang indah, singkat tapi
padat, memiliki gaya bahasa nan indah, ringkas dan lafazhnya bagus.
(Ucapan) ini memberi faedah anjuran untuk berjihad, dan mengabarkan
pahalanya, serta anjuran untuk menghadapi musuh menggunakan pedang serta
bersatu ketika perang sehingga pedang menaungi orang-orang yang sedang
berperang” [23]
Ibnul Jauzi,” Maksudnya adalah surga dapat diraih dengan jihad”. [24]
Pada periode awal Islam, para ibu menjadi penolong dan pendorong
anak-anaknya agar memiliki sifat pemberani. Dalam sejarah kita mempunyai
contoh-contoh tentang hal itu. Sebutlah Abdullah bin Zubair bin Awwam,
ketika dia keluar untuk memerangi Hajjaj bin Yusuf, tidak ada bersamanya
dan tidak ada orang disekelilingnya kecuali sedikit orang. Ia mengadu
kepada ibunya Asma tentang ketidak pedulian manusia dan sikap diam
mereka terhadap Hajjaj sampai orang yang paling dekat denganya
sekalipun. Abdullah menanyakan pendapat ibunya. Lalu apakah yang
dikatakan oleh wanita yang berjiwa besar ini ? Apakah ia berkata kepada
putranya “Tinggalkanlah urusan ini” karena ia khawatir akan keselamatan
putranya yang merupakan darah dagingnya ? Yidak, demi Allah, bahkan ia
memompakan keberanian dan kesabaran sampai ia mati syahid.
Dengan keberanian dan jihad semacam inilah akan tegak berdiri daulah islamiah yang diharapkan, dengan izin Allah Azza wa Jalla.
13. Bersikap Adil Diantara Anak-Anak.
Dari Nu’man bin Basyir Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
اعْدِلُوا بَيْنَ أَبْنَائِكُمْ ،اعْدِلُوا بَيْنَ أَبْنَائِكُمْ ،اعْدِلُوا بَيْنَ أَبْنَائِكُمْ
"Bersikap adillah diantara ank-anakmu, adillah diantara anak-anakmu, adillah diantara anak-anakmu”[25]
Pada akhir dari pembahasan ini, ingin aku sitirkan firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala melalui lisan Luqman Al Hakim kepada anaknya sebagai
nasehat atas anak. "Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) menerjakan kebaikan dan cegahlah (mereka) dari perbuatan
mungkar dan bersabarlah terhadap apa-apa yang manimpamu. Sesungguhnya
yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Dan sederhanalah
kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesunguhnya seburk-buruk
suara adalah suara keledai". [Luqman : 17-19]
Saudariku muslimah, sesungguhnya anak-anak kita adalah amanah yang Allah
Azza wa Jalla titipkan kepada kita, dan Allah Azza wa Jalla akan
menanyakannya kepada kita apakah kita menjaganya atau menyia-nyiakannya.
Maka wajib atas kita untuk menjaga amanah ini, dengan keyakinan kita
sedang mendidik generasi muslim, kita persiapkan mereka agar menjadi
generasi kuat untuk menghadapi orang-orang yang menyimpangkan Al Kitab
dan Assunnah. (Salamah Ummu Ismail).
Wallahu waliyyut Taufiiq
(Ditejemahkan oleh Salamah Ummu Ismail dari buku berjudul Wajibatul
Mar’atil Muslimah ‘ala Dhou’il Kitab Was Sunnah hal.103-127 karya Ummu
‘Amr binti Ibrahim Badawi)
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
_______
Footnote
[1]. Husnul uswah hal.215
[2]. H.R Tirmidzi dan berkata hadits hasan shahih
[3]. H.R selain Tirmidzi
[4]. Sabrah yakni Ibnu Abdil Aziz bin Rabi’ bin Sabroh Al Juhani
[5]. Dikeluarkan oleh Abu dawud (494), Tirmidzi (407) dan dia
berkata,”Hasan shahih”. Ad Darimi (1/333), Ibnul Jarud (147), Ibnu
Khuzaimah (1002), Hakim (1/201) dan dia berkata,’ Sahih atas syarat
Muslim dan disepakati oelh Adz Dzahabi” Berkata Al Albani dalam Al Irwa’
(1/267),” Dan dalam apa-apa yag dikatakan keduanya perlu diteliti
karena Muslim hanya mengeluarkan satu hadits saja dari Abdul Malli ini
dalam hal mut’ah sebagai pendukung sebagaimana yang disebutkan oelh Al
Hafizh dan lainnya. Hadits ini sanad-sanadnya dha’if akan tetapi dia
mempunyai syahid yang menguatkannya kepada derajat shahih dari hadits
Ibnu Amr
[6]. H.R Al Bukhari (25) dan Muslim (1/200 Nawawi)
[7]. Al Muhalla (2/239)
[8]. H.R Al Bukhari (14) Muslim (2/15 Nawawi), Ibnu Majah (67), Ad
Darimi (2/307), Ahmad (3/77), Abdurrazzaq (2032), Ibnu Hazm dalam al
Muhalla (10/333)
[9]. H.R al Bukhari (5027), Abu dawud (1452), At Tirmidzi (2907-2908),
Ibnu Majah (211,212), ahmad (405,412, 413,500) Ath Thayalisi (1880) dan
Ad Darimi (2/437)
[10]. H.R Abu dawud (4607), Tirmidzi (2676) dan di berkata,” Hasan
shahih”, Ibnu Majah (42), Ad Darimi (1/44,45), Ahmad (4/126,127), Hakim
(1/97), Ibnu abdil bar dalam Jami’ul ilmi 92/17,172)
[11]. H.R Tirmidzi (96/3535), Nasai (1/83), Ibnu Majah (284), ad darimi
(1/101), ahmad (4/239,240), Ibnu Khuzaimah (17/193,196), Asy syafi’I
dalam al umm (1/34,35), Hakim (1/100), Ibnu Abdil bar dalam al jami’
91/32), Ibnu Hazm dalam Al muhalla (2/830, Ibnul Jarud 94), Humaidi
(881)
[12]. Beliau adalah salah seorang imam dari enam madzhab, beliau adalah
amirul mu’minin dalam hadits. Syu’bah, Ibnu Mubarak, Abu ‘Ashim, Ibu
mu’ayyan dan lebih dari satu ulama lainnya, berkata,”Sufyan adalah
amirul mu’minin dalam hadits” Ibnul Mubarak berkata,”Aku menulis dari
seribu seratus syaikh, tidaklah aku menulis yang lebih utama daripada
Suyan (At Tahdzib 4/112,113). Dikatakan pula bahwa Sufyana adalah
penduduk dunia yang paling faqih (Siyar Alamin Nubala)
[13]. ‘Audatul Hijab karya Muhammad Ismail (2/143) dinukil dari Al Imam Sufyan Ats Tsauri” karya Muhammad Abul fath Al Bayanuni
[14]. Tafsir ibnu katsir (3/303,304)
[15]. Tafsir ibnu katsir (3/303,304)
[16]. Al Adabul Mufrad (1060)
[17]. Al Adabul mufrad (1063)
[18]. H.R Al Bukhari (6094), Muslim (16/60 Nawawi), Abu Daud (4989) , Tirmidzi (1972) dan dia berkata,”Hasan Shahih”
[19]. H.R Muslim (18/125 Nawawi)
[20]. H.R Muslim (18/125 Nawawi)
[21]. H.R Al Buhaaari (527), Muslim (2/73 nawawi0, Tirmidzi (173) dan
dia berkata,”Hasan Shahih”, Nasaai (1/292), Ad Ddarimi (1/278), Ahmad
(1/409,410,439), Humaidi (103), Thabrani dalam Ash shagir (446), Al
Baihaqi dalamAl I’tiqad hal.42
[23]. Fathul Bari (6/33)
[24]. Fathul Bari (6/33)
[25]. H.R Abu Dawud 93544), Nasai (6,262), Ahmad (4/275,278,375)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar