ANAK ZINA MENJADI IMAM SHALAT?
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Prtanyaan
Assalamu`alaikum. Saya pernah mendengar bahwa anak di luar nikah tidak
boleh menjadi imam dalam shalat selagi ada orang lain yg bukan anak di
luar nikah yg mampu menjadi imam. Apa benar demikian? Jika benar atau
tidak benar apa dasar syar'inya. Atas penjelasannya saya ucapkan terima
kasih. Wassalamu`alaikum.
dari pembaca As-Sunnah di Binjai – Sumatra Utara. 62819730XXXX
Jawaban.
Sesungguhnya syari’at Islam telah menjelaskan dengan lengkap tentang
siapa yang lebih berhak menjadi imam di dalam shalat jama’ah,
sebagaimana dijelaskan di dalam hadits di bawah ini:
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الأََنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ
اللَّهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ
بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ
هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا
((سِنًّا)) وَلاَ يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلاَ
يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
Dari Abu Mas'ûd al-Anshâri, dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: "Yang (paling berhak) menjadi imam pada satu kaum
adalah yang paling banyak bacaannya (hafalannya) terhadap al-Qur'ân.
Jika mereka sama di dalam bacaan (hafalan), maka yang paling berilmu
terhadap Sunnah (Hadits). Jika mereka sama di dalam Sunnah, maka yang
paling dahulu berhijrah. Jika mereka sama di dalam hijrah, maka yang
paling dahulu masuk Islam (di dalam riwayat lain: yang paling tua
umurnya). Seorang laki-laki janganlah menjadi imam di dalam wilayah
kekuasaan laki-laki lain, dan janganlah dia duduk di atas
permadani/tempat duduk khususnya di dalam rumahnya, kecuali dengan
idzinnya". [HR. Muslim, no: 673; Abû Dâwud, no: 584; Ibnu Mâjah, no:
980; an-Nasâi, no: 780]
Inilah urutan orang yang berhak menjadi imam shalat. Pertama, orang yang
paling banyak hafalan al-Qur'ân; kedua, orang yang paling berilmu
terhadap Sunnah (Hadits; agama); ketiga, orang yang paling dahulu
berhijrah; keempat, orang yang paling dahulu masuk Islam, atau yang
paling tua umurnya.
Namun didahulukan orang yang paling banyak bacaannya (hafalannya)
terhadap al-Qur'ân dengan syarat dia memahami perkara-perkara yang harus
diketahui dalam urusan shalat. Jika dia tidak memahami hal itu, maka
dia tidak dimajukan sebagai imam dengan kesepakatan ulama’.[1]
Demikian juga urutan di atas berlaku jika tidak ada imam tetap. Jika
ada, maka imam tetap itu yang lebih berhak menjadi imam, berdasarkan
sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas "Seorang laki-laki
janganlah menjadi imam pada laki-laki lain di dalam kekuasaannya"
Adapun anggapan, anak yang lahir di luar nikah tidak berhak menjadi imam
shalat selama ada anak selainnya yang mampu menjadi imam, maka
–sepengetahuan kami- anggapan ini tidak ada dalilnya. Setelah
menjelaskan tentang kriteria yang berhak menjadi imam shalat sebagaimana
keterangan hadits di atas, syaikh 'Adil bin Yusuf Al-'Azzâz: berkata
“Adapun yang terdapat di dalam sebagian kitab-kitab fiqih, yang berupa
kriteria-kriteria yang lain, seperti perkataan mereka: (orang yang
paling berhak menjadi imam adalah) orang yang paling mulia, atau orang
yang paling tampan, atau orang yang paling taqwa, atau semacam itu, maka
hal itu tidak ada dalilnya”. [2]
MEMBAWA ANAK KECIL KE MASJID WAKTU SHALAT
Pertanyaan
Assalamu'alaikum, di Mushala dan di masjid ana banyak jama'ah yang
membawa anak 3-5 tahun. Ketika shalat mereka bercanda dan jalan-jalan di
depan orang shalat. Ini dapat mengganggu kekhusyu'kan orang yang sedang
shalat. Apakah ini dapat dibenarkan ?
Nurhakim, Cibitung – Bekasi
Jawaban.
Pada asalnya membawa anak kecil ke masjid pada waktu shalat dibolehkan.
Hal ini ditunjukkan oleh banyak hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam , antara lain:
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ اْلأَنْصَارِيِّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِي
الْعَاصِ وَهِيَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَاتِقِهِ فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا وَإِذَا
رَفَعَ مِنْ السُّجُودِ أَعَادَهَا
Dari Abû Qatâdah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: “Aku melihat Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami shalat orang banyak, sedangkan
Umâmah bintu Abil ‘Ash, putri Zainab putri Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, berada di atas pundak beliau. Jika beliau rukû’, beliau
meletakkannya, dan jika bangkit dari sujud beliau mengulanginya (yakni
menaruh cucunya di pundaknya lagi-red)”. [3]
Hadits ini nyata menunjukkan kebolehan membawa anak kecil ke masjid
ketika shalat. Namun yang harus diperhatikan, jangan sampai si anak
mengotori masjid, seperti ngompol atau semacamnya. Demikian juga jangan
sampai si anak mengganggu orang-orang yang sedang melakukan shalat.
Seperti berlari-lari di masjid, berteriak-teriak, membuat gaduh, dan
sebagainya.
Imam Mâlik rahimahullah meriwayatkan di dalam Muwaththa’ 1/80: “Bahwa
Nabi n keluar kepada orang banyak, ketika mereka sedang shalat dengan
mengeraskan suara bacaan mereka, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّ الْمُصَلِّيَ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلْيَنْظُرْ بِمَا يُنَاجِيْهِ بِهِ وَلاَ يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَي بَعْضٍ بِالْقُرْآنِ
Sesungguhnya orang yang shalat itu berbisik kepada Penguasanya, maka
hendaklah dia memperhatikan dengan apa yang bisikkan kepada-Nya. Dan
janganlah sebagian kamu mengeraskan (bacaan) al-Qur’ân atas yang lain.
[Dishahîhkan al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’ no:1951]
Bersuara keras ketika membaca al-Qur’ân sehingga mengganggu orang shalat
saja dilarang, maka bagaimana jika mengganggunya dengan teriakan,
kegaduhan, canda, dan sebagainya, tentu lebih terlarang. Memang anak
kecil itu tidak berdosa, tetapi orang tua yang membawanya yang salah.
Oleh karena itu orang tua yang akan membawa anak kecil ke masjid
hendaklah memperhatikan, apakah anaknya mengganggu orang shalat atau
tidak. Jika tidak, maka tidak mengapa mengajaknya; namun jika
mengganggu, hendaknya dia tidak membawanya. Wallâhu a’lam.
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
_______
Footnote
[1]. Lihat Fathul Bâri 2/171
[2]. Lihat Tamâmul Minnah, 1/292, karya beliau, penerbit. Muassasah Qurthûbah.
[3]. HR. Bukhâri, no. 516; Muslim, no. 543, dan ini lafazh imam Muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar