PERLUKAH HUKUMAN FISIK BAGI ANAK?
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
HUKUMAN DAN IMBALAN SEBAGAI METODE PENDIDIKAN
Permasalahan ini amat penting untuk diperhatikan, mengingat kondisi anak
didik yang tidak sama. Semestinya para orang tua dan pendidik
memperhatikan betul metode yang tepat bagi anak didiknya. Perbedaan
tingkat intelegensi, persepsi, usia serta tingkat emosi anak menuntut
perlakuan yang berbeda pula. Manakala si anak berbuat kesalahan,
penyimpangan, ataupun gagal mengerjakan tugasnya, tidak berarti saat itu
juga si anak harus dihukum dengan hukuman berat. Tidak selamanya
hukuman itu baik bagi anak. Tidak berarti pula kita membiarkan anak
larut dalam kesalahan tanpa ada upaya pengarahan. Ada tipe anak yang
sudah sadar akan kesalahannya hanya dengan pandangan tajam dari orang
tua ataupun gurunya. Ada pula tipe anak yang mudah diarahkan dengan
nasehat bijak. Dan ada pula tipe anak yang memang tidak bisa diluruskan
kecuali dengan hukuman.
Namun pada asalnya, Rasulullah menganjurkan kepada setiap muslim untuk
selalu mengedepankan sikap lemah lembut, terlebih pada anak- anak.
Dalam satu haditsnya Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
إنَّ الرِفْقَ لاَ يَكُوْنُ في شَيْءٍ إلاَّ زَانَهُ وَ مَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إلا شَانَهُ
“Sesungguhnya tidaklah kelemahlembutan ada pada sesuatu melainkan ia
akan menghiasinya, dan tidaklah kelemahlembutan tercabut dari sesuatu
kecuali akan menodainya” [1]
Juga sabda Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam yang lain.
مَنْ يُحْرَمُ الرِفْقَ يُحْرَمُ الخَيْرُ
“Barangsiapa yang diharamkan kelemahlembutan baginya, berarti ia telah diharamkan dari kebaikan” [2]
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda.
إنَهُ مَنْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنَ الرِفْقِ فَقَدْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنْ خَيْرِ الدُنْيَا وَ الآخِرَةِ
“Barangsiapa dianugerahi watak lemah lembut, sungguh berarti ia telah dianugerahi kebaikan dunia dan akhirat” [3]
Dan masih ada beberapa riwayat lain yang menegaskan keutamaan sikap lemah lembut.
Dalam satu riwayat Muslim, A’isyah Radhiyallahu 'anha menceritakan,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah memukul seorang
pun, baik wanita maupun pelayan, kecuali ketika Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam berjihad di jalan Allah.
Pendidik yang bijak tentu tidak bersandar kepada hukuman semata dalam
upaya meluruskan kesalahan anak. Akan tetapi hendaklah ia menempuh
metode-metode sugestif semacam pemberian hadiah ataupun nasehat yang
mampu memotivasi anak dalam kebaikan. Karena pada asalnya, anak-anak
lebih menyukai imbalan/hadiah ketimbang hukuman. Hadiah ataupun wejangan
lebih memberikan pengaruh positif pada jiwa anak. Sehingga dia lebih
terdorong untuk melakukan kebajikan. Berbeda dengan hukuman yang
biasanya memberikan efek negatif pada perkembangan mental dan emosi
anak, Apalagi jika hukuman terlalu sering diberikan. Si anak bisa saja
menjadi kebal hukuman serta tidak takut untuk melakukan kesalahan
ataupun penyimpangan.
Syaikh Jamil Zainu memaparkan beberapa cara guna memotifasi anak, diantaranya adalah:
1. Pujian Yang Indah Serta Do’a Yang Baik
Misalnya dengan mengucapkan kepada anak ahsanta (bagus kamu),
baarakallahu fiik (semoga Allah memberkahimu), waffaqakallahu (semoga
Allah memberikan taufik kepadamu) ataupun pujian serta doa lain. Seorang
pendidik yang baik, tentunya tidak segan-segan memuji anak didiknya
sewaktu anak melakukan kebaikan dan berhasil menunaikan tugas dan
kewajibannya dengan baik. Adapun kepada anak yang malas ataupun jelek
akhlaknya, sang pendidik sebaiknya mendo’akannya dengan do’a yang baik,
misalnya ucapan ashlahakallahu wa hadaaka (semoga Allah memperbaikimu
dan menunjukimu). Ucapan-ucapan lembut seperti di atas akan mendorong
semangat anak, sekaligus memberikan kesan yang baik pada jiwanya,
sehingga ia akan lebih mencintai pendidiknya. Di sisi lain,
teman-temannya juga akan termotivasi untuk meniru perbuatan baiknya agar
mendapatkan pujian serta do’a yang sama dari gurunya.
2. Imbalan Materi
Watak dasar seorang anak adalah senang bila mendapat hadiah atau imbalan
materi. Ini merupakan sisi yang bisa dimanfaatkan pendidik untuk
memotivasinya, sejalan dengan kecenderungan manusiawinya yang suka
apabila upaya dan jerih payahnya dihargai. Imbalan materi tersebut
tidaklah harus berupa barang mahal. Hadiah sederhana sudah cukup membuat
semangat anak tergugah untuk melakukan perbuatan baik sesuai dengan
harapan pendidiknya.
3. Wasiat Kepada Keluarga Murid.
Metode ini bisa dilakukan oleh guru kepada orang tua anak didiknya, baik
dengan bahasa lisan ataupun tulisan. Hal ini akan mendorong keluarga
anak untuk semakin memperhatikannya dan memperlakukannya dengan baik.
Bersamaan dengan itu, si anak juga akan semakin terpacu untuk maju dan
bertingkah laku baik.
4. Pendekatan Persuasif
Sebagian orang tua atau pendidik, mungkin pernah menjumpai anak yang
sulit memahami pelajaran. Pada kondisi demikian tidak selayaknya
pendidik tergesa mengecap dan mengklaim si anak sebagai anak bodoh
ataupun malas. Metode yang tepat adalah dengan melakukan pendekatan
kepada si anak. Bertanya dengan lemah lembut tentang permasalahannya,
dengan harapan agar anak mau berbagi kepada sang guru, serta berani
mengungkapkan problematika yang dihadapinya. Dengan demikian sang guru
bisa memahami latar belakang serta sebab-sebab yang menghambat pemahaman
anak terhadap materi pelajaran, sekaligus membantu memberikan solusi
agar anak kembali bersemangat. Adalah satu hal yang sangat bijak jika
sang pendidik memberikan kesempatan pada setiap anak didiknya untuk
memperbaiki diri dari kesalahan-kesalahan yang mungkin belum sepenuhnya
ia fahami. Betapa banyak anak didik yang bersemangat hingga berhasil
karena mendapat wejangan gurunya, padahal sebelumnya mereka merasa
pesimis karena berbagai faktor yang membebaninya.
HUKUMAN, ANTARA MANFAAT DAN BAHAYANYA.
Dalam syari’at islam, hukuman atau ‘uqubah dikonotasikan sebagai
penegakan ketentuan-ketentuan Allah (hudud), karena di dalamnya terdapat
sanksi tegas dan keras serta efektif dalam mencegah terjadinya beragam
kemaksiatan. Sejalan dengan kesempurnaan hikmahNya. Berkaca pada ajaran
islam, sewajibnya bagi setiap pendidik untuk selalu mengingat tujuan
dari adanya hukuman, yakni meluruskan kesalahan agar sang anak kembali
dan bertaubat dari perbuatan salahnya. Karena hukuman, terlebih lagi
hukuman fisik, merupakan langkah terakhir yang ditempuh dalam
memperbaiki satu kesalahan. Hukuman ini diberikan ketika nasehat ataupun
ancaman sudah tidak mempan lagi bagi anak. Sedapat mungkin seorang
pendidik menghindari bentuk hukuman fisik pada anak didiknya, mengingat
bahaya yang mungkin ditimbulkan, antara lain:
1. Timbulnya cacat fisik pada anak didik yang dipukul.
2. Membekasnya hukuman tersebut pada jiwa anak, hingga mempengaruhi
kondisi psikis dan emosinya. Mungkin saja ia akan meniru hal serupa dari
gurunya dan melampiaskannya kepada temannya.
3. Hilangnya sikap saling menghargai antara guru dan anak didik. Bahkan mungkin menimbulkan kebencian diantara keduanya.
4. Terhambatnya pemahaman anak terhadap pelajaran.
5. Serta bahaya-bahaya lain yang tentunya merugikan semuanya, baik pendidik, murid juga keluarga keduanya.
HUKUMAN YANG TERLARANG
1. Memukul muka
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
إذَا قَتَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْتَنِبِ الوَجْهَ
"Jika salah seorang diantara kalian berkelahi maka hindarilah memukul wajah" [4]
Dan juga sabda Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam yang lain.
إَذَ ضَرَبَ أَحَدُكُمْ خَادِمَهُ فَلْيَتَّقِ الوَجْهَ
"Apabila salah seorang diantara kalian memukul pelayannya, maka janganlah memukul wajahnya" [5]
2. Kekerasan Yang Berlebihan
Seorang pendidik hendaknya berhati-hati ketika menghukum anak agar ia
tidak menyesal dikemudian hari karena tindakan kasarnya terhadap murid.
Kekerasan bukanlah satu simbol kekuatan ataupun kehebatan seseorang.
Simaklah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut.
لَيْسَ الشَدِيْدُ بالِصُرْعَةِ، إنَّمَا الشَدِيْدُ الَذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ
"Bukanlah orang yang kuat itu adalah orang yang menang dalam bergulat,
akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya
ketika marah”[6]
Guru yang terlalu keras akan dijuluki oleh murid-muridnya sebagai guru
galak atau guru zhalim. Cukuplah hal ini sebagai aib bagi pendidik.
3. Marah Besar
Biasanya hal ini terlahir dari pendidik yang kurang bisa mengontrol
emosinya. Seharusnya pendidik dan orang tua mampu mengesampingkan ego
manusiawinya serta tidak mengedepankan amarah ketika kata-katanya tidak
dipatuhi anak. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan satu
do’a ketika kita marah.
إذَا غَضَبَ أحَدُكُمْ فَقَالَ: أعُوْذُ بِالله، سَكَنَ غَضَبُهُ
"Jika salah seorang diantara kalian marah, kemudian ia mengucapkan: Aku
berllindung kepada Allah, niscaya kemarahannya akan reda"[7]
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda.
وَ إذَا غَضَبَ أحَدُكُمْ وَ هُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الغَضَبُ وَ إِلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ
"Dan apabila salah seorang kalian marah sedangkan ia dalam keadaan
berdiri, hendaklah ia duduk, niscaya kemarahannya akan lenyap. Jika
tidak lenyap maka hendaklah ia berbaring" [8]
4. Memukul Ketika Marah
Abu Mas’ud bercerita,” Pernah ketika aku memukul budak saya dengan
cemeti, aku mendengar suara dari belakang yang berkata,”Ketahuilah wahai
Abu Mas’ud”, namun aku tidak mengenali suara tersebut karena sedang
marah”. Kemudian Abu Mas’ud melanjutkan perkataanya,” Ketika orang
tersebut mendekat tenyata Rasulullah, Beliau bersabda lagi,”Ketahuilah
hai Abu Mas’ud, ketahuilah hai Abu Mas’ud”!
Abu Mas’ud berkata lagi,”Maka kulepaskan cemetiku”. Lantas Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Ketahuilah hai Abu Mas’ud,
sesungguhnya Allah lebih kuasa untuk berbuat demikian atas dirimu
daripada apa yang engkau perbuat atas budak ini.” Maka aku menjawab,”
Aku tidak akan memukul seorang budak pun setelah ini selama-lamanya" [9]
5. Berkata Buruk
Seorang pendidik harus menjauhi kata-kata buruk ataupun hinaan kepada
anak didiknya. Misalnya ucapan “setan kamu” atau “laknat kamu” juga
kata-kata yang bersifat celaan kepada murid. Ucapan-ucapan semacam itu
sangat tidak pantas keluar dari lisan seorang pendidik, sebab akan
melukai perasaan murid, menghilangkan kepercayaan dirinya, membuatnya
semakin menjauh dari guru serta tidak tertarik untuk mengikuti
pelajaran. Lebih jauh lagi akibatnya adalah murid akan meniru ucapan
gurunya tersebut dan melontarkannya kepada temannya atau pun saudaranya.
Tanggung jawab ini tentu akan kembali kepada guru yang telah
mengajarkan kata-kata buruk tadi kepada anak didiknya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
…وَ مَنْ سَنَّ في الإسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهُ وَ
وِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ
أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا
"…dan barangsiapa yang mencontohkan contoh kejelekan dalam islam, maka
ia akan menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang meniru
perbuatannya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun" [10]
HUKUMAN EDUKATIF YANG BERMANFAAT
Ada beberapa jenis hukuman yang bersifat mendidik, yang baik dilakukan
oleh seorang pendidik terhadap murid yang melakukan pelanggaran dan
penyimpangan. Kami tegaskan lagi, tujuan menghukum anak yang berbuat
salah adalah agar ia menyadari kesalahannya serta tidak mengulangi
kesalahan serupa. Penekanan hukuman adalah pada sisi edukatif guna
membentuk pribadi anak yang selalu bertanggung jawab atas setiap
perbuatannya
Jadi hukuman bukan semata ajang pelampiasan amarah guru untuk menyakiti
si anak ataupun untuk menunujukkan kekuasaanya sebagai guru.
Diantara hukuman yang bersifat mendidik adalah:
1. Memperlihatkan wajah masam untuk menunjukkan ketidak sukaan guru
terhadap pelanggaran muridnya. Dengan demikian si murid menyadari
perubahan raut wajah gurunya dan berusaha mengoreksi diri dari kesalahan
yang tidak disukai gurunya.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: حَشَوْتُ وِسَدَةً لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه و
سلم فِيْهَا تَمَاثِيْلُ كَأَنَّهَا نُمْرُقَة فَقَامَ بَينَ البَابَيْنِ،
وَ جَعَلَ يَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ، فَقُلْتُ: ما لَنَا يَا رَسُولَ
الله؟[أَتُوْبُ إلى الله مِمَّا أَذْنَبْتُ]، قَالَ: مَا بَالُ هذه
الوِسَادَةِ؟ قَالَتْ: قُلْتُ: وِسِادَة جَعَلْتُهَا لَكَ لِتَضْجِعَ
عَلَيْهَا، قَالَ: أَمَا عَلِمْتِ أَنَّ مَنْ صَنَعَ الصُوَرَ يُعَذَّبُ
يَوْمَ القِيَامَةِ، فَيُقَالُ: أحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ؟!
"Dari A’isyah ia berkata,” Aku membuat sebuah bantal untuk Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam di dalamnya terdapat gambar, lalu Beliau
berdiri diambang pintu dan raut wajah Beliau berubah, aku berkata,” Ada
apa ya Rasulullah? (Aku bertaubat kepada Allah atas dosa yang
kukerjakan)”. Beliau bertanya,” Ada dengan bantal ini?” Aku menjawab,”
Itu adalah bantal yang kubuat untukmu agar engkau bisa bersandar
padanya,” Beliau berkata,” Tidakkah engkau tahu bahwa orang yang membuat
gambar (makhluk hidup) akan disiksa pad hari kiamat nanti seraya
dikatakan kepada mereka,”hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan?!"
[11]
2. Menghajr yaitu mengisolir anak dengan tidak mengajaknya berbicara
serta berpaling darinya selama beberapa waktu, dengan catatan tidak
boleh dari tiga hari. Karena ada larangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam.
عَنْ أبِي أَيُّوْب رضي الله عنه أنَّ رَسُوْلَ الله قَال لاَ يَحِلُّ
لِمُسْلِمٍ أنْ يَهْجُرَ أخَاه فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ، يَلْتَقِيَانِ
فَيُعْرِضُ هذا و يُعْرِضُ هذا، وَخَيْرُهُمَا الذي يَبْدَأُ بِالسَلاَم
"Dari Abu Ayyub bahwasanya Rasulullah bersabda,” Tidak halal bagi
seorang muslim menghajr saudaranya lebih dai tiga hari, keduanya saling
berpaling ketika bertemu, dan yang terbaik dari keduanya adalah yang
memulai mengucapkan salam" [12]
3. Perkataan Pedas.
Seorang pendidik perlu mengeluarkan kata-kata pedas kepada anak yang
melakukan dosa besar, apabila nasehat serta bimbingan sudah tidak
berpengaruh lagi.
4. Menggantungkan Cambuk Di Dinding Rumah.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
عَلِّقُوا السَوْطَ حَيْثُ يَرَاهُ أَهْلُ البَيْتِ، فَإِنَّهُ أدَبٌ لَهُمْ
"Gantungkanlah cambuk di tempat yang bisa dilihat oleh anggota keluarga.
Sesungguhnya itu akan menjadi pengajaran bagi mereka" [13]
Berkenaan dengan hadis di atas, Ibnu Al Anbari berkata, cambuk tersebut
tidak dimaksudkan untuk memukul atau mecambuk mereka (penghuni rumah),
sebab Nabi tidak pernah memerintah siapapun untuk memukul dengan cambuk
tersebut. Yang Beliau maksudkan adalah janganlah kamu (para orangtua)
meninggalkan pengajaran terhadap mereka. Adapun sabda Nabi “Sesungguhnya
itu akan menjadi pengajaran bagi mereka” , maksudnya cambuk tersebut
akan menjadi pendorong bagi mereka untuk berakhlak dengan akhlak mulia
dan bertingkah laku terhormat”[14]
5. Pukulan Ringan
Pukulan merupakan cara terakhir yang ditempuh jika cara-cara di atas
tidak berhasil menyadarkan anak dari kesalahannya. Sebagaimana firman
Allah yang memuat tahapan sanksi bagi istri yang durhaka kepada
suaminya. Allah berfirman.
وَالاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي
الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُوا
عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka
dan pisahkan mereka di tempat mereka serta pukullah mereka. Kemudian
jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar". [An
Nisaa’: 34]
Wallahu waliyyut taufiq
Amatullah
Diangkat dari kitab Nidaa’ ilal Murabbiyyin Wal Murabbiyyat karya Syaikh
jamil Zainu dan kitab Fiqhut Tarbiyyatil Abna karya Syaikh Musthafa Al
‘Adawi
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
_______
Footnote
[1]. H.R Muslim
[2]. H.R Muslim
[3]. H.R Ahmad dalam Al Musnad 6/159, lihat juga Sunan At Tirmidzi hadits no. 2013
[4]. H.R Muslim
[5]. Hadits hasan, lihat Shahihul Jami’ 187
[6]. Muttafaqqun ‘alaih
[7]. Lihat Shahihul Jami, hadits no. 1708
[8]. Hadits shahih, lihat Shahihul Jami’ hadits no. 707
[9]. H.R Muslim no. 1659
[10]. H.R Muslim dan yang selainnya
[11]. H.R Al Bukhari (2/11 dan 4/105) dan Abu Bakr Asy Syafi’i dalam Al Fawaid 6/68
[12]. H.R Al Bukhari dan Muslim
[13]. Hadits yang dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’
[14]. Al Manawi menyebutkannya dalam Faidhul Qadiir 4/325
Tidak ada komentar:
Posting Komentar