HARI PERTAMA DARI KELAHIRAN ANAK
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
SUNNAHNYA TAHNIK
Pengertian tahnik secara bahasa dan syr’i adalah mengunyah sesuatu dan
meletakkanya di mulut bayi. Maka dikatakan engkau mentahnik bayi, jika
engkau mengunyah kurma kemudian menggosokkannya di langit-langit mulut
bayi
Dianjurkan agar yang melakukan tahnik adalah orang yang memiliki
keutamaan, dikenal sebagai orang yang baik dan berilmu. Dan hendaklah ia
mendo’akan kebaikan (barakah) bagi bayi tersebut.
Dalil tentang tahnik ini disebutkan dalam beberapa hadits di antaranya.
Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata.
“Artinya : Lahir seorang anakku maka aku membawanya ke hadapan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau memberinya nama Ibrahim.
Beliau mentahniknya dengan kurma dan mendo’akan barakah untuknya.
Kemudian beliau menyerahkan bayi itu kepadaku” [1]
Dari Asma binti Abi Bakar Ash-Shiddiq ketika ia sedang mengandung Abdullah bin Az-Zubair di Makkah, ia berkata.
“Artinya : Aku keluar dalam keadaan hamil menuju kota Madinah. Dalam
perjalanan aku singggah di Quba dan di sana aku melahirkan. Kemudian aku
mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meletakkan
anakku di pangkuan beliau. Beliau meminta kurma lalu mengunyahnya dan
meludahkannya ke mulut bayi itu, maka yang pertama kali masuk ke
kerongkongannya adalah ludah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah itu beliau mentahniknya denan kurma dan mendo’akan barakah
baginya. Lalu Allah memberikan barakah kepadanya (bayi tersebut)” [2]
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : “Aku pergi membawa
Abdullah bin Abi Thalhah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika ia baru dilahirkan. Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang ketika itu sedang mencat seekor untanya dengan ter. Beliau
bersabda
kepadaku “Adakah kurma bersamamu?”
Aku jawab, “Ya (ada)”
Beliau lalu mengambil bebeberapa kurma dan memasukkannya ke dalam mulut
beliau, lalu mengunyahnya sampai lumat. Kemudian beliau mentahniknya,
maka bayi itu membuka mulutnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kemudian memasukkan kurma yang masih tersisa di mulut beliau ke maulut
bayi tersebut, maka mulailah bayi itu menggerak-gerakan ujung lidahnya
(merasakan kurma tersebut). Melihat hal itu Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Kesukaan orang Anshar adalah kurma”.
Lalu beliau menamakannya Abdullah” [3]
Hadits-hadits di atas kiranya cukup untuk menerangkan sunnahnya tahnik
ini dan kiranya cukup untuk menghasung kita bersegera melaksanakannya.
Berkata Imam Nawawi dalam Syarhu Muslim (14/372) : “Dalam hadits-hadits
ini ada faidah, di antaranya : dianjurkan mentahnik anak yang baru
lahir, dan ini merupakan sunnah dengan ijma’. Hendaknya yang mentahnik
adalah orang yang shalih dari kalangan laki-laki atau wanita. Tahnik
dilakukan dengan kurma dan ini mustahab, namun andai ada yang mentahnik
dengan selain kurma maka telah terjadi perbuatan tahnik, akan tetapi
tahnik dengan kurma lebih utama. Faidah lain diantaranya menyerahkan
pemberian nama untuk anak kepada orang yang shalih, maka ia memilihkan
untuk si anak nama yang ia senangi” [Dinukil dengan sedikit perubahan]
Akan tetapi tidak ada diriwayatkan dari sunnah kecuali tahnik denan
kurma sebagaimana telah lewat penyebutannya tentang tahnik Ibrahim bin
Abi Musa, Abdullah bin Az-Zubair dan Abdullah bin Abu Thalhah, maka
tidak pantas mengambil yang lain.
HIKMAH TAKNIK
Ulama telah berbicara tantang hikmah yang terkandung dalam tahnik dan
ada beberapa pendapat yang mereka sebutkan dan mereka berselisih
(berbeda pendapat tentang hikmahnya). Namun tidak ada satu pun dari
mereka yang memiliki sandaran dalil syar’i.
Berkata Imam Al-Aini dalam Umdatul Qari : “Bila engkau bertanya apa
hikmah tahnik? Aku jawab : Berkata sebagian mereka : Tahnik dilakukan
sebagai latihan makan bagi bayi hingga ia kuat. Sungguh aneh ucapan ini
dan betapa lemahnya … dimana letaknya waktu makan bagi bayi dibanding
waktu tahnik yang dilakukan ketika anak baru dilahirkan, sedangkan
secara umum anak baru dapat makan-makanan setelah berusia kurang lebih
dua tahun.
Sebenarnya hikmah tahnik adalah untuk pengharapan kebaikan bagi si anak
dengan keimanan, karena kurma adalah buah dari pohon yang disamakan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan seorang mukmin dan juga
karena manisnya. Lebih-lebih bila yang mentahnik itu seorang yang
memiliki keutamaan, ulama dan orang shalih, karena ia memasukkan air
ludahnya ke dalam kerongkongan bayi. Tidaklah engkau lihat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala mentahnik Abdullah bin Az-Zubair,
dengan barakah air ludah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Abdullah
telah menghimpun keutamaan dan kesempurnaan yang tidak dapat
digambarkan. Dia seorang pembaca Al-Qur’an, orang yang menjaga kemuliaan
diri dalam Islam dan terdepan dalam kebaikan.[4]
Kami katakan : Ini adalah ludahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam adapun selain beliau maka tidak boleh bertabarruk dengan air
ludahnya.
Ilmu kedokteran telah menetapkan faedah yang besar dari tahnik ini,
yaitu memindahkan sebagian mikroba dalam usus untuk membantu pencernaan
makanan. Namun sama saja, apakah yang disebutkan oleh ilmu kedokteran
ini benar atau tidak benar, yang jelas tahnik adalah sunnah mustahab
yang pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, inilah
pegangan kita bukan yang lainnya dan tidak ada nash yang menerangkan
hikmahnya. Maka Allah lah yang lebih tahu hikmahnya.
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
__________
Foote Note
[1]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (5467 Fathul Bari) Muslim (2145
Nawawi), Ahmad (4/399), Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (9/305) dan Asy-Syu’ab
karya beliau (8621, 8622)
[2]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (5469 Fathul Bari), Muslim (2146, 2148 Nawawi), Ahmad (6247) dan At-Tirmidzi (3826)
[3]. Dikeluarkan oleh Al-bukhari (5470 Fathul Bari), Muslim (2144
Nawawi), Abu Daud (4951), Ahmad (3/105-106) dan lafadh ini menurut
riwayat Ahmad dan diriwayatkan juga oleh Al-baihaqi dalam Asy-Syu’ab
(8631)
[4]. Umdatul Qari bi Syarhi Shahih Al-Bukhari (21/84) oleh Al-Aini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar