HUKUM KHITAN
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag
Yang paling rajih hukum khitan adalah wajib, ini yang ditujukkan oleh
dalil-dalil dan mayoritas pendapat ulama. Perintah Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam telah tsabit terhadap seorang laki-laki yang telah
ber-Islam untuk berkhitan. Beliau bersabda kepadanya :
أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفِرِ وَاخْتَتِنْ
Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah".
Ini merupakan dalil yang paling kuat atas wajibnya khitan.
Berkata Syaikh Al-Albani dalam 'Tamamul Minnah hal 69 :
"Adapun hukum khitan maka yang tepat menurut kami adalah wajib dan ini
merupakan pendapatnya jumhur seperti Imam Malik, Asy-Syafi'i, Ahmad dan
pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu Qayyim. Beliau membawakan 15 sisi
pendalilan yang menunjukkan wajibnya khitan. Walaupun satu persatu dari
sisi tersebut tidak dapat mengangkat perkara khitan kepada hukum wajib
namun tidak diragukan bahwa pengumpulan sisi-sisi tersebut dapat
mengangkatnya. Karena tidak cukup tempat untuk menyebutkan semua sisi
tersebut maka aku cukupkan dua sisi saja :
1. Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Kemudian Kami wahyukan kepadamu ; 'Ikutilah millahnya Ibrahim yang hanif" [An-Nahl : 123]
Khitan termasuk millah Ibrahim sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu
Hurairah yang telah lalu. Sisi ini merupakan hujjah yang terbaik
sebagaimana kata Al-Baihaqi yang dinukil oleh Al-Hafidzh (10/281).
2. Khitan termasuk syi'ar Islam yang paling jelas, yang dibedakan dengan
seorang muslim dari seorang nashrani. Hampir-hampir tidak dijumpai dari
kaum muslimin yang tidak berkhitan" [selesai ucapan Syaikh]"
Kami tambahkan sisi ke tiga yang menunjukkan wajibnya khitan. Al-Hafizh
menyebutkan sisi ini dalam 'Fathul Baari (10/417)' dari Imam Abu Bakar
Ibnul Arabi ketika ia berbicara tentang hadits : "Fithrah itu ada lima ;
khitan, mencukur rambut kemaluan ....". Ia berkata :
"Menurutku kelima perkara yang disebutkan dalam hadits ini semuanya
wajib. Karena seseorang jika ia meninggalkan lima perkara tersebut tidak
tampak padanya gambaran bentuk anak Adam (manusia), lalu bagaimana ia
digolongkan dari kaum muslimin" (Selesai ucapan Al-Imam)"
Hukum khitan ini umum bagi laki-laki dan wanita, hanya saja ada sebagian
wanita yang tidak ada pada mereka bagian yang bisa dipotong ketika
khitan yaitu apa yang diistilahkan klitoris (kelentit). Kalau demikian
keadaannya maka tidak dapat dinalar bila kita memerintah mereka untuk
memotongnya padahal tidak ada pada mereka.
Berkata Ibnul Hajj dalam Al-Madkhal (3/396) :
"Khitan diperselisihkan pada wanita, apakah mereka dikhitan secara
mutlak atau dibedakan antara penduduk Masyriq (timur) dan Maghrib
(barat). Maka penduduk Masyriq diperintah untuk khitan karena pada
wanita mereka ada bagian yang bisa dipotong ketika khitan, sedangkan
penduduk Maghrib tidak diperintah khitan karena tidak ada bagian
tersebut pada wanita mereka. Jadi hal ini kembali pada kandungan ta'lil
(sebab/alasan)".
DISYARIATKANNYA KHITAN BAGI WANITA
KHITAN
Telah tsabit masalah khitan dalam sunnah yang suci dalam beberapa hadits di antaranya :
1. Abu Haurairah Radhiyallahu 'anhu berkata : 'Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
الْفِرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَاْلاِسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّرِبِ وَتَقْلِيمُ اْلأَضْفَارِ وَنَتْفُ اْلآبَاطِ
"Artinya : Fithrah itu ada lima : Khitan, Mencukur bulu kemaluan,
Memotong kumis, Menggunting kuku dan Mencabut bulu ketiak" [Dikeluarkan
oleh Al-Bukhari (6297 - Fathul Bari), Muslim (3/257 - Nawawi), Malik
dalam Al-Muwatha (1927), Abu Daud (4198), At-Tirmidzi (2756), An-Nasa'i
(1/14-15), Ibnu Majah (292), Ahmad dalam Al-Musnad (2/229) dan
Al-Baihaqi (8/323)]
2. Dari Utsaim bin Kulaib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya
kakeknya datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata.
"Aku telah masuk Islam". Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda kepadanya.
قَدْ أَسْلَمْتُ فَقَالَ لَهُ النَِّبيُ صَلَّى اللهٌ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفِرِ وَاخْتَتِنْ
"Artinya : Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah" [Hasan,
Dikeluarkan Abu Daud (356), Ahmad (3/415) dan Al-Baihaqi (1/172).
Berkata Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa' (79) : Hadits ini hasan karena
memiliki dua syahid, salah satunya dari Qatadah Abu Hisyam dan yang
lainnya dari Watsilah bin Asqa'. Aku telah berbicara tentang kedua
hadits ini dan aku terangkan pendalilan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
dengannya dalam Shahih Sunan Abi Daud nomor (1383)]
3. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahawasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
إِلْخَتَتَنَ إِبْرَاهِيْمُ خَلِيْلُ الرَّحْمَانِ بَعْدَ ماَ أَتَتْ عَلَيْهِ ثَمَانُوْنَ سَنَةً
"Artinya : Nabi Ibrahim berkhitan setelah beliau berusia 80 tahun"
[Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (6298 - Fathul Bari), Muslim (2370),
Al-Baihaqi (8/325), Ahmad (2/322-418) dan ini lafadz beliau]
Dalam hadits-hadits di atas ada keterangan masyru'nya khitan dan orang
dewasa jika beluam dikhitan juga diperintahkan melakukannya.
DISYARI'ATKANNYA KHITAN BAGI WANITA
Dalam hal ini ada beberapa hadits, di antaranya.
1. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ummu Athiyah (wanita tukang khitan):
أُخْفُضِي وَلَا تُنْهِكِي فَإِنَّهُ أَنْضَرُ لِلْوَجْهِ أَحْضَى لِلْزَوْجِ
"Artinya : Khitanlah dan jangan dihabiskan (jangan berlebih-lebihan
dalam memotong bagian yang dikhitan) karena yang demikian lebih
cemerlang bagi wajah dan lebih menyenangkan (memberi semangat) bagi
suami" [Shahih, Dikeluarkan oleh Abu Daud (5271), Al-Hakim (3/525), Ibnu
Ady dalam Al-Kamil (3/1083) dan Al-Khatib dalam Tarikhnya 12/291)]
2. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
إذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
"Artinya : Bila telah bertemu dua khitan (khitan laki-laki dan wanita
dalam jima'-pent) maka sungguh telah wajib mandi (junub)" [Shahih,
Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (108-109), Asy-Syafi'i (1/38), Ibnu Majah
(608), Ahmad (6/161), Abdurrazaq (1/245-246) dan Ibnu Hibban (1173-1174 -
Al Ihsan)]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menisbatkan khitan pada wanita, maka
ini merupakan dalil disyariatkan juga khitan bagi wanita.
3. Riwayat Aisyah Radhiyallahu 'anha secara marfu'.
اِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا اْلأَرْبَعِ وَمَسَّ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْخُسْلُ
"Artinya : Jika seorang lelaki telah duduk di antara cabang wanita yang
empat (kinayah dari jima, -pent) dan khitan yang satu telah menyentuh
khitan yang lain maka telah wajib mandi (junub)" [Dikeluarkan oleh
Al-Bukhari (1/291 - Fathul Bari), Muslim (249 - Nawawi), Abu Awanah
(1/269), Abdurrazaq (939-940), Ibnu Abi Syaibah (1/85) dan Al-Baihaqi
(1/164)]
Hadits ini juga mengisyaratkan dua tempat khitan yang ada pada lelaki
dan wanita, maka ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan.
Berkata Imam Ahmad : "Dalam hadits ini ada dalil bahwa para wanita dikhitan" [Tuhfatul Wadud].
Hendaklah diketahui bahwa pengkhitanan wanita adalah perkara yang ma'ruf
(dikenal) di kalangan salaf. Siapa yang ingin mendapat tambahan
kejelasan maka silahkan melihat 'Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah (2/353)
karena di sana Syaikh Al-Albani -semoga Allah memberi pahala pada
beliau- telah menyebutkan hadits-hadits yang banyak dan atsar-atsar yang
ada dalam permasalahan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar