BAGAIMANA HUKUM MENGAJAK ANAK-ANAK KE MASJID
https://www.facebook.com/aang.muttaqin, Oleh :ir aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag,
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sebagian orang membawa
anak-anaknya yang belum mumayyiz ke masjid, mereka belum bisa
mengerjakan shalat dengan baik. Mereka berdiri berbaris bersama jama’ah.
Namun sebagian anak bermain-main dan mengganggu orang sekitarnya.
Bagaimana hukumnya hal tersebut? Apa nasihat Syaikh kepada orang tua
anak-anak tersebut ?
Jawaban
Menurut hemat saya, membawa anak-anak yang akan mengganggu jama’ah
shalat tidak boleh. Karena hanya akan menyakiti jama’ah yang sedang
menunaikan kewajiban dari Allah. Nabi Shallallahu ‘alaiahi was sallam
pernah mendengar beberapa sahabat yang sedang shalat, bersuara keras
dalam qiro’ah maka beliau bersabda.
“Artinya : Janganlah sebagian kalian bersuara melebihi orang lain dalam membaca ayat”
Dalam hadits lain, “Janganlah sebagian kalian mengganggu lainnya”.
Jadi, segala sesuatu yang dapat mengganggu jama’ah shalat tidak boleh dilakukan oleh siapapun
Nasihat saya kepada orang tua, sebaiknya tidak menyertakan anak-anak ke
masjid, hendaklah mereka berpegang pada petunjuk Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Perintahkanlah anak-anak kalian mengerjakan shalat sewaktu
berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya
sewaktu umur sepuluh tahun”.
Demikian juga saya pesan kepada pengurus masjid agar berlapang dada dan
tidak menghalangi anak-anak dataig ke masjid sepanjang diperbolehkan
oleh syari’at. Dan tidak mengusir mereka dari tempatnya, karena siapa
saja yang lebih dahulu mengambil tempat, maka dialah yang paling berhak
mendapatkannya, baik anak-anak atau orang dewasa. Karena itu, mengusir
anak-anak dari tempat shalat mereka mengandung unsur.
[1]. Perampasan hak, karena siapapun yang mendahului orang lain dari
kalangan muslimin, maka dia orang yang paling berhak meraihnya.
[2]. Menyebabkan trauma pada anak untuk kembali mendatangi masjid.
[3]. Akan menanamkan rasa dengki anak terhadap orang yang mengusirnya dari tempatnya semula.
[4]. Anak-anak akan berkumpul menjadi satu, sehingga terjadilah
permainan di antara mereka dan menyebabkan gangguan terhadap jama’ah
yang sebenarnya hal itu tidak akan terjadi manakala anak-anak berbaris
dalam shaf orang-orang dewasa.
Adapun pendapat yang disebutkan oleh sebagian ulama, bahwa anak kecil
boleh dipindahkan dari tempatnya semula sehingga berada di ujung shaf
atau di shaf paling akhir, dengan dalil bahwa Nabi pernah bersabda.
“Artinya : Hendaknya berada didekatku, orang-orang dewasa dan berakal”
Adalah pendapat marjuh (lemah) yang bertentangan dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain.
“Artinya : Barangsiapa lebih dulu mendapatkan sesuatu yang belum ada
seorangpun yang mendahuluinya maka dialah orang yang paling berhak
mendapatkkannya”
Dan istidlal (penggunaan dalil) mereka dengan sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam : “Hendaknya berada didekatku, orang-orang dewasa dan
berakal”, dalam masalah ini tidak tepat.
Karena kandungan hadits ini adalah anjuran kepada orang-orang dewasa dan
berakal agar maju mendekati Nabi. Mereka adalah orang-orang yang lebih
faham terhadap seluk beluk shalat daripada anak kecil. Dan lebih kuat
pengetahuannya terhadap apa-apa yang dilihat atau didengar dari Nabi.
Beliau tidak mengatakan : “Tidak boleh berada diekatku kecuali orang
dewasa lagi berakal”.
Seandainya beliau mengucapkan kalimat seperti itu, tentu pendapat yang
membolehkan pemindahan anak-anak dari barisan depan dapat diterima.
Tetapi redaksi hadits ini berisi perintah bagi orang-orang dewasa dan
berakal untuk mencari shaf-shaf awal agar berada di dekat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[Syaikh Ibnu Utsaimin, Fatawa Islamiyah 2/8]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar